webnovel

Unwanted Bond SasuHina 18

Unwanted Bond (SasuHina) 18

by

acyanokouji

All Naruto's characters are belong to Masashi Kishimoto.

Saya cuma pinjem doang, kok. Selamat membaca.

Warning: Super OOC, gaje, typo(s), crack couple, bosenin, alkohol dan lemon!

.

.

TOK TOK

Pintu ruang kerja Sasuke diketuk. Setelah mendengar sahutan, pintu itu terbuka. Kepala kuning menyembul dari celah pintu. Naruto berjalan santai ke dalam ruangan atasannya.

"Kenapa kau masih di sini?" Naruto menghempaskan diri ke atas kasur lipat di pojok ruangan Sasuke.

Oh, benar. Minggu lalu Sasuke meminta Naruto membelikan kasur lipat untuk diletakkan di ruang kerjanya. Selama kunjungan putra-putri Hyuuga ke Okinawa, selama seminggu pula Sasuke tidur di kantor.

"Memangnya kenapa?" Sasuke bertanya tidak peduli. Matanya fokus membaca laporan yang diserahkan oleh tim desain.

"Ini hari minggu. Sebaiknya kau pulang, Sasuke." Naruto melipat kedua tangannya di belakang kepala, menjadikannya bantal.

"Justru karena ini hari minggu, besok hari senin. Aku harus datang ke kantor."

"Dan memakai seragam yang sama lagi?" Naruto melirik setelan jas yang tergantung di dinding. Lihat, sekarang Sasuke bahkan memakai kaos polos yang sama seperti kemarin.

"Sebaiknya kau mandi sekarang, Sasuke. Daripada kau tidur di kantor lagi, menginap saja di tempatku." tawar Naruto.

"Tidak mau."

"Kenapa?" Naruto memiringkan badannya. Ia mengernyit menatap Sasuke.

"Karin masih tinggal di rumahmu, 'kan?" Sasuke menoleh pada Naruto.

"Tentu saja. Dia 'kan sepupuku."

"Makanya, aku tidak bisa."

Naruto berdecak. "Kau ini, kutawari tempat tinggal tidak mau. Kusuruh sewa apartemen lagi, tidak mau. Kuajak ke bar, tidak mau. Kau maunya apa?"

Sasuke berpikir. Benar. Ia maunya apa? Seminggu ini, ia kacau, kenapa? Hari ini weekend, sebagai orang kantoran mustinya ia menikmati hari libur. Bersantai di rumah. Bicara soal rumah, apa yang terjadi di rumah sekarang? Hari ini penentuannya, 'kan?

"–suke? Sasuke? Kau dengar aku tidak?" Naruto menggerutu kecil. Sasuke tidak mendengarnya sama sekali. Pria kuning itu bangkit guna mendudukkan dirinya di atas ranjang.

"Apa?" nah, baru pria itu sadar.

"Cepat mandi! Aku tidak mau tahu, kau harus menemaniku makan siang di Ichiraku!"

"Aku tidak –"

"Aku tidak menerima penolakan!" Naruto mengangkat telapak tangannya setinggi dada. "Lima belas menit lagi aku akan kembali. Kau sebaiknya segera bersiap."

Tanpa menunggu persetujuan, Naruto berdiri dan pergi ke luar ruangan Sasuke. Sedangkan Sasuke hanya menghela napas lelah. Ia memang atasannya, tapi malah ia yang tidak bisa menolak titah Naruto.

.

.

Gaara tiba di kediaman Hyuuga jam delapan empat puluh lima menit. Begitu turun dari mobil, ia melihat Hanabi yang menunggunya di depan pintu masuk.

"Hei," sapa Hanabi. Mereka berpelukan sebentar.

"Apa aku terlambat? Seingatku perjanjiannya jam sembilan."

Hanabi menggeleng. "Tidak. Aku hanya ingin menunggumu saja," katanya.

"Jangan coba-coba merayuku di saat-saat terakhir, Hanabi-san." Gaara memandang curiga sedangkan Hanabi hanya terkekeh pelan. Lalu, ia mengantar Gaara menuju ruang tamu. Di sana sudah ada Neji dan Hinata yang menunggu.

"Selamat pagi, Neji-san, Hinata-san." Gaara menyapa Neji dan duduk di sofa. "Senang bisa bertemu kalian lagi setelah satu tahun."

Neji tersenyum mendengar sapaan Gaara Sabaku yang datang sebagai pengacara ayahnya lagi. Sekilas, Gaara bisa melihat Hinata yang lagi-lagi tersenyum mengejek. Sudah pasti. Lakon begini membuat Hinata ingin terbahak.

"Sepertinya kurang satu orang. Apa kita akan menunggu?" tanya Gaara. Ia bisa melihat Hanabi dan Neji yang mengedikkan bahu bingung.

"Tidak. Sasuke Uchiha tidak akan datang." Hinata bicara dengan tegas. Kedua saudaranya menatap bingung. Gaara pun demikian. Tapi, karena Hinata tunangannya, berarti ucapannya adalah benar, 'kan?

"Baiklah. Jadi, apa kita akan mulai sekarang?" tawar Gaara. Waktunya masih lima menit lagi.

"Silakan. Lebih cepat, lebih baik." kata Neji.

Mendengarnya membuat Gaara mengangguk. Pria itu membuka tas kerja yang dibawanya. Ia mengeluarkan beberapa berkas dari dalam tas dan menaruhnya di atas meja ruang tamu. Kemudian, ia mengambil selembar kertas dan membacanya.

"Seperti yang disampaikan tahun lalu, semua warisan Hiashi Hyuuga akan diberikan pada penerus keluarga jika Neji Hyuuga, Hanabi Hyuuga, Hinata Hyuuga, dan Sasuke Uchiha mau tinggal selama satu tahun bersama di manshion Hyuuga."

"Berdasarkan penilaian Gaara Sabaku, sebagai pengacara, nama-nama yang disebutkan kurang lebih telah memenuhi persyaratan tersebut."

Kurang lebih?

Satu minggu yang hilang ke mana?

Hanabi memang pandai merayu.

"Keempat penerus berhasil tinggal selama satu tahun dengan catatan liburan bersama ke luar kota selama satu minggu. Meskipun selama satu minggu keempat penerus tidak tinggal di manshion Hyuuga, kebersamaan mereka di Hokkaido dimaklumi karena pergi mengunjungi kerabat Hyuuga."

Tapi, Sasuke tidak ikut.

Penilaian Gaara cenderung subjektif tapi aku tidak peduli.

Well, terserah.

"Dengan ini, dinyatakan bahwa kepemimpinan perusahaan Hyuuga dan kepemilikan manshion Hyuuga diberikan pada penerus keluarga." Gaara membaca kalimat terakhir pada kertas tersebut. Ia menurunkan kertas. Mengambil lembar kertas yang lain.

"Neji Hyuuga-san, Anda bisa memberikan tanda tangan di sini." Gaara menyerahkan lembaran kertas pada Neji. Sebuah surat pernyataan sebagai hak waris.

Setelah selesai, Neji menyerahkan kembali surat tersebut pada Gaara. Pria merah itu mengangguk. Satu selesai, sekarang tinggal satu lagi.

"Hinata Hyuuga-san, seperti yang kita ketahui bersama, Tuan Hiashi Hyuuga memberikan syarat khusus kepadamu. Sekarang, bisa kita bicarakan syarat tersebut?" Gaara menatap Hinata. Perempuan itu ikut menatapnya. Kini, seluruh atensi tertuju pada Hinata.

Suasananya tiba-tiba menjadi tegang. Tiga pasang mata menatap Hinata lekat-lekat. Hanabi dan Neji yang tahu perihal hubungan Sasuke dan Hinata mulai harap-harap cemas. Semuanya terlihat baik-baik saja sampai minggu lalu.

"Hinata-san, apa kau bersedia menikah dengan Uchiha Sasuke?" Gaara bertanya. Mata jadenya terlihat paling menantikan ucapan Hinata. Hinata menelan ludahnya. Kedua tangannya terkepal dengan erat.

"Aku..." Hinata meneguk ludahnya lagi dengan susah payah. Lalu, ia membuang napas dan bicara dengan tegas. "Aku tidak akan menikahi Uchiha Sasuke."

"Apa?"

"Hah?! Kenapa?"

"Bagaimana bisa?!"

Ketiga manusia lain menatap Hinata terkejut. Hanabi dan Neji yang paling tidak percaya pada ucapan Hinata. Satu tahun mereka tinggal bersama lagi. Selama itu pula mereka menyaksikan kisah asmara Hinata dan Sasuke yang sering naik-turun.

"Kau sadar ucapanmu, Hinata?!" Hanabi paling tidak terima. Ia pendorong hubungan Hinata dan Sasuke sejak awal. Pemantik Sasuke memulai aksi pendekatannya.

"Hinata, kau sudah bicara dengan Sasuke tentang ini?" Neji mencoba bertanya dengan tenang. Sebagai yang tertua, ia musti jadi penengah.

"Belum," jawab Hinata.

"Lalu, kenapa kau bisa putuskan sendiri?!" Hanabi berdecak sebal. Ia menatap tak percaya pada Hinata yang semena-mena.

"Tapi minggu kemarin dia sendiri yang bilang akan menerima keputusanku." Hinata mengangkat bahunya. Hanabi dan Neji masih menatap bingung. Apa artinya satu tahun ini untuk Hinata?

Gaara berdeham. Ia menyadari keadaan yang kacau. "Jadi, Hinata-san, pertunanganmu dan Sasuke-san batal?"

"Aku tidak bilang begitu!" bantah Hinata. Gaara semakin tidak mengerti. Jadi maksudnya apa?!

"Aku tidak akan menikahi Sasuke karena wasiat ayah. Aku tidak peduli lagi dengan ancamannya pada club-ku. Terlalu kekanakan." Hinata menatap Neji. "Aku yakin pimpinan Hyuuga tahu bagaimana sebaiknya club itu dikelola."

Neji tersenyum miring. Adiknya menagih janji.

"Lagipula, tidak mungkin aku akan mendahului kakak-kakakku yang akan menikah sebentar lagi." Hinata melirik Hanabi dan Neji bergantian. Oh, terkutuklah Neji dan Hanabi yang sama-sama akan menikah di bulan April nanti. Hanya beda satu minggu.

Gaara berdeham lagi. Itu obrolan di luar pekerjaan. "Baik, Hinata-san. Kalau begitu, aku ingin memintamu menandatangani surat penyerahan kepemilikan club." Gaara mengambil kertas lain. Ia menyerahkannya pada Hinata dan Neji bergantian.

Surat sudah ditandatangani. Pekerjaan Gaara sudah selesai. Dengan begini, urusannya sudah beres, 'kan?

"Terima kasih bayak atas kerja sama kalian. Dengan ini, saya Gaara Sabaku, sebagai pengacara Hiashi Hyuuga mengundurkan diri." Gaara merapikan semua berkas-berkas yang ia keluarkan. Memasukkan kembali ke dalam tas.

Hanabi melirik Hinata yang masih terdiam. "Omong-omong, Hinata, kenapa kau pakai mantel di dalam ruangan."

Hinata jadi pusat perhatian lagi. Benar juga. Kedua pria baru sadar kalau Hinata sedari tadi memakai mantel musim dinginnya yang panjang selutut.

"Aku akan pergi setelah ini," kata Hinata dengan lenggang.

.

.

Sasuke baru selesai mandi saat ia mendengar suara ketukan pintu. Kalau ia tidak salah hitung, ini baru sepuluh menit sejak Naruto keluar dari ruangannya.

"Sebentar." kata Sasuke. Dengan handuk yang melilit bagian bawah tubuhnya, Sasuke berjalan hendak mengambil kaosnya.

Bukannya berhenti, suara ketukan pintu ruangan kerja Sasuke malah semakin kencang terdengar. Temponya juga semakin cepat, pintu dipukul dengan kasar. Sasuke batal mengambil kaos. Ia berdecak sebal dan berjalan menuju pintu.

"Kubilang, sebentar Naru –to??" Sasuke terkejut saat membuka pintu. Itu bukan Naruto tapi Hinata Hyuuga. Perempuan itu memandang penampilan Sasuke yang bertelanjang dada.

Hinata melangkahkan kakinya ke dalam, membuat Sasuke mundur selangkah.

"Kenapa kau ke sini?" tanya Sasuke. Ia mendapati Hinata yang sudah menutup dan mengunci pintu.

"Kenapa? Tidak boleh?" Hinata berbalik, berhadapan lagi dengan Sasuke. "Apa ini kerjamu di kantor, Sasuke? Bertelanjang dada dan menyambut siapa pun yang datang?"

Sasuke berdecak. Jelas sekali Hinata mengejeknya. "Keluarlah, aku akan pakai baju," usir Sasuke.

"Jahat sekali! Aku bahkan belum membuka mantelku." Hinata mengerucutkan bibirnya.

Sasuke memerhatikan penampilan Hinata. Perempuan itu memakai mantel musim dingin yang membungkus tubuhnya sampai lulut. Sasuke menyernyit, Hinata tidak pakai celana panjang? Kenapa pakai hotpants di musim dingin?

"Ada apa kau menemuiku, Hinata?"

"Tentu saja untuk bicara denganmu. Atau... kau ingin melakukan hal lain?" Hinata menarik tali yang mengikat mantelnya. Mantel itu terbuka di bagian tengah dan menunjukkan pakaian Hinata yang sebenarnya.

Shit. Sasuke melotot. Hinata Hyuuga datang ke kantornya di musim dingin. Dan di balik mantel musim dinginnya, perempuan itu memakai... lingerie?! Sialan! Sasuke terkejut, sangat. Keadaan ini membuat 'adiknya' shock berat.

"Heee kenapa kau mematung begitu, Tuan Sasuke?"

"Kenapa kau pakai lingerie?!"

"Karena cerita kita selanjutnya adalah tentang lingerie?"

"Hah?!"

"Sudahlah, jangan banyak bertanya." Hinata melepas mantel musim dinginnya. Kini ia benar-benar hanya memakai lingerie warna hitam yang membungkus bagian tubuhnya saja.

"Bisa kita mulai, Tuan Sasuke?" Hinata berjalan mendekati Sasuke. Pria itu terlihat mundur hingga kakinya tersungkur ujung kasur lipat yang membuatnya jatuh di atas kasur. Terkutuklah orang yang membeli kasur lipat ini!

"A-apa yang kau lakukan?" Sasuke gugup. Hinata menindihnya. Perempuan itu bertumpu pada kedua lututnya yang memenjara Sasuke.

"Aku akan balik bertanya padamu." tangan Hinata mulai menyentuh dada bidang Sasuke yang terekspos. "Menurutmu, apa yang pasangan lakukan saat bertemu kembali setelah berhari-hari memendam amarah?"

Double sialan! Senjata makan tuan!

Sasuke menahan tubuh Hinata ketika perempuan itu hampir menciumnya. "Tunggu! Pertemuannya? Bagaimana dengan keputusanmu?"

"Aku tidak menerima persyaratan ayah untuk menikah denganmu."

Sasuke terkejut lagi. Kalau mereka tidak akan menikah, kenapa Hinata bersikap begini padanya?

"Kau tidak mau menikah denganku?"

Hinata berdecak kesal. "Kubilang, aku tidak menikah denganmu karena wasiat ayah. Aku mungkin saja menerima pernikahan kita kalau kau melamarku dengan benar."

Sasuke tersenyum senang. Hinata memilihnya?

"Jadi, kau akan terus terkejut begitu? 'adikmu' sudah bangun dari tadi." Sasuke menyeringai. Hinata nakal. Ia meraih tengkuk Hinata dan bermaksud akan mencium bibir wanitanya.

TOK TOK

"Sasuke, kau sudah siap belum?" sebuah suara terdengar di balik pintu. Orang tersebut mengetuk pintu dan menarik-narik gagang pintu berkali-kali. "Oy, Sasuke! Kenapa pintunya dikunci? Kita jadi makan di Ichiraku tidak?!" Naruto berteriak-teriak dengan kesal.

Hinata menoleh ke arah pintu. Mereka tidak sendirian di kantor. Lalu, Sasuke menarik dagu Hinata agar menatap padanya. "Abaikan saja. Hanya orang iseng," kata Sasuke.

Pria raven itu lalu mendorong tubuh Hinata padanya. Ia mencium dan melumat bibir Hinata dengan mesra. "Apa sekarang kau mencintaiku lagi, Hinata?" Sasuke bertanya saat ciuman mereka terlepas.

Hinata menatap wajah Sasuke yang ada di bawahnya. Pria itu menatap dengan pandangan mendamba, benar-benar ingin mendapatkan jawaban.

"Siapa bilang aku pernah berhenti?"

Sasuke sumringah. Ia membalikkan keadaan. Kini ia yang berada di atas Hinata. Terus menciumi kasihnya tanpa henti meraba-raba. Tanpa peduli Naruto yang masih memanggil-manggil namanya, Sasuke menikmati cintanya sejak dua puluh tahun lalu.

.

.

.

Fin.

Special chapter 18.5 hanya tersedia di KaryaKarsa.

.

.

.

"Serius kita akan berhenti menjual obat-obatan?" Hidan menatap kesal pada pegawai-pegawai baru yang sedang angkut-angkut. "Bahkan permen perangsang juga?! Itu penjualan terbesar kita!"

Konan dan Sasori melirik Hidan yang tampak frustrasi. Sudah enam tahun mereka bekerja di usaha ini. Apa yang Hinata pikirkan tentang perubahan club yang lebih Hyuuga? No drugs, no prositution. Terlalu usaha club yang baik-baik.

"Tahu begini aku ikut Kiba join club Kak Kabuto saja." Konan menghela napas.

"Dan bergabung dengan para musuh Hinata?!" Hidan menatap tak suka. "Kau tidak setia, Konan!" perempuan yang ditatap hanya mengedikkan bahu.

"Omong-omong, waktu itu kau pergi ke mana bersama Hinata, Konan?" tanya Sasori.

"Waktu itu kapan?"

"Waktu Hinata berkunjung terakhir kali."

"Oh." Konan magut-magut. "Mengantar Hinata beli lingerie."

"Apa?!"

"Hah?! Untuk apa Hinata beli begituan?"

Konan mengangkat bahu. "Aku hanya mengantarnya ke toko langganan aku beli stok untuk anak-anak." Konan bersidekap kesal. "Dan jangan ingatkan aku kalau sekarang pakaian-pakaian itu tidak berguna lagi!"

"Aku akan pindah ke cabang Tokyo." Konan dan Sasori menoleh pada Hidan.

"Jangan ngaco! Hinata tidak akan setuju. Kalau pergi, nanti siapa yang bertanggung jawab? Kau yang paling senior!" Konan mengingatkan.

"Sasori bisa menggantikanku. Kalian sudah belajar banyak, 'kan?"

Sasori menghela napas lelah. "Lalu, siapa yang akan menggantikan bagianku?"

TAP TAP

Seseorang berjalan mendekat. Konan dan Sasori bisa melihat seorang pemuda dengan wajah berseri.

"Selamat siang, Senior! Perkenalkan, aku Tanjiro Kamado. Pegawai club cabang Tokyo dan dipindahkan ke cabang Okinawa mulai hari ini." Pemuda berambut merah bata itu membungkuk sopan. "Mohon bantuannya, Senior!"

Hidan tersenyum lebar, menyeringai dengan menyeramkan. Oh, anak baru. Fresh dan cocok untuk dicekoki pemikirannya.

.

.

.