webnovel

Berbeda

Bagi para murid, pelajaran yang paling disukai mereka adalah jam kosong, seperti sekarang ini.

Suara kelas XI Mipa 2 benar-benar berisik, kelasnya yang memang terletak jauh dari ruang guru, membuat murid murid bisa bersantai ria tanpa perlu takut di hukum. Beberapa murid nampak sibuk berseliweran,  para cowok asik menyanyi dengan suara fals tak jelas, diiringi dengan sebuah gitar yang memang sengaja dibawa dari rumah, setidaknya bisa mengisi waktu luang, lain cowok, lain pula para murid Anak Cewek yang sebagian sibuk membicarakan gosip-gosip terhangat.

Sementara Sasa, Echa dan Nia sedang menonton drama korea bersama beberapa teman yang lain.

Hanya Xena yang nampak sibuk dengan bukunya.

Meski sudah dibujuk beberapa kali oleh Sasa, menonton drama bukanlah hobi Xena.

"Ahhh, di kiss!" jerit salah satu cewek histeris, sementara yang lain nampak gemas sendiri, ketika oppa korea yang mereka tonton nampak mencium pipi gadis itu.

"Kapan aku dicium kayak gitu ya," celetuk Echa tiba tiba

"Mimpi, boro-boro dicium, kau kan jomblo," sindir Nia

"Kamu juga jomblo!" sengit Echa tak ingin kalah.

"Aku enggak jomblo!" elak Nia tak mau dipanggil jomblo.

"Terus apa?"

"Cuma belum nemu yang pas aja."

Sayangnya ekspentasi tak seindah realita, ingin mendapatkan pacar seperti oppa Korea, yang romantis dan perduli abis? Mending jadi aktris saja, karena kisah cinta mereka itu ditulis sutradara, kalau kita ditulis oleh Tuhan Yang Maha Esa.

"Teman-teman bisa jangan terlalu berisik, ga?! " tegur Julian yang notabenya seorang ketua kelas, tapi sayangnya tidak ada yang mendengarnya.

"Oh, ya ampun."

Menjadi ketua kelas diantara murid bandel bukan perkara gampang dan ia merasakan itu.

"Woi, bisa diem enggak?!" sontak semua orang terdiam. Itu bukan suara Julian, melainkan Dino yang tiba-tiba terbangun dari kursi paling belakang.

"Suara kalian pada ngalahin pasar, tau gak!" sambung Chandra tak kalah sengit, matanya memerah, tanda orang yang baru bangun tidur.

Alhasil mereka berbicara dengan mode off, alias bisik-bisik tidak ada yang berani membantah.

"Sejak kapan, Dino ada di kelas kita?"

"Mana aku tau, dia kan keseringan bolos."

"Dia ngapain sih ke kelas kita mulu."

"Ga tau, mungkin dia nyaman atau mau pedekate sama murid kelas kita."

Sudah beberapa hari ini, Dino selalu saja muncul di kelas Xena. Yang ia lakukan hanya melihat dari bangku paling belakang.

Xena menatap datar ke arah Dino, Dino juga perlahan menatap Xena mata mereka bertemu. Sepersekian detik, sampai cewek itu membuang muka, dan kembali membaca buku.

Dino merebahkan kepalanya di atas meja, matanya menatap ke arah Xena.

"Sampai kapan kau mau liatin dia, gih, deketin sono." Ledek Chandra kembali sibuk menjelajahi alam mimpi.

"Sa, apa cuma perasaan aku, kok Dino ngeliatin Xena mulu ya," bisik Echa.

"Sasa juga mikir gitu sih, mungkin Dino naksir."

"Sa, pindah, aku mau duduk di sini."

Sebuah suara tiba-tiba mengagetkan mereka, Dino dengan tampang coolnya sudah berdiri sedari tadi di belakang mereka.

"Eh, i, iya."

Sasa menurut, ia segera pindah ke bangku depan, sementara Dino duduk tempat di samping Xena, memandangi gadis yang nampak sibuk membaca itu.

"Lanjutin aja, ngomongin akunya, gak apa-apa kok," ucapnya pada Sasa dan Echa tanpa merasa marah sedikitpun.

Langsung saja, Sasa dan Echa gelagapan sambil sok mencari kesibukan.

"Kamu baca apa sih? Sampai Cowok ganteng di depanmu, didiemin," gerutu Dino karena dikacangin.

"Bukan urusanmu."

Dino terkekeh, selalu jawaban yang sama dan ketus.

"Yaudah, Aku aja ya, yang mandangin kamu."

Dino kemudian menyadarkan pipinya ke meja, sambil tatapannya menatap Xena, anehnya, begini saja ia sudah senang.

Sementara, beberapa murid cewek terlihat menatap iri pada Xena. Termasuk Amel, makhluk paling centil di kelas itu.

"Kamu gak ada kerjaan lain, ya?" tanya Xena yang mulai jengah dipandangi.

"Ada kok, mandangin kamu pekerjaan paling menyenangkan menurutku," jawab Dino mantap.

Xena hanya menatapnya datar. Tanpa bisa berkata apa-apa, sedangkan Sasa dan Echa gondok di buatnya. Mungkin jika itu gadis lain, mereka akan teriak atau tertawa malu mendengar gombalan Dino.

"Bisa gak, kamu senyum sekali ke aku, aku aja tapi, yang lain jangan," pinta Dino.

"Eh, jangan deh, entar aku diabetes," sambungnya lagi sambil nyengir lebar.

Xena hampir ingin menjawab, sebelum Dino meringis kesakitan karena telinga tiba-tiba mendapat jeweran.

"Lagi-lagi main di kelas orang ya, kamu."

"Pak, adu duh duh..."

Dino sendiri sangat heran, sebenarnya pak Karman itu punya mantera apa sih, sampai tahu dimana keberadaannya.

"Hormat tiang bendera sana, sama Chandra sampai istirahat."

"Kena lagi aku," ujar Chandra pasrah, baru juga ingin menjelajah alam mimpi.

"Dah, Xena, nanti aku dateng lagi, ya." Pamit Dino sambil mengendipkan sebelah matanya, dengan telinga dijewer pak Karman.

Sontak aksi itu membuat para gadis disana gemas sendiri.

"Dia manis banget, sih!" celetuk Echa sambil melirik Xena yang nampak tak perduli.

"Dino itu punyaku!" cicit Amel.

"Ngimpi," bisik Chandra yang kebetulan melewati Amel dengan senyum meremehkan.

***

Jika ada tempat yang paling sepi di sekolah, tentu saja jawabannya perpustakaan, dan di sinilah Xena. Berdiri di antara rak-rak buku yang berjejer rapi, sendiri, menghabiskan waktu di perpustakaan adalah hal yang menyenangkan, setidaknya ia bisa sedikit menjauh dari Dino.

Jari jemari lentiknya menyusuri buku-buku, netranya nampak sibuk membaca dalam hati judul buku yang tertera.

Ia sedikit kaget, sebuah tangan menyentuh punggung tangannya.

Ia menoleh, dan mendapati seorang Cowok yang tersenyum manis kearahnya

"Sorry, ga sengaja, kamu mau baca buku?"

Entah apa lagi ini. Xena menatapnya datar

Pertanyaan macam apa itu, tidak mungkin kan, ia datang kemari untuk dagang gorengan.

"Pertanyaanmu tidak ada yang berbobot?"

Rifqi meringis.

"Masih ingat aku?"

Xena terdiam, tentu saja ia ingat siapa cowok di depannya ini.

"Aku tidak ada waktu untuk mengingatmu,"

Rifqi mendesah. Sekecil itukah ia di mata Xena.

Pandangan matanya langsung terfokus ke buku yang dipegang oleh Xena.

"Itu buku favoritku." ujarnya spontan.

"Enggak nanya."

Cowok itu tiba-tiba langsung menarik tangan Xena dan menduduknya di salah satu bangku, dengan dia yang duduk di sampingnya.

"Bisa bacakan untukku? Aku ingin mendengarnya, lagi." Pinta Rifqi dengan nada memohon.

"Mulutmu hanya aksesoris, ya?!"

"Kan bukunya kamu pegang!'

Rifqi mayun, "Bacakan atau kita baca bareng?" tawarnya sambil memegang buku. Lalu mendekatkan tubuhnya ke Xena, hingga bahu mereka bersentuhan.

"Jaga jarak sebelum sepatuku melayang ke wajahmu!" tukas Xena, lantas membuat Rifqi beringsut mundur menyisahkan ruang antara mereka, meski awalnya keberatan, mau tidak mau ia kemudian membacanya pelan, karena ingin membaca buku itu juga.

Sementara Rifqi sendiri nampak fokus mendengarkan Xena.