webnovel

Valias Bardev Chapter 1

    Abimala adalah seorang pria dewasa berumur 24 tahun. Hidupnya tidak seberuntung atasan-atasannya, tapi masih lebih baik dibandingkan dengan orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan dan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kesimpulannya, Abimala adalah orang biasa-biasa saja yang tidak memiliki apapun untuk membuat dirinya tampak mencolok.

    Abimala berjalan di pinggir sungai yang dipehuni sampah, yang kini sedang dibersihkan oleh tiga pria tua diatas sampan, menebar jaring lebar guna menangkap sampah-sampah itu.

    Abimala menghela nafas, mencoba menghirup udara segar, namun apa yang bisa diharapkannya dengan lokasinya saat ini yang berada ditengah kota.

    Pikiran Abimala terlarut dalam kejadian tiga jam yang lalu.

    "Pak Abimala. Tim kami mendengar laporan bahwa kamu melakukan manipulasi catatan keuangan."

    Abimala yang mendengar tuduhan itu memiliki wajah datar.

    "Saya tidak dapat memberikan bukti, tapi saya tidak pernah melakukan itu."

    Jika orang lain berada diposisinya, mereka mungkin akan panik dan mulai memutar otak memikirkan bagaimana cara menyangkal tuduhan itu, bahkan jika perlu sampai membawa nama Tuhan. Tapi Abimala bahkan tidak mencoba melakukan itu karena dirinya sudah menerima apa saja yang akan terjadi.

    Kejadian ini hanya puncak dari segala macam kejadian yang sudah Abimala alami selama satu tahun setengah bekerja di perusahaan tempatnya berada saat ini.

    Abimala tidak punya cukup uang untuk berkuliah di jurusan terkenal, apalagi universitas yang diincar banyak orang. Dirinya berasal dari kampung yang jauh dari kota, dan sudah sejak lama mengalami kekerasan dari pamannya. Diam-diam dia mendaftarkan dirinya di sebuah universitas dengan biaya paling terjangkau yang bisa ditutupi dengan uang hasil memenangkan kompetisi beasiswa di kotanya saat ini.

    Abimala tidak punya banyak keinginan dalam hidupnya, namun salah satunya adalah kabur dari genggaman pamannya. Pamannya adalah seorang preman di kampung tempat ia menghabiskan enam tahun penuh kekerasan semenjak ayahnya meninggal. Pamannya memiliki kekuasaan di lingkungan itu, dan jika Abimala ingin kabur, maka satu-satunya cara adalah pergi dari lingkungan itu sepenuhnya dan hidup di lingkungan baru.

    Tanpa siapa-siapa.

    Abimala lulus dari universitas itu dalam 4 tahun seperti mahasiswa/mahasiswi pada umumnya,dan menerima gelar S1. Jurusan seni.

    Dia sudah memiliki bayangan tentang usaha apa yang akan dia lakukan setelah lulus. Namun kemudian bos di resto makan tempatnya bekerja paruh waktu sebagai pramubhakti tiba-tiba memanggilnya.

    "Abimala. Saya sudah dengar latar belakang kamu. Kerjamu selama ini bagus. Saya harap saya bisa beri kamu kesempatan untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik. Kakak saya punya perusahaan event organizer. Kalau kamu kerja disana, kamu pasti bisa dapat penghasilan yang lebih cukup darpada di resto makan saya ini setelah lulus kuliah. Apalagi kamu anak seni kan. Harusnya kerjamu bakal bagus disana."

    Abimala terdiam. Tentu saja Abimala bukan tipe orang yang akan menolak peluang yang dia peroleh. Jadi dia menerimanya.

    Dan begitulah dia bergabung dengan perusahaan ini.  Sebulan setelah dia memperoleh gelar dan undur diri dari resto, bos nya yang bagai malaikat penyampai berkah itu meninggal karena penyakit jantung.

    Bagai tanda bahwa berkah itu tidak lagi berlaku, beberapa kejadian mencurigakan terjadi.

    Kekasih bos nya sekarang, kakak dari almarhum mantan bos nya, menaruh ketertarikan pada Abimala.

    Klise? Konyol? Ya.. Abimala pun berpikir seperti itu.

    Kelanjutan ceritanya bisa dibayangkan sendiri.

    Kabar bahwa dia menggoda kekasih bos nya sendiri tersebar ke telinga rekan-rekan kerjanya. Bagai sebuah klise harus berjalan sebagai klise, rekan-rekannya menjauhinya, namun tetap mengembankan tugas-tugas berat padanya.

    Abimala lah yang dijadikan kambing hitam setiap ada konsumen yang merasa tidak puas dengan hasil kerja rekan rekannya. Jika konsumennya tersebut kebetulan orang yang main tangan, maka Abimala lah yang menjadi sasarannya.

    Tidak masuk akal? Memang. Namun lalu apa yang harus Abimala lakukan.

    Dia tidak bisa mungundurkan diri karena dia sudah menanda  tangani kontrak kerja dimana dia tidak boleh mengundurkan diri sampai tiga tahun, kecuali bos nya sendiri yang memulangkannya, kalau tidak akan ada denda yang harus dibayar.

    Tentu saja Abimala memilih untuk terus bekerja disana. Toh dia tetap menerima gaji sesuai kontrak meski dirinya diketahui—dituduh—melakukan kesalahan-kesalahan itu.

    Lalu tiba lah detik itu. Dimana dia akhirnya dipanggil ke sebuah ruangan dan mendengar bahwa terdapat laporan tentang dirinya yang melakukan manipulasi catatan keuangan.

    Abimala tidak memaksa dirinya untuk menyanggah. Lagipula kalau memang dirinya akan dipecat, bukannya itu artinya dia bisa terlepas dari jeratan kontrak?

    Dan begitulah. Dia undur diri dari ruangan dimana tim pengawas pegawai dan bos nya berada.

    Lucunya, kekasih bos nya yang menjadi penyebab dari semua kejadian yang menempatkan Abimala di kondisi-kondisi sulit itu masih menempelkan dirinya pada Abimala dan membujuk Abimala untuk merebut dirinya dari bos nya.

    Abimala tertawa.

    Ha. Perempuan aneh.

    Abimala memejamkan matanya sejenak sambil tersenyum kecil sebelum berjalan meninggalkan bangunan kantor mengabaikan wanita yang terus berbicara padanya.

    "Abimala! Bahkan setelah semua yang aku lakukan, kamu masih tidak berani merebutku dari Yuda? Dasar pengecut! Aku tidak akan melupakanmu!"

    Abimala merinding. Dan mempercepat langkahnya menuju jalanan.

**

    Selama dia bekerja di perusahaan event organizer itu, dirinya jarang diharuskan memakai seragam. Jadi saat ini pun dia hanya mengenakan celana bahan, kemeja putih tanpa dasi, dengan jaket yang tersampir dibahunya.

    Abimala awalnya bekerja di lapangan, mengatur acara bersama rekan-rekannya serta berperan membuat desain hiasan-hiasan yang diperlukan dan diinginkan klien. Tapi sejak kasus kesalahan kerja dan dirinya yang dijadikan kambing hitam, tim pengawas pun mulai mengawasinya.

    Setelah kasus seperti itu terjadi empat kali, akhirnya, bukannya memecatnya, tim pengawas pegawai memutuskan untuk membuatnya bekerja dibelakang layar. Membuat Abimala mengatur catatan keuangan bersama beberapa rekan barunya.

    Abimala pikir, mungkin inilah yang terbaik. Dengan begitu dirinya tidak akan menjadi sasaran konsumen yang marah lagi, dan mulai mencoba bidang pekerjaan baru.

    Tapi, ternyata bahkan di bidang lain di peruahaan EO itu pun, dirinya dijadikan sasaran sumber kesalahan. Oleh rekan barunya, atau siapa, Abimala tidak tahu. Bahkan tokoh yang menjadi dalang dari semua ketidak beruntungan ini, Abimala tidak tahu. Dan tidak terlalu peduli sebenarnya.

    Jika sudah terjadi, maka ya sudah.

    Abimala menghela nafas sekali lagi dan memutuskan untuk duduk di pinggir jembatan yang menyambungkan sisi sungai dengan sisi satunya. Jembatan yang memang terkenal dengan desainnya yang tidak memiliki pagar pengaman itu hampir selalu ramai dengan masyarakat yang duduk di pinggiran jembatan.

    Abimala baru sekali melewati jembatan itu karena acara lari pagi bersama perusahaan, dan belum pernah sekali pun duduk di sisi jembatan seperti orang-orang lainnya.

    Abimala dengan hati-hati mendudukkan dirinya dan membawa punggungnya sedikit kebelakang, mendongakkan kepala menonton sekawanan burung terbang yang membentuk pola segitiga diatas langit. Dengan satu burung terbang dipaling depan menerima tekanan angin paling kuat.

    Abimala merasakan HP nya bergetar. Abimala sebagai pegawai pria yang bekerja di depan komputer di ruangan ber AC tidak merasa perlunya membawa apa pun kecuali HP, sedikit uang cash, dan kartu ATM yang semuanya bisa dimuatkan di saku-saku pakaiannya.

    Abimala menyalakan HP nya dan menemukan notifikasi sebuah update webnovel yang menjadi salah satu hiburan di waktu senggangnya.

Sang penulis memang selalu memperbaharui chapter ceritanya di hari rabu di jam-jam sore seperti sekarang. Dan kini cerita itu sudah mencapai akhirnya.

    Oh benar. Chapter kali ini akan menjadi yang terakhir.

    Abimala menekan notif itu dan tiba-tiba, layar HP nya mengeluarkan cahaya yang sangat terang.

    "What the hell." Umpatan yang biasa Abimala ucapkan ketika terkejut baik sengaja maupun tidak sengaja pun terlontar. Dia sontak memejamkan matanya erat. Dia penasaran apa yang salah dengan HP nya tapi dia merasa jika dia memaksa membukan mata, dia hanya akan menyesal. Jadi dia terus menutup matanya dengan kedua tangan memegang erat HP nya khawatir HP satu satunya itu jatuh kesungai, tanpa menyadari sensasi tubuhnya yang mengambang, sebelum kembali terduduk.

    Lima detik kemudian cahaya menyakitkan mata itu terasa mulai meredup dan Abimala pun membuka matanya.

    Sensasi padat yang sebelumnya dia genggam erat erat dengan kedua tangan tiba-tiba hilang.

    "Shit!"

    Abimala reflek memajukan tubuh bagian atasnya untuk meraih HP nya ketika disaat yang bersamaan, alam bawah sadarnya mengingatkan dia bahwa dia sedang duduk di jembatan dengan sungai dalam dan kotor dibawahnya.

    Tapi meski Abimala sadar pun, dia sudah terlambat. Tubuhnya terayun jatuh kebawah disaat matanya sekejap melihat sesuatu.

    Bukan air, tapi...….

    Paving block?

    Bamm!!!!

    "Ukh.."

    Abimala meringis, menjongkokkan diri sembari membersihkan kedua telapak tangannya yang berdebu setelah dia gunakan untuk menahan tubuh atasnya dari tersungkur.

    Dia terus menepuk nepukkan telapak taangannya sebelum menyadari ada yang aneh.

    Hm?

    Telapak tangannya yang kasar kini menjadi lembut. Kulitnya yang sedikit sawo matang kini menjadi putih pucat, dan kurus.

    "Ini.."

    Eh?

    Suaranya berubah. Dirinya sudah melewati masa pubertas dan sudah menjadi pria dewasa dengan suara yang menjadi sedikit lebih berat.

    Tapi suaraku barusan…

    Abimala lalu merasakan sesuatu menyisir tengkuknya.

    "Hah?"

    Dia melompat bangun dan melihat apa yang tadi dibelakangnya.

    Tidak ada apa-apa.

    Angin bertiup dan Abimala merasakan sensasi itu lagi. Abimala bergidik, namun segera mengembalikan ketenangan dirinya. Setelah menghela nafas dan memejamkan mata, dia perlahan membawa tangannya kebelakang tengkuk.

    O, Oh.

    Itu hanya rambutnya.

    Rambutku menjadi panjang?

    Abimala sudah biasa menarik sehelai rambutnya sampai terlepas dari kulit kepalanya jika sedang bosan. Dia menarik salah satu helai dan menariknya asal.

    Tus!

    Sehelai rambut panjang kini di tangan kanannya.

    Merah?

    Sedikit demi sedikit akal sehatnya kembali dan Abimala mulai mengobservasi keadaan.

    Dia sedang berada di sebuah taman. Dirinya tadi terduduk di sebuah batu besar mengkilap. Ketika dia meraba-raba dan menunduk melihat pakaian yang membalut tubuhnya, dia menyadari pakaiannya sudah berganti. Kemeja putihnya sedikit berubah. Bagian lengannya menjadi lebih longgar dengan ujung lebih melekat dengan pergelangan tangan kurusnya.

    Di kerahnya terikat pita kecil dengan batu mengkilap berwarna merah. Celana hitam nya terasa lebih sempit, namun pas dengan kakinya. Sepatu sport hitamnya berubah model. Abimala familiar dengan model sepatu seperti itu tapi tidak tahu apa istilahnya.

    Oke.. Ini aneh..

    Abimala tiba-tiba merasa dingin. Udaranya lebih dingin daripada di kampung asalnya maupun kota. Dan Abimala merasa tubuhnya kini menjadi lebih ringkih dan lemah. Mungkin ini lah yang dirasakan oleh orang-orang dengan tubuh kecil dan kurus?

    Tubuhnya menjadi ringan, jauh lebih ringan, tapi tidak bertenaga.

    Ya ampun.

    Abimala mendudukkan dirinya lagi di batu itu, namun tidak terjadi apa-apa.

    O..ke… kita hadapi saja.

    Abimala berkepribadian simpel dan tidak banyak berpikir. Jadi jika pun dia sebenarnya jatuh ke sungai dan tidak sadarkan diri, lalu kini dia sedang bermimpi, atau dia sebenarnya dia sudah mati tenggelam dan sedang di akhirat, Abimala memutuskan untuk lanjut hidup.

    Atau lanjut mati? Abimala tidak tahu.

    Sepi sekali.

    Hanya dia seorang di taman ini. Ketika memutuskan memasuki bangunan yang mengelilingi taman pun, hanya ada suara tapak sepatunya yang menyentuh lantai.

    Dinding berwarna putih dan berlangit-langit tinggi.

    Rumah? Sekolah? Atau bangunan wisata?

    Keberadaan taman dan desain bangunan di visinya mengingatkannya pada gambar-gambar bangunan bersejarah diluar negeri.

    "Tuan muda?"

    Abimala menoleh kebelakang. Seorang kakek dengan rambut hitam bercampur putih yang mengenakan pakaian pelayan muncul dihadapannya.

    Oh wow.

    Abimala memutuskan untuk bersikap netral. Dia menetapkan wajah datar dan mengangguk kecil.

    "Iya."

    Pria tua itu melipat kedua tangannya dibelakang tubuhnya dan tersenyum.

    Oh Tuhan.

    Beliau memang tersenyum. Tapi senyumnya terasa menyeramkan bagi Abimala.

    Jangan bilang, aku sedang berada di bangunan angker?

    "Apakah tuan muda tidak ingin makan malam bersama tuan dan nyonya?"

    Ucapan ramahnya pun masih membawa sensasi seram pada Abimala.

    Dia juga menyadari gaya bicara orang itu yang agak aneh. Tapi dia lebih terfokus pada fakta bahwa sang kakek memiliki raut muka yang memancing kecurigaan.

    Abimala berpikir.

    Oh, jika dia hantu, asalkan dia tidak menyakitiku, seharusnya tidak apa-apa kan...?

    Abimala mengingat dirinya yang belum makan siang. Rencana memanaskan makanan yang sudah Ia masak di pagi hari untuk makan malam pun membuat dirinya lapar. Mungkin tubuh yang sedang dia diami saat ini juga belum makan?

    Tubuh ini begitu ringan, ringkih, kurus, dan pucat. Kalau Abimala harus menggunakan tubuh ini untuk seterusnya, dia tidak akan membiarkan tubuh ini dalam kondisi menyedihkan ini terus.

    "Em. Aku akan makan. Bawa aku ke tempat aku bisa makan."

     Pelayan itu sedikit mengernyit namun senyum nya tidak berubah sedikit pun. Namun kini matanya menyipit, lalu senyumnya sedikit melebar.

    "Tentu, mari saya antar, tuan muda."

    Pelayan itu mengayun satu tangannya sambil sedikit membungkuk kearah koridor tempatnya berasal tadi. Baru ketika Abimala berjalan kearahnya, pelayan itu menegakkan tubuh dan berjalan santai didepan Abimala.

    Dia menyadari sesuatu.

    .....Dia tidak mengeluarkan suara tapak kaki.

    Abimala bergidik sedikit namun kemudian kembali menenangkan diri.

    Mereka berdua berjalan menyusuri koridor, melewati belokan, lalu Abimala bisa melihat sebuah ruangan besar dengan furnitur-furnitur aneh.

    Ruangan ini terang... dan tidak memberi aura angker sama sekali. Jutru damai dan hangat. Sensasi dingin tubuh Abimala langsung menghilang sejak ia tiba diruangan ini.

    Sang pelayan kemudian mengetuk sebuah pintu yang tingginya satu setengah tubuh sang pelayan.

    "Tuan, nyonya, ini Alister. Tuan muda Valias memutuskan untuk bergabung."