16 Berita Baru Hari Ini

"Apa maksudmu?! bagaimana bisa sistem yang berbahaya seperti itu diberlakukan?!" seru Profesor Giddleton pada seorang wanita yang sedang membaca kumpulan berkas satu persatu.

"Andai aku punya kendali lebih daripada sekarang ini. Mungkin aku bisa mengubah ketentuan dan sistemnya. Tapi kau sendiri yang sudah menandatangani surat itu bukan?" balas wanita itu.

"Iya. Ini memang salahku, terlalu banyak yang harus ku baca dan ku tandatangani waktu itu. Sehingga aku tidak membaca surat pengajuan persyaratan itu dengan teliti. Apalagi bagian atas dari surat itu menipuku. Aku jadi tidak menyangka kalau inti suratnya seperti itu." Profesor Giddleton mengurut keningnya, menandakan ia sekarang sangat pusing.

"Lalu apa yang akan kau lakukan selanjutnya?" tanya wanita itu.

"Tentunya yang terpenting adalah memastikan bahwa tes yang kita adakan berjalan dengan aman bagi peserta serta jauh dari jangkauan pers. Aku tidak suka kalau segala sesuatu yang ada di sekolah ini disebarluaskan semaunya oleh mereka," jawab Profesor Giddleton.

Sekarang Profesor Giddleton selaku kepala sekolah Tummulotary Academy. Beserta wakilnya yaitu Profesor Annalee Joynessy sedang berbicara empat mata terkait petisi yang berisi pengajuan tentang proses tes seleksi masuk Tummulotary Academy bagi kalangan Orph.

Profesor Giddleton kaget bukan main, ia merutuki dirinya yang tidak membaca dengan teliti beberapa surat resmi terakhir yang ia terima di Tummulotary Academy. Isi dari surat itu adalah pengajuan penambahan tingkat kesukaran dalam tes yang dijalani. Baik tertulis, maupun fisik.

Proposal sekaligus petisi ini diajukan oleh anggota eksekutif sekolah dan siswa-siwi akselerasi. Tentunya mereka adalah anak-anak dari para bangsawan terpandang. Bahkan surat proposal dan petisi ini memakai prangko resmi kebangsawanan, stempel tinta platina murni seharga delapan puluh ribu platin. Dan kalau sudah menandatangani surat ini, maka tidak ada kata batal.

Dan ada bagian yang sangat dikhawatirkan oleh Profesor Giddleton.

'Selaku pihak kedua dari dan yang mengadakan perjanjian ini. Kami berhak mengubah, merevisi, dan membuat bentuk baru pada tes sedemikian rupa. Segala risiko yang terjadi tidak akan menjadi tanggung jawab kami ataupun pihak pertama (seluruh guru dan staf Tummulotary Academy). Dengan tanda tangan dari pihak pertama, maka pengajuan dan perjanjian ini telah disetujui tanpa ada paksaan sedikitpun.'

Dapat disimpulkan kalau isi dari surat itu adalah, Profesor Giddleton dan seluruh guru lain tidak bisa menolak apapun bentuk perubahan pada tes seleksi nanti. Dan sekarang mereka tidak tahu seperti apa perubahan dan tingkat kesulitan yang telah direncanakan tersebut.

Tentunya ini merupakan ide dari para orang tua murid yang tidak terima kalau anak mereka yang notabenenya merupakan keturunan bangsawan harus satu sekolah dengan para Orph.

"Tersisa dua bulan lebih sebelum tes diadakan. Aku harap mereka benar-benar mempersiapkan diri sebelum tes itu dimulai," ujar Profesor Giddleton.

"Kenapa anda begitu berharap tes ini berlangsung? kenapa anda begitu perhatian pada keselamatan anak-anak Orph tersebut? lagipula ini sudah menjadi risiko mereka. Bersekolah di tempat seperti ini tentunya perlu harga yang setimpal." Profesor Anna menepuk pelan pundak Profesor Giddleton, berusaha menenangkan beliau.

"Pemikiranmu itu justru membuatku semakin cemas Profesor Anna. Aku mengadakan tes ini untuk menaikkan derajat dan mensejahterakan para Orph. Bukan untuk acara kematian massal." Profesor Giddleton menyeruput teh lalu mengambil sebuah kertas.

"Anda hendak menulis apa?" Profesor Anna mendekat dan menilik kertas yang diambil Profesor Giddleton.

"Pengajuan pembatalan perjanjian ini," jawab Profesor Giddleton.

"Anda gila ya? ini sama saja dengan bunuh diri. Apalagi selain keluarga bangsawan, dari departemen pendidikan kerajaan juga sudah mencetak izin perjanjian ini," cegah Profesor Anna.

"Astaga, aku benar-benar gegabah dan kalut. Sebab aku akan merasa sangat bersalah kalau ada jatuh korban pada tes ini," ucap Professor Giddleton.

"Mereka datang ke sini bukan hanya dengan tangan kosong. Pasti mereka juga telah memikirkan dampak, tantangan, dan risiko yang akan mereka hadapi nanti."

"Iya Profesor Anna, aku mengerti. Dan besok kita harus mengadakan rapat dengan semua guru mengenai pemberitahuan mendadak ini. Untung saja bagian departemen pendidikan kerajaan memberi salinan perjanjian ini. Kalau tidak, kita bisa kelabakan," ujar Profesor Giddleton.

****

Sementara itu di dalam ruangan khusus ketua dan wakil badan eksekutif siswa Tummulotary Academy, berkumpullah beberapa siswa dan siswi yang tengah membicarakan sesuatu.

"Aku tidak mengerti, bagaimana bisa para Orph masuk ke sekolah elit kita ini?" ujar seorang siswa berambut coklat.

"Bisa-bisa sekolah kita penuh sampah dan tikus," balas seorang siswa lain dengan gaya rambut melawan gravitasi berwarna hitam.

"Mungkin kepala sekolah punya alasan tersendiri untuk melakukan ini. Lagipula mereka juga tidak akan bisa menyamai kedudukan kita," ujar seorang siswa yang memeliki tatapan setajam elang.

"Aku penasaran, dengan tantangan yang bisa merenggut nyawa itu...para Orph seperti apa yang bisa lolos, khukhukhu," sahut seorang siswi berkacamata sambil terkikik geli.

"Selamat pagi semuanya," sapa seorang siswa lain berambut hitam dengan penampilan yang rapi, ekspresinya santai namun tetap menunjukkan aura kepemimpinan.

"Dari mana saja kau Petter?" tanya siswa berambut cokelat.

"Aku baru selesai melakukan pekerjaan ku, semuanya telah dikirimkan. Ditambah dengan surat petisi dari Keluarga Hardmon. Pasti semuanya berjalan lancar. Dan dari yang aku dapat, rencanamu berhasil Shiren," ujar siswa yang bernama Petter itu sambil melirik ke arah siswi berkacamata.

"Kau harus mentraktirku Petter, aku berusaha cukup keras untuk membuat kepala sekolah dapat dikelabui sampai bisa seteledor itu." Siswi itu membenarkan kacamatanya, "Di Glory Shopmaster ada gaun zamrud merah seharga 20000 goldia, aku mau kau belikan itu. Dan jangan lupa kalung seharga 60000 Arge. Aku tidak mau kalau saat ke pesta musim semi tahun ini gaun ku kalah mewah dari---"

"Ya, ya, ya. Tulis saja semuanya, dan aku akan belikan. Lagipula ulang tahunmu sebentar lagi bukan?" ujar Petter menyela celotehan Shiren. Lalu dia melirik siswa-siswa lain yang ada di dalam ruangan itu.

"Shiren, kau kemanakan hadiah dariku minggu lalu itu?" tanya siswa berambut cokelat.

"Entah," jawab siswi itu mengendikkan bahu. "Pokoknya aku harus dapat hadiah dari kalian semua pada tanggal dua puluh satu ini. Terutama hadiah dari kau Harry."

Di saat mereka tengah mengobrol, tiba-tiba pintu digebrak. Dan muncullah sesosok siswa berambut merah abu-abu dengan poni melawan gravitasi, namun cepak sekali di bagian rambut belakangnya.

"KENAPA AKU DITINGGAL?! ARGHH KALIAN MELUPAKAN AKU!" teriak siswa itu heboh.

"kau terlalu lambat Owlen. Kau terlalu asik berlatih di ruangan olahraga hingga tidak mendengar panggilanku," jawab siswa berambut hitam melawan gravitasi.

"TIDAK!" Owlen menggebrak meja, "KAU BERBOHONG KEN! KAU TIDAK MEMANGGILKU!"

"Ya sudah kalau tidak percaya, aku sudah menyampaikan yang sebenarnya khekhekhe," sahut Ken sambil tertawa.

"Mau kemana Harry?" tanya siswa yang memiliki tatapan mata setajam elang.

"Aku malas, lagipula semuanya sudah dipastikan. Dan...JANGAN MEMEGANG TANGAN KU DASAR DANIEL HAMSBERG BODOH!" teriak Harry.

Hamsberg? Kenapa marga Daniel sama dengan Profesor Giddleton?

Karena Daniel merupakan cucu dari Profesor Giddleton. Namun Daniel bisa menjadi siswa di Tummulotary Academy bukan karena posisi kakeknya tersebut. Namun karena kemampuan dan kecerdasan Daniel yang mumpuni. Malah Daniel kurang suka bila Profesor Giddleton menjadi bayang-bayang dirinya dalam pembicaraan orang banyak.

Sekarang suasana ruangan tersebut sangat ramai, Petter hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia berdehem lalu mengucapkan sesuatu.

"Dan ku ucapkan terima kasih Owlen," ujar Petter dengan berwibawa. Seketika ruangan hening.

"Untuk?" tanya Owlen bingung, dia menghentikan aktivitas menggigit kaki Ken.

"Karena kekuatan petisi dari ayahmu. Setelah menandatangani itu, kepala sekolah tidak akan bisa membatalkannya lagi. Apalagi keluarga mu memiliki garis hubungan darah paling dekat dengan raja." Petter tersenyum ke arah Owlen.

"Ahaha...hehehe." Owlen menggaruk pelan kepala belakangnya yang tidak gatal, menandakan ia tersipu dan tersanjung. "Itu hanyalah hal mudah tapi...KALIAN SEMUA MEMANG SEPATUTNYA BERTERIMA KASIH, HAHAHAHA."

"Petter, urungkan niatmu untuk memujinya. Si anak manja itu sudah semakin gila. Bisa-bisa ia melompat dari lantai ini saking percaya dirinya," ujar Shiren bergidik ngeri. "Lagipula dia hanya merengek ke orang tuanya, tidak lebih."

"Tapi tetap saja dia membantu kita Shiren. Dan...kita semua adalah badan eksekutif siswa-siswi Tummulotary Academy. Kita harus mempertahankan derajat anak-anak berkelas di sini." Petter tersenyum penuh arti. Aura wibawanya bercampur dengan aura intimidasi yang kuat. Tidak salah lagi, ialah ketua badan eksekutif siswa Tummulotary Academy.

"Tapi kita jangan terlalu banyak menentang Profesor Giddleton. Bisa saja ada masalah besar kalau kita terlalu gegabah," ujar Daniel menimpali.

"Kau jangan terpaku oleh Profesor Giddleton," ujar Harry seraya mendekat ke telinga Daniel. "Dasar cucu kesayangan kepala sekolah." Sambungnya dengan ekspresi sinis.

"Ken, kau paling ahli dalam hal ini. Apa rancangannya sudah selesai? aku harap kau tidak setengah-setengah melakukannya."

"Setengah-setengah?" lirik Ken dengan wajah sombongnya, "Kita sudah saling kenal selama lima tahun. Ku harap kau tidak lupa siapa aku. Masih ingat dengan Rey?"

"Si anak culun itu? ku dengar dia lumpuh," sahut Owlen.

"Astaga, simpan hal itu untuk nanti teman-teman. Masih banyak yang harus kita kerjakan," ujar Shiren.

"Lama-kelamaan kita mirip seperti pesuruh saja," gumam Harry. "Apalagi pada semester depan seluruh siswa harus tinggal di asrama sekolah. Baik itu siswa domisili bumi Kerajaan Ellenia ataupun siswa yang berasal dari kerajaan lain. Laporan ini lah jaga itu lah mengawasi apa lah. Hhh meresahkan," keluh Harry.

"Sudahlah Harry, anggota eksekutif siswa yang lain jauh lebih lelah daripada kita. Lebih baik kerja pakai otak daripada otot bukan?" Petter menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum.

Daniel terdiam, dia sangat bimbang. Di satu sisi ia adalah cucu dari Profesor Giddleton, melawan kehendak beliau sangatlah tidak etis dan tidak sopan. Namun di sini dia tidak bisa menolak rencana teman-temannya. Apalagi Petter merupakan seseorang yang pernah berjasa dalam hidupnya.

Setelah semua pekerjaan dan tugas diselesaikan, keenam orang itu meninggalkan ruangan. Daniel pergi ke ruangan pribadinya. Tentunya sebagai seorang anggota utama badan eksekutif siswa sekaligus cucu kepala sekolah. Daniel mempunyai fasilitas pribadi di sekolah tersebut.

"Round wheel," ucap Daniel. Lalu sebuah dinding bercorak coral ungu tua berubah menjadi pintu kayu jati yang besar, kunci yang ada di pintu itu berputar cepat dan pintunya pun terbuka. Kata kunci yang digunakan tentunya berbeda untuk setiap siswa atau siswi.

Daniel membersihkan diri, mengistirahatkan fikiran dan tubuhnya. Namun sekarang hanya tubuhnya yang bisa beristirahat, sedangkan fikirannya masih beradu untuk memikirkan sebuah cara untuk membantu kakeknya namun tidak diketahui oleh Petter dan yang lainnya. Terutama juga oleh Shiren, kekuatan magis tipe enchanternya itu begitu licin dan rumit.

"Dia bisa memanipulasi fikiran seseorang sampai dalam jangkauan radius delapan meter. Pasti kakek waktu itu dalam keadaan sangat lelah dan lengah, hingga tidak menyadari kalau Shiren telah memanipulasi keadaan yang ada disekitarnya." Daniel bermonolog dengan suara sekecil mungkin.

Meski ruangan pribadi milik anggota eksekutif siswa tidak diketahui oleh siapapun terkecuali si pemiliknya. Namun tetap saja ia harus berhati-hati. Suara yang terlalu jelas dalam fikirannya bisa saja terdengar oleh Shiren, dan membuat rencananya akan terbongkar. Dia akan meminimalisir kemungkinan temannya mengetahui kalau dirinya tidak setuju dengan rencana pengubahan bentuk tes seleksi.

"Tapi yang paling utama sekarang aku harus memberi tahu kakek tentang Ken. Setidaknya Kakek tahu harus bagaimana kedepannya. Tentunya aku juga harus mendiskusikan caranya juga dengan Kakek. Karena aku lebih banyak tahu tentang Ken dibanding Kakek."

Lalu Daniel membuat skema dan pola-pola rencananya dikertas. Mempunyai teman seperti Shiren kadang meresahkan juga.

avataravatar
Next chapter