1 PROLOG

Di sore hari yang basah, terdengar suara gemercik air hujan turun ke bumi. Ku nikmati secangkir Cappuccino hangat nan lembut, sambil sesekali melihat kearah luar jendela. Hujan deras kala itu sejenak melemparkan ingatanku pada masa lalu. Masa dimana cinta adalah suatu hal yang paling sakral dalam hidup. Ketika tampanya, engkau tiada berarti.

Aku yang kala itu masih muda, masih terlalu labil untuk merasakan apa itu cinta. Mencintai seseorang yang teramat sangat luar biasa hebatnya. Belum pernah sekalipun aku rasakan cinta sedemikian hebatnya, dengan lelaki manapun yang pernah menorehkan kisahnya dalam hidupku. Entah apa yang sebenarnya aku gilai darinya. Dia mempunyai tinggi badan 167 cm, tak seberapa tinggi untuk ukuran laki-laki. Tubuhnya cungkring, pipinya kempot, mata cekung, warna kulit kuning Langsat dan bibir tipis kemerahan. Berbanding terbalik dengan tipe idealku, yang menyukai laki-laki berkulit eksotis dengan bentuk badan yang atletis.

Teringat pula kenangan saat pertama kali aku bertemu dengannya di Lapangan Basket Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Saat itu aku dengannya masih menjadi MABA yang mendapatkan pembekalan untuk acara Ospek kami keesokan harinya. Dia baris tepat di depanku, sambil celingukan dia menoleh kearahku dan mata kami saling beradu.

"Apa'an sih nih cowok ngeliatnya gitu amat, untung gak kenal kalau kenal udah aku tonjok aja tuh muka." Batinku kala itu.

Tiba-tiba terdengar suara petir menggelegar mengembalikan kesadaranku dari lamunan masalalu. Begitulah awal mula aku bertemu dengannya, seseorang yang kini telah menjadi suamiku. Andai waktu itu ayahku tak memaksaku untuk memilih Jurusan Ekonomi ataupun Jurusan Hukum, dan membolehkanku untuk mendaftar di Jurusan Psikologi seperti yang aku inginkan, mungkin hingga saat ini aku tak pernah bertemu dengannya. Dan jika aku tak pernah bertemu dengannya, mungkinkah aku akan terhindar dari sebuah dosa yang menjerumuskanku pada lubang penyesalan?

avataravatar
Next chapter