22 Chapter 21.

Masih di taman komplek perumahan Monika dan Albert sekarang ke salah satu tempat untuk mengisi perut mereka. Tempat mereka datangi adalah komplek perumahan Cemara Asri. Ya, tempat yang penuh didatangi oleh kaum suku tionghua dan juga pribumi.

Di sana banyak macam aneka makanan, ada yang pinggir kaki lima juga ada. Ada juga vihara, dan melihat burung bangau. Sekarang mereka berada salah satu tempat sajian makanan yang penuh aneka kuliner.

Albert duduk sangat manis di dekat pepohonan agar tidak terpancar sinar matahari, sebenarnya lebih bagus terpancar sinar matahari apalagi sekarang sudah menuju pukul 10 pagi, mereka saat tiba di tempat ini juga sudah menuju pukul 9.15 pagi.

Suasananya sangat ramai, tidak heran kalau orang sekitar sini suka berkunjung hingga anak-anak sebaya Albert juga ikut bermain. Apa saja bisa di cicipi. Lalu Nico entah ke mana perginya, sejak dimarahi sama Monika karena bikin Albert menangis. Monika juga tidak mau memedulikan suaminya, biarkan pria itu bertindak sesuka hati ke mana dia pergi.

Albert main sendirian di tempatnya, mainan yang diberikan oleh Monika sebelum tiba di komplek perumahan ini. Lalu seseorang anak perempuan menghampiri tempat di mana Albert duduk karena ada beberapa kursi yang kosong.

"Mama! Di sini, Ma!" teriak anak perempuan itu setara dengan usia Albert.

Lalu seorang wanita berbadan dua serta ditemani oleh seorang pria tak lain adalah suaminya sendiri menghampiri tempat di mana putrinya mendapati tempat untuk duduk. Kemudian Albert mendongak dan menghalangi anak perempuan itu untuk berikan tempat duduk yang kosong kepada dua orang dewasa tersebut.

"Itu kulsi sudah ada olang?!" tegur Albert pada anak perempuan itu. Sontak anak perempuan itu pun membalas tegurannya, "Memang ada tertulis nama?"

Albert langsung menggeleng kepalanya pelan, kemudian anak perempuan itu sekali lagi memperhatikan wajah Albert. "Eh? Kamu yang di mal itu, kan?" Anak perempuan itu pun bertanya lagi pada Albert, seolah mereka sudah akrab sekali.

Albert pun memiringkan kepalanya sambil mengingat-ingat anak perempuan seusianya. "Aku Claudia? Masih ingat aku berikan mainan ke kamu, waktu kamu merengek?" lanjut lagi Claudia menjelaskan.

Ingatan seperti Claudia sangat tajam, dia tidak pernah melupakan sesuatu hal yang sudah dia jumpai. Apalagi seperti Albert, walau baru pertama kali bertemu di mal kejadian saat Rui dan Aldo bertengkar karena hal sepele. Di sana Claudia sangat percaya dia tidak pernah lupa dengan wajah Albert yang manis tapi cengeng.

Sedangkan wanita berbadan dua itu adalah Fera dan pria berdampingan dengan istrinya adalah Chandra. Fera dan Chandra juga datang ke tempat ini. Bukan sekali saja, bisa berkali-kali di sini. Karena keinginan Fera sendiri. Entah kenapa Fera selalu meminta suaminya tiap hari Minggu datang ke tempat ini. Padahal masih banyak tempat bisa dikunjungi.

Mungkin saja Fera lebih suka suasana keramaian, Chandra berikan kursi yang kokoh untuk dua fisik ini. Untuk kursi plastik takut tidak kuat menahan berat badan Fera. Fera pun menoleh arah anak laki-laki sibuk dengan mainannya.

Beberapa menit kemudian setelah Monika meninggalkan Albert seorang diri di sana, tanpa takut orang asing menculiknya. Nico pun menyusul ke tempat di mana mereka berada. Ya, karena Nico saat pergi tanpa bilang-bilang, sudah pasti dua orang itu mencari makan.

Di sanalah Nico menghampiri Albert bersama lainnya. Albert langsung mendongak menatap Nico merenggut. "Om Nico kok lama? Albet kan lapar dari tadi?!" tegur Albert pada Nico.

Nico langsung menunduk dan menatap anak laki-laki itu. Lama-lama Nico semakin kesal sama sikap anaknya Aldo. Wataknya tidak beda jauh sama watak Aldo juga. "Kamu pikir aku ini Bapakmu? Kalau lapar beli sendiri sana?!" balasnya semakin sinis saja perkataan itu.

Fera yang mendengar ucapan itu pun ikut menoleh. "Loh, Nico? Kamu di sini juga?" sapanya ramah.

Nico pun merespons setelah namanya disebut, dia kelupaan Albert tidak sendiri tetapi bersama orang asing. Tetap saja Nico tidak menanggapi sapaan dari Fera. Wajar Fera sudah memaklumi sifat Nico suaminya Monika. Fera berpikir kalau Nico ada di sini berarti Monika juga ada di sini, lalu anak laki-laki ini, Fera mencoba mengingat-ingat wajah Albert pernah dia jumpai. Tapi tetap saja tidak bisa dia ingat, pengaruh kehamilan jadi lupa semua.

Albert merenggut dan sudah siap untuk menangis tetapi tertunda, saat melihat siapa yang datang menghampiri mereka. Albert turun dari kursi dan berlari arah wanita itu membawa beberapa makanan yang terbungkus plastik transparan.

"Tante Monik!" teriak Albert dan Nico pun hanya menghela napas sambil bergumam, "Ngadu lagi, paling bilang Om Nico jahat! Dasar anak tidak tau diri!"

Fera bisa dengar jelas gumaman dari Nico, Fera bisa lihat jelas juga sifat Monika pada anak itu sangat antusias sekali. Pantas kalau Nico bete sama anak itu.

"Biasanya kalau cemburu sama anak seperti itu, tandanya kamu harus sabar. Sifat anak kecil seperti dia itu lebih tajam daripada insting orang dewasa," ujar Fera kemudian.

****

"Tante Monik! Om Nico jaat masa suluh Albet beli makanan sendili?" ngadu Albert pada Monika. Monika pun berjongkok, "Benarkah? Dasar pria batu," Monika sempat melirik arah Nico yang duduk bersama seseorang di sana. Lalu dia berdiri dari posisi duduk kemudian menghampiri meja itu.

Albert pun menyusul dan kembali duduk ditempatnya, di sanalah Fera dan Monika bertemu kembali. Lalu Chandra dan Claudia di mana? Chandra dan Claudia sedang cari makanan sekalian beli buat Fera juga.

"Loh, Fera?" Monika tidak tahu yang diajak obrolan sama Nico adalah Fera.

Fera senyum dan menggeser kursi untuk Monika juga. "Sori ya, aku numpang duduk, penuh tidak ada satu tempat yang kosong. Tadi putriku yang temukan tempat kosong di sini," ucapnya seakan tidak enak sama pemilik.

"Ah? Tidak apa-apa, bebas tidak tertera nama juga," balasnya terasa canggung.

Tidak lama kemudian Chandra dan Claudia pun bergabung. Meja ukuran sedang ditempati oleh enam orang bukanlah posisi yang menyenangkan. Albert duduk di posisi tengah sudut meja dan dua pasangan lainnya berhadapan. Sambil menikmati makanan mereka sendiri-sendiri.

"Jadi bagaimana sudah ada hasil?" Fera lebih dulu berbuka suara dari keramaian yang hening selama beberapa jam.

Monika yang diam dari tadi pun merespons, "Hasil bagaimana?" jawabnya kemudian.

"Hasil asmara suami istri dong? Masa hasil sukses kamu, jangan ada aku, kamu jadi bloon begini," cemooh Fera sembari membawa suasana bercanda.

Chandra diam-diam menyenggol siku istrinya, membuat Fera tidak suka. Hingga memasang mata sanggar pada suaminya sendiri. "Apaan sih?" timpalnya.

"Cara bicaramu menyinggung perasaan orang lain," bisik Chandra pelan-pelan dan Fera mengerti maksud dari bisikan suaminya. Dengan teguh pun Fera melirik Nico yang dari tadi diam tanpa mengeluarkan satu patah kata dari mulutnya.

"Ah dia memang sikap begitu, tersinggung bagaimana, kalau pun kalimat dari mulutku ada yang merasa tidak suka berarti memang benar, wanita mana sih bisa tahan atas sikap anggukannya di depan umum, sementara orang yang sabar menghadapi dia itu sambil berlapang dada, dia saja tidak sadar wanita itu jauh lebih egois ketimbang pria. Hanya tidak menunjukkan sikap garangnya kalau sampai membangunkan tanduk tersebut," cemooh lagi Fera panjang lebar tanpa ada lagi titik koma. Bahkan kalimat dia keluarkan pun sangat keras hingga buat yang dibelakang duduk bersama mereka juga terdengar.

Monika langsung menoleh arah Nico, dia perhatikan wajah suaminya. Dia takut kalau Nico merasa sangat tersindir oleh Fera. Fera sih biasa-biasa saja, bahkan Chandra cuma bisa menghela napas panjang. Tidak bisa menghentikan sifat keras kepala istrinya kalau sudah berada situasi terjepit ini. Apalagi Chandra sekali-sekali melirik Nico takut akan terjadi hal buruk gara-gara omongan Fera tadi.

"O ya, Monik. Kamu masih ingat tidak sama Aldo? " Tiba-tiba Fera menyebutkan nama Aldo dan Nico dalam sekejam menghentikan kegiatan ponselnya. Fera langsung menarik seulas senyumannya.

Monika tidak menjawab, dia mulai merasa tidak nyaman akan suasana di tempat ini. Apalagi Fera tiba-tiba membahas soal Aldo. Chandra ingin menghentikan istrinya, tapi Chandra cuma bisa bungkam. Tidak enak sama sekitar tempat yang penuh keramaian.

"Waktu itu dua hari kemarin, aku jumpa sama Aldo di mal, dan terus saat di sini jumpa anak ini. Karena itu aku jadi teringat sama Aldo. Apa dia ada di sini juga?" Fera mulai akting mencari sosok Aldo.

Nico sudah tidak tahan dengan sikap teman Monika yang buat hatinya semakin memanas. Tetapi masih dia tahan, dia sudah berjanji akan sabar walau situasi tidak mendukung.

"Aldo tidak ikut," jawab Monika datar. Fera pun balik menatap tidak percaya.

"O ya? Terus? Anak ini?"

"Titip sementara waktu, soalnya mereka beberapa hari akan dinas keluar kota untuk mengurus proyek kerjasama dengan klien bisnis mereka janjikan," jelas Monika pada Fera.

Nico yang mendengar makin panas, dia tidak peduli dengan lain. Dia bangkit dari duduknya dan memasukan ponsel ke kantong celana. Kemudian Albert mendongak menatap Nico.

"Om mau ke mana?" tanya Albert polos. Monika, Fera, dan Chandra juga menoleh menatap Nico dengan wajah tidak senang.

Merasa diperhatikan seperti itu, Nico pun menarik lengan Albert ke suatu tempat. Albert malah bengong dan mematuhi saja. "Mau lihat bangau, mau ikut?" jawabnya datar.

Albert langsung turun senang, tentu dia mau ikut. Dengan cepat memegang erat tangan Nico. "Mau dong Om! Claudia mau ikut?" Albert kemudian mengajak teman sebayanya. Claudia awal ragu tetap setelah itu Chandra juga beranjak dari kursinya. Membuat dua wanita itu kembali ter bengong.

"Aku sama Claudia lihat bangau dulu, kalau ada apa-apa miss call saja, ya!" Chandra mengelus-elus rambut kepala istrinya. Fera pun senyum agak malu. Sikap romantis Chandra masih belum hilang meskipun sudah punya anak satu tetap kasih sayang selalu untuk keluarga kecilnya.

Setelah dua pria dan dua anak itu berlalu menjauh dari tempat duduk mereka berada. Tinggallah dua wanita di sini, ketika melihat punggung suami masing-masing sudah menghilang dari pandangan.

"Sori persoalan tadi, aku tidak maksud buat suami terlihat kesal. Tapi dia memang sangat kesal setelah aku sebut nama Aldo. Ada hubungan apa dia dengan Aldo? Sampai dia tidak suka banget kalau aku sebut nama Aldo?" ke kepoan Fera pun mulai bertindak.

*****

avataravatar
Next chapter