webnovel

BAB 3

Belum sempat Lia melanjutkan kata – katanya, Pak Bams sudah memutuskan sambungan teleponnya.

"Bagaimana Pak, ini jadi apa tidak akad nikahnya?" tanya Pak penghulu.

"Tolong tunggu satu jam lagi ya Pak," balas Pak Bams memohon, Pak penghulu pun menyetujuinya.

Semoga laki-laki itu tidak datang dan pernikahan ini batal, batin Imelda berharap.

Sementara itu di perusahaan, Ricandra sedang rapat di ruang rapat. Tiba-tiba Lia masuk lalu membisikkan sesuatu di

telingan Ricandra. Ricandra pun mengangguk mengerti.

Papa benar-benar serius dengan ucapannya?, batin Ricandra. Ia pun memanggil asistennya si Romaldy untuk melanjutkan rapatnya.

Setelah Ricandra pamit undur diri dari rapat, ia segera melajukan mobilnya ke rumah sakit dengan kecepatan penuh.

Setengah jam berlalu Ricandra belum juga menunjukkan batang hidungnya, Imelda pun semakin senang, hatinya berbunga-bunga. Ia menunggu sambil memainkan ponsel di tangannya.

Sudah 45 menit berlalu, dan belum ada tanda-tanda kedatangan Ricandra. Senyum Imelda pun semakin mengembang. Ia izin untuk ke toilet sebentar karena dari tadi ia menahan keinginannya untuk buang air kecil karena terlalu gugup.

Saat Imelda keluar dari toilet, ia merasa bahwa jumlah orang di ruangan itu bertambah. Ia melihat orang di ruangan itu satu-persatu dan pandangan Imelda jatuh pada laki-laki berumur nan tampan memakai setelan Jas hitam di samping Pak Bams. Imelda pun tertegun di depan pintu toilet. Ia mendengar laki-laki itu memohon pada Pak Bams supaya membatalkan pernikahan ini.

"Pa, Ricandra enggak bisa melakukan pernikahan ini Pa. Pernikahan bukan hal untuk main – main," ucap Ricandra pada Pak Bams.

"Siapa yang main-main Ricandra? Cepat lakukan pernikahan ini sekarang atau pergi dan jangan pernah temui Papa

lagi sekalipun Papa sudah terkubur di dalam tanah," ucap Pak Bams memalingkan mukanya dari Ricandra. Ricandra pun tampak berpikir sejenak lalu mengangguk dengan mantab.

"Baiklah, kalau itu bisa membuat papa senang, Ricandra akan menikah sekarang," ucap Ricandra tiba-tiba. Ia pun berdiri dan bergegas mengambil wudlu ke toilet melewati Imelda yang dari tadi berdiri di sana. Imelda lalu beranjak dari depan toilet dan duduk di samping ibunya.

Setelah berwudlu Ricandra duduk di depan Pak penghulu. Sebelum akad nikah dimulai, Pak penghulu menanyakan maharnya. Karena memang tidak ada persiapan, Ricandra pun mengeluarkan uang dari dompetnya 10 lembar uang 100 ribuan sejumlah satu juta rupiah.

Setelah itu Pak penghulu dan Ricandra berjabat tangan dan memulai akad nikah.

"Qobiltu nikahaha watajwijaha bil mahril madzkur," ucap Ricandra dengan lantang.

Kata "SAH" pun terdengar dari semua orang yang hadir di dalam ruangan itu. Imelda hanya bisa menunduk dan memejamkan matanya, tubuhnya merasa gemetar. Ibunya pun menuntunnya duduk di samping Ricandra dan menyuruhnya mencium punggung tangan Ricandra. Pak Bams merasa lega dan bahagia, ia pun berpelukan dengan pak Ramdy.

Setelah pernikahan tadi pagi, Pak Ramdy dan Bu Romelis kembali pulang ke rumah, sedangkan Imelda tetap di rumah sakit bersama Ricandra, Pak Bams, dan Bu Sofely.

"Imelda, malam ini kamu pulang sama Ricandra ya? Besok kalian urus surat pernikahan kalian di KUA," ucap Pak Bams pada Imelda.

"Iya Pak Dhe," balas Imelda sambil tersenyum.

"Kok panggilnya 'pak dhe'? Sekarang kamu sudah jadi menantu Pak Dhe, jadi panggilnya 'papa'," jelas Pak

Bams sambil tersenyum.

"Iya Pa," balas Imelda.

Sore hari Imelda ikut pulang ke rumah Ricandra. Selama perjalanan tidak ada yang berbicara. Imelda lebih memilih memandang keluar dari kaca jendela mobil. Setelah memarkirkan mobil di garasi, Ricandra turun dari mobil diikuti Imelda. Imelda memandang ke sekeliling rumah itu.

"Kok sepi Mas?" tanya Imelda pada Ricandra.

"Tentu saja, ini rumahku sendiri bukan rumah papa," jawab Ricandra datar.

Setelah sampai di depan pintu sebuah kamar, Ricandra membukanya.

"Ini kamarmu," ucap Ricandra lalu pergi ke lantai atas ke kamarnya sendiri.

Imelda pun masuk ke kamar itu lalu menutup pintunya. Ia melihat ke sekeliling lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.

"Hmm kasurnya nyaman banget, kamarnya juga besar, ada kamar mandi dalam juga," gumam Imelda senang. Ia pun segera membuka tas yang ia bawa tadi yang berisi pakaian ganti, handuk dan perlengkapan yang akan ia butuhkan. Ia mengambil handuk dan pakaian ganti lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Setelah mandi dan berganti pakaian, Imelda berbaring di atas tempat hingga akhirnya tertidur pulas karena tubuhnya merasa sangat lelah.

Sementara itu Ricandra di kamarnya di lantai atas sedang duduk di sofa membaca e-mail yang di kirim Lia sekretarisnya. Ia membaca dan membalas e-mail itu lalu membaringkan tubuhnya di ranjang.

"Apa-apaan papa ini, masa menyuruhku menikahi anak ABG dan polos seperti itu. Apa yang harus aku katakan pada Roselia nanti?" gumam Ricandra. Ia pun memejamkan matanya sambil berpikir hingga akhirnya tertidur pulas.

Malam hari Imelda merasa haus dan lapar, ia pun keluar dari dalam kamarnya mencari letak dapur, karena ini pertama kalinya ia menginjakkan kakinya di rumah ini dan belum berkeliling untuk mengetahui isi dari rumah ini.

Sesampainya di dapur, Imelda membuka tudung saji di meja makan dan menemukan roti tawar beserta berbagai macam rasa selai. Ia pun mengoles selai nanas di atas selembar roti lalu memakannya. Setelah itu ia membuka kulkas dan menemukan berbagai macam buah. Ia pun mengambil sebuah apel dan menuang susu ke dalam gelas lalu duduk di meja makan sambil memakan apelnya.

Ricandra menuruni tangga lalu berjalan ke dapur dan melihat Imelda sedang duduk di meja makan, ia pun menghampirinya dan duduk di sampingnya.

"Berapa umurmu?" tanya Ricandra pada Imelda.

"Delapan belas tahun, Mas," jawab Imelda singkat.

"Kamu masih sekolah?" tanya Ricandra lagi.

"Iya, SMA kelas 3," jawab Imelda. Ricandra pun menghembuskan nafas dengan kasar dan memejamkan matanya sebentar.

Ya ampun papa, bahkan kamu menikahkan aku dengan anak yang masih sekolah, batin Ricandra gemas.

"Apa kamu senang dengan pernikahan ini?" tanya Ricandra lagi.

"Tentu saja tidak, aku dipaksa bapak. Aku belum mau menikah, aku masih ingin sekolah, kuliah, bekerja, dan menikah suatu saat nanti dengan orang yang kucintai dan mencintaiku tentunya," jawab Imelda.

"Okey, mari kita membuat perjanjian," ucap Ricandra bersemangat.

"Perjanjian apa?" tanya Imelda tidak mengerti.

"Setelah satu tahun pernikahan ini ayo kita bercerai. Aku akan membiayai sekolah dan kuliahmu serta memberimu uang lebih setelah kita bercerai. Dan selama setahun ini kita tidur di kamar terpisah. Aku tidak akan menyentuhmu. Jangan pernah mencampuri urusanku. Kalau ada yang tahu kita tinggal satu rumah kamu harus mengaku sepupuku. Gimana deal?" Ujar Ricandra pada Imelda.

"Oke deal. Aku sangat setuju." jawab Imelda semangat 45. Ia sangat senang. Akhirnya ia masih bisa bebas meskipun sudah menikah.

"Oh iya maaf aku lupa memberimu makan. 2 hari ini pembantuku libur. Ibunya sedang sakit. Mungkin mulai besok dia sudah kembali. Kamu mau makan apa? Akan aku pesankan online." Ucap Ricandra sambil mengeluarkan ponsel dari sakunya.

"Nggak usah mas. Aku sudah kenyang." jawab Imelda menolak.

"Apa kamu bisa memasak?" Tanya Ricandra ingin tahu.

"Ya sedikit. Kadang aku membantu ibuku memasak." Jawab Imelda jujur.

"Tolong Masakkan untukku. Aku lapar. Carilah bahannya di kulkas. Aku tunggu di sini." Ucap Ricandra meminta tolong.