32 A CALL

BLAR..

Ayunan demi ayunan tongkat dan serangan belati cakram terus menghujani Nakula. Nakula melompat dengan gesit, menghindari tiap-tiap serangan dari si kembar dengan mudah.

"Kalian membabi buta, apa kalian tak menggunakan insting kalian?" Nakula merasa sebal. Walaupun mudah menghindar i serangan mereka, tapi ia tak punya kesempatan untuk membalas.

"Lena."

"Baik."

Lena mengayunkan tangannya dan melemparkan Lina. Lina memukul Nakula, Nakula sengaja menerima pukulan Lina agar bisa menangkap wanita itu.

"Berubahlah, Kid!!" Tiba-tiba Lina berubah menjadi seekor serigala dan menggigit bahu Nakula.

"Argh...!" Nakula menahan rasa sakit yang mengkoyak bahunya.

"Shit!!!" Nakula merubah dirinya, lalu memukul kepala Lina sekuat tenaga.

"Ngggiikk...!!" Lina terpental kesakitan.

Nakula merasa bahunya sangat sakit, pasti tulangnya hancur.

"GRRAAAARRRGGGHHHH!!!!!" Nakula berteriak, mengumpulkan tenaganya. Menghilangkan emosinya, rasanya sangat menyebalkan saat kau terluka hanya karena seorang serigala wanita. Luka di bahunya menutup cepat.

"Matanya???!!!" Lena terkejut saat membantu Lina bangkit.

"Kenapa halfwolf sepertinya punya mata itu?" Lina melirikan ucapannya.

"Kenapa dengan mataku?" Nakula mendekati keduanya, kedua wanita itu bergetar. Mereka bergidik saat melihat mata Nakula yang coklat kemerahan dan semakin menyala terang saat emosinya memuncak.

"Tidak ... tidak mungkin."

"Iya, hanya Lord yang akan memilikinya. Hanya Lord yang layak menjadi True Alpha selanjutnya." Bibir Lena sama bergetarnya dengan Lina.

"Katakan apa yang kalian tahu? Kenapa dengan mataku?" Nakula tak menyadari bahwa takdirnya saat ini jauh lebih besar dari pada apa yang sedang ia pikirkan.

"Tidak ... ini pasti hanya kebetulan." Lena bangkit, mengumpulkan kekuatan dan menyerang Nakula dengan cakram belatinya.

BRUUKK!!!

Nakula menghindar, ia memukul Lenna tepat pada tengkuknya. Sekejab kemudian Nakula menancapkan cakram milik Lena pada leher wanita mungil itu. Darah merah kehitaman mengalir membasahi jalanan. Lena tercekat, ia memegang lehernya dan dengan tertatih-tatih tubuhnya tersengkur ke belakang.

"LENNAAA!!!" teriak Lina.

Nakula memandang jijik pada kedua wanita itu. Dengan tanpa belas kasihan Nakula mencabut cakram yang menancap di leher Lena. Darahnya muncrat membasahi bulu hitam Nakula.

"Kau akan aku bunuh dengan cara yang sama kalau tak mau bicara!!" Nakula mendekati Lina.

Lina diam terpaku, ia ketakutan. Dominasi Nakula membuatnya membeku. Atmosfirnya terlalu berat.

"Apa yang kau tahu tentang mataku?" Naku melangkah semakin dekat.

"Aku tidak akan mengatakannya." Tangis Lina sedih, ia menangisi kepergian kembarannya.

"Baiklah kalau itu yang kau mau." Nakula mencekik Lina naik, mengangkat tubuh wanita itu dengan mudah. Tangan yang lainnya mengayunkan cakramnya sekuat tenaga.

Dor dor dor..

"Arghh!!" Nakula memekik kesakitan. Lagi-lagi sebuah peluru silver bersarang di pahanya. Kenapa ada saja orang yang mengganggunya saat akan mengakhiri pertarungan.

"Naku, lepaskan dia!! Atau aku akan membunuhmu."

"Brengsek!! Kau selalu saja menggangguku, Paman." Nakula menyadari bahwa Yorislah yang menembaknya.

"Lepaskan dan pergilah."

"Tidak, aku harus membunuhnya." Nakula tak ingin harga dirinya rusak karena dilukai oleh seorang wanita.

"Jangan salahkan aku kalau begitu." Yoris kembali menarik pelatuk pistolnya, namun tiba-tiba teriakan terdengar.

"TIDAKK!! Jangan sakiti, Naku!!" Teriak Liffi.

Dalam suasana yang mencekam Liffi tiba-tiba hadir di tengah Yoris dan Nakula. Menghalangi Yoris untuk membunuh Nakula, memasang badan untuk pria itu. Yoris tertegun dengan kehadiran gadis ini.

"Liffii!!!" panggil Nakula kencang.

"Naku!! Apa kau terluka?" Liffi masih memasang badannya dan terus menatap ke arah Yoris.

"Liffi pergilah!! Jangan ikut campur, kau bisa terluka." Nakula melepaskan Lina, dengan terpincang-pincang Nakula mendekati Liffi.

Liffi memandang Yoris dengan iba, meminta dengan sepenuh hati agar Yoris melepaskan Nakula. Yoris pun memandang Liffi dengan keheranan. Liffi membuat memorynya kembali terulang, memorynya bersama dengan wanita yang paling di cintainya dulu.

"Siapa namamu?" tanya Yoris gagap.

"Liffi."

Yoris lemas, ia menurunkan handgun dari pose siaganya. Pertemuannya dengan gadis itu membuat hatinya semakin hancur. Kenapa takdirnya begitu pelik? Kenapa gadis itu muncul di tengah-tengah mereka saat ini? Padahal sebentar lagi keinginannya bisa tercapai.

Nakula semakin mendekati Liffi, takut Liffi akan terluka karena Yoris. Walaupun tak terlihat adanya pergerakan apa pun dari Yoris, tetap saja Nakula sangat khawatir.

Lina yang melihat sebuah kesempatan bangkit. Ia mengumpulkan tenaganya yang mulai pulih. Dengan kecepatan terbaiknya ia menyahut cakram belati milik Lena yang dibuang Nakula. Lina ingin menancapkannya pada jantung Nakula, mengkoyaknya sampai kehabisan darah.

Dor!!

Yoris mengangkat pistolnya dan menembak tepat di tengah-tengah dahi Lina. Peluru silver itu mengkoyak otaknya dan membuat Lina mati saat itu juga.

"Kenapa kau melindungiku?" Nakula yang telah memeluk Liffi keheranan dengan perlakuan Yoris. Kenapa pria tua itu sangat plinplan? Bukankah tadi ia melarang Nakula membunuhnya? Kenapa sekarang malah dia sendiri yang membunuh wanita itu?

"Aku tak melindungimu, Naku. Aku melindungi gadis itu." Yoris menunjuk ke arah Liffi yang bergetar tak karuan.

Kaki Liffi lemas dan tak bertenaga. Cukup sudah menahan rasa takut, kini ia masih harus melihat pembantaian demi pembantaian dari kaum werewolf mau pun manusia.

"Liffi. Kau tidak apa-apa? Hei, Girl. Lihat aku! Kau baik-baik sajakan?" tanya Nakula khawatir.

Liffi mengangguk dan membalas pelukan Nakula. Nakula pun memeluk Liffi lebih erat, ia bersyukur Liffi baik-baik saja.

"Aku pergi." Yoris tak kuasa melihatnya, ia memilih untuk pergi meninggalkan Nakula dan juga Liffi. Yoris memungut mayat kedua shewolf itu sebelum kembali ke mobilnya.

"Naku, kau terluka?" Liffi langsung menutup mulutnya saat melihat paha Nakula yang berdarah.

"Arrhhh!!" Nakula tersungkur menahan rasa sakitnya.

"Kenapa kau tidak segera sembuh, Naku?" Liffi keheranan.

"Ini peluru silver, Liffi. Kelemahan semua werewolf." Naku memanjangkan kukunya.

"Apa yang akan kau lakukan, Naku?"

"Tutup matamu Liffi." Naku memeluk Liffi dengan tangannya yang lain.

"ARGH!!!!" sementara tangan itu menyobek daging pahanya untuk mengambil peluru silver.

"Hah ... hah ... hah ...." Nakula mengatur napasnya yang menderu karena rasa sakit.

"Naku?" Liffi menangis. Ia memandang wajah Nakula yang kesakitan dengan hati sedih, ia ikut terluka merasakan rasa sakit yang di alami Nakula.

"Aku tidak apa-apa. Jangan menangis, Girl!!! Kau terlihat jelek saat menangis." Goda Nakula disela-sela rasa sakitnya, membuat Liffi kembali tersenyum.

"Ayo kita pulang, Naku. Kita obati lukamu." Liffi membantu memapah Nakula berjalan.

"Baik."

ooooOoooo

Liffi mengantar Nakula kembali ke apartemennya. Penthouse mewah itu membuat Liffi tercengan tak percaya. Ternyata bukan hanya Sadewa yang punya rumah semewah itu, Nakula pun punya. Ah memang tidak bisa dipungkiri, mereka adalah pewaris perusahaan besar, WIN enterprise. Tentu saja keduanya sangat kaya.

"Masuklah, Liffi!" Nakula mulai bisa menggerakkan kakinya lebih leluasa. Lukanya berangsur-angsur menutup.

"Wah, hebat." Liffi terkagum.

"Kemarilah." Nakula mengajak Liffi duduk pada kursi sofa, ditangannya sudah ada kotak P3K.

"Aku tidak apa-apa, Naku."

"Tetap saja, harus diobati atau akan membekas." Nakula menarik tangan Liffi dan mengoleskan obat merah pada goresan lukanya.

"Harusnya kau yang memperoleh perawatan." Liffi tersenyum, bukankah Nakula terlihat lebih menderita darinya.

"Aku akan sembuh saat kau menciumku, Liffi." Naku membalas senyuman Liffi dengan senyuman yang tak kalah manis.

Wajah Liffi merona merah, ia sangat tertarik dengan senyuman Nakula. Liffi langsung membuang pandangannya, menatap keluar jendela. Mungkin hatinya tak bisa memungkiri kalau ia sangat meninginkan Nakula saat ini, tapi akal sehatnya selalu mengingatkannya pada sosok Sadewa.

"Hei, Girl. Apa yang kau pikirkan?" Pertanyaan Nakula membuat Liffi tersadar dari lamunannya.

"Tidak, aku hanya merasa pemandangannya sangat cantik." Liffi mengalihkan pembicaraan. Saat itu jalanan malam memang sangat cantik, berkerlap-kerlip penuh lampu kendaraan. Dan terlihat bagaikan langit yang bertaburkan bintang dari kamar Nakula dilantai 10.

"Kau juga sangat cantik, Liffi." Naku membenamkan wajahnya pada ceruk leher Liffi, menghirup aroma bunga fresia dalam-dalam.

"Naku." Liffi mengelus rambut Nakula.

Nakula mengangkat wajahnya dan mendekati Liffi. Ia mencium bibir Liffi, melumatnya dalam dan penuh irama. Liffi sama sekali tak menolaknya, rasa manis dengan aroma Vanila membuatnya semakin menginginkan Nakula. Liffi menikmati permainan lidah Nakula yang terus bergulat di dalam mulutnya. Bertukar rasa manis.

Nakula merasa tubuhnya penuh, jiwanya semakin kuat saat ia mencium lekat dan melumat bibir Liffi dalam-dalam. Nakula menginginkan hal lain yang lebih dari sekedar berciuman, ia ingin bercinta dengan mate-nya. Dengan kekasihnya.

Nakula melepaskan bajunya, ia mengangkat tubuh Liffi ke atas pangkuannya. Tangannya mulai masuk ke dalam kaos Liffi, mengelus hangat perut rampingnya. Tanpa bertanya Nakula telah berhasil melepaskan pakaian Liffi.

"Naku, jangan begini." Liffi mencoba menolak, tapi Nakula sama sekali tak mengindahkannya.

Naku menahan kedua tangan Liffi di belakang. Sementara tangannya yang lain sibuk mengabasen setiap inci kulit mulus Liffi. Mulutnya mulai menyesap telinga, leher, dan turun sampai ke depan wajahnya, yaitu dada Liffi.

"Naku!! Hentikan... Arg..." Liffi mulai merancau. Ia ingin menghentikan Nakula, tapi tubuhnya juga menginginkannya.

Krrring.. 🎶

Bunyi ponsel Liffi memecah keheningan.

Liffi melirik ke atas meja. Nakula menghentikan cumbuannya, membiarkan gadis itu untuk mengangkat telfonnya.

Siapa yang menelfonku di malam selarut ini? pikir Liffi. Ia bergegas untuk mengangkat telfonnya

Sadewa is calling...

Liffi menutup mulutnya. Kaku... apa yang harus dilakukannya? Apa yang harus di katakannya?

ooooOoooo

Hallo, Bellecious

Jangan lupa vote ya 💋💋

Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️

Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana

avataravatar
Next chapter