30 Chapter 30

Suara klakson mobil yang keras dari luar rumah Rintan berhasil menembus masuk ke dalam kamarnya dan hal itu tentu membuat dirinya merasa terusik dan akhirnya bangun dari tidurnya.

"Siapa sih pagi-pagi nyalain klakson kencang banget?" gumam Rintan bertanya pada dirinya sendiri sembari memasang raut wajah yang berekspresi kesal dengan kedua pasang mata yang terpejam dan separuh nyawa yang masih belum lengkap terkumpul.

Beberapa detik kemudian pintu kamarnya diketuk oleh seseorang dan dia mengira pasti itu mamanya yang meminta dirinya untuk segera bangun dan berangkat ke sekolah.

"Rintan!!" keluarlah suara seseorang namun bukan mamanya melainkan suara seorang laki-laki yang tidak dia kenali.

"Siapa sih?" gumamnya sembari beranjak turun dari kasurnya menuju ke pintu kamarnya untuk membuka pintu yang diketuk oleh seseorang yang belum dia ketahui itu.

Rintan berjalan dengan setengah sempoyongan karena jujur dirinya masih mengantuk dan dia melihat alarmnya belum berbunyi menandakan bahwa hari ini masih sangat pagi.

Saat dirinya sudah membuka lebar pintu kamarnya itu sepasang matanya mendapati seorang remaja laki-laki yang tidak lain adalah Marklee yang sekarang datang menggunakan masker di wajahnya sehingga suaranya tadi tidak bisa dikenali oleh Rintan.

Rintan pun terkejut dengan kedatangan remaja laki-laki itu padahal kemarin Mark bilang kepada dirinya bahwa akan menjemput di depan rumah bukannya langsung menggedor pintu di depan kamar.

"Kamu ngapain ke sini? Nanti kalau mama tau bagaimana? Bisa dimarahin aku," ujar Rintan panik pada Mark.

"Tante Rani tau, jadi aku kesini lihatnya cuma mau mengetuk pintu kamar kamu saja agar kamu terbangun dan tidak bangun kesiangan," jelas remaja laki-laki itu pada Rintan dan kemudian membalikkan badannya berjalan menuju ke lantai bawah menuruni anak tangga rumah Rintan.

Melihat hal itu Rintan hanya bisa bengong dan menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya bahwa Mark akan berani datang ke rumahnya sampai mengetuk pintu kamarnya hanya untuk membangunkan dirinya.

Rintan kembali ke dalam kamarnya dan menutup pintu kamarnya setelah itu dia mengambil handuk di dalam lemari dan berjalan menuju kamar mandi untuk mandi dan setelah itu bersiap-siap berangkat ke sekolah.

"Bagaimana bisa aku mandi sepagi ini?"

*

*

**

Pagi hari yang cerah dan mentari sudah bersinar terang menyinari sekolah SMA Brawijaya di mana sekarang Anggika sangat bersemangat sehingga dia berlari kecil menuju ke dalam kelasnya untuk bertemu dengan Revan.

Namun sampainya dia di dalam kelas, Anggika mendapati kedua siswa yang sangat ia kenali dan sangat dia tidak sukai di sekolah ini, siapa lagi kalau bukan Rintan dan Devika yang sangat suka mengganggu Revan.

Anggika berusaha untuk tidak marah ataupun memancing masalah dalam situasi seperti ini karena mengingat hubungan dirinya dengan Revan masih belum baik-baik saja.

Anggika hanya berjalan normal dan santai kemudian dia langsung mendudukkan dirinya di bangku, tepatnya di belakang bangku Revan. Anggika menaruh tasnya dan kemudian membuka serta mengambil buku di dalamnya untuk dia baca.

"Pokoknya besok pada saat acara ulang tahun Marklee, kamu harus datang," ujar Rintan pada Revan.

Revan hanya menganggukan kepalanya mengiakan dan kemudian kedua siswa itu melenggang pergi dari hadapannya menuju kembali ke bangku masing-masing. Anggika yang memperhatikan dan sekaligus mendengar hal itu dengan jelas dia merasa bahwa akan ada sesuatu buruk yang terjadi pada Revan.

Ingin sekali gadis cantik itu memberitahu Revan dan mengingatkan Revan bahwa kedua gadis itu tidak mungkin mengundangnya dengan niat baik melainkan pasti ada niat jahat di dalamnya. Namun apa daya nya jika Revan tidak mempercayainya lagi dan bahkan tidak ingin berteman dengannya.

Anggika hanya bisa memandangi kedua bahu remaja laki-laki itu sembari menghela nafas pelan dan menggelengkan kepalanya pelan tidak bisa memikirkan apa yang akan terjadi jika Revan akan benar-benar datang ke dalam acara itu.

Ditambah lagi seorang Marklee yang sudah berubah menjadi jahat dan pasti akan membully habis-habisan Revan saat datang ke acara ulang tahunnya itu. Anggika harus mencari cara bagaimana dia bisa ikut dalam acara itu agar saat Revan ditindas dia bisa membelanya.

Hal seperti itu harus dicegah dan harus segera dihindarkan dari Revan karena jujur sekali Anggika tidak ingin remaja laki-laki itu tersakiti ataupun direndahkan lagi oleh teman-temannya.

Gadis cantik itu terdiam dan berfikir apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Anggika teringat bahwa ada teman baiknya yang tidak lain adalah Diana.

Anggika berpikir jika dia meminta tolong pada Diana, dirinya akan ditolong dengan sepenuh hati tanpa memiliki maksud atau niat jahat seperti Devika dan Rintan. Gadis cantik itu kemudian mengembangkan senyumnya dan kembali membaca bukunya sampai bel masuk berbunyi.

Jam pelajaran berlangsung sampai selesai dan Anggika tetap duduk di bangkunya sampai memastikan Revan keluar kelas entah ke mana itu yang jelas dia terus mengawasi dan menjaga Revan agar tidak dibully oleh Rintan.

Di sisi lainnya Devika dan Rintan masih terdiam memikirkan apa yang akan mereka lakukan pada Revan yang sekarang sudah ada yang menjaganya dan membelanya siapa lagi kalau bukan Anggika.

"Kenapa sih harus ada Anggika di sekolah kita ini? Dia itu benar level kita tapi jika dia sudah membela si cupu itu dia bukan lagi level kita," ucap Devika pada Rintan.

Pada dasarnya Rintan tidak memiliki sifat dan perilaku seperti Devika yang selalu membeda-bedakan teman dan merendahkan teman. Memang benar Rintan sangat tidak menyukai Revan, namun dia sama sekali tidak pernah menjelekkan teman yang lainnya.

"Tidak perlu memakai level atau apapun itu, tujuan kita sekarang adalah untuk bagaimana caranya mengganggu Revan agar dia tidak bisa bebas begitu aja," ujar Rintan dengan jelas pada Devika.

"Iya tapi si Anggika itu penghalang terbesar kita dalam ingin mengganggu dan menghancurkan Revan sampai dia lelah dan menyerah dan dengan begitu Revan akan keluar dari sekolah kita ini," sahut Devika pada Rintan dan tidak lupa dengan senyuman liciknya.

"Tidak akan mudah bagi kita untuk membuat si Revan keluar dari sekolah ini. Kamu tahu bahwa Revan itu sangat pintar bahkan beberapa kali Revan memenangkan ajang perlombaan nasional bahkan sampai ke internasional," jelas Rintan apa adanya pada Devika.

"Tetap saja jika dia lemah dan bodoh tidak berani melawan kita berdua dan selalu diam saat kita berdua bully," ucap Devika pada Rintan.

"Memang seperti itu definisi orang pintar. Saat direndahkan dia diam, dan orang yang bodoh selalu saja berbicara dan bertindak dengan tindakan yang tidak bermutu dan tidak berguna bahkan sering merugikan dirinya sendiri," sahut Anggika yang baru saja datang sengaja memotong ucapan Devika.

Devika yang mendengar hal itu dari Anggika langsung dia spontan marah dan ingin menjambak rambut Anggika. Namun melihat situasi di sekelilingnya yang ramai banyak siswa-siswi yang memperhatikan dirinya, Devika menjadi mengurungkan niatnya dan dia pasti akan membalas Anggika lebih dari ini.

Anggika hanya meninggalkan senyum manisnya dan kemudian melangkah pergi dari kedua gadis cantik itu.

"Yang bodoh itu kamu. Pasti kalau Revan tau dia akan habis," ucap Rintan sembari memandang punggung gadis itu yang sudah mulai menjauh dari pandangannya.

avataravatar
Next chapter