1 Bab 1

Bagi sebagian orang hidup adalah sebuah kebahagian, mereka dapat mewujudkan setiap keinginan mereka bahkan tanpa perlu bekerja keras, Seakan-akan semesta selalu berpihak pada mereka. Tetapi bagi sebagaian lainnya hidup tentu tak seberuntung itu, jangankan mendapatkan keinginan dengan mudah, dengan bekerja sangat amat keras pun mereka belum tentu bisa mendaptkannya. Dunia Nampak terlalu kejam bagi mereka. Mereka yang hidupnya tak beruntung bahkan tak sempat memikirkan kebahagian, yang mereka tau hanyalah memikirkan cara untuk mampu bertahan satu hari lagi, begitu seterusnya.

Dan Monica Larissa adalah satu dari golongan manusia yang kurang beruntung itu. Dengan wajah biasa dan tubuhnya yang gempal tentu saja membuatnya sulit memenangkan banyak perhatian, ia seringkali kalah dalam berbagai hal. Penghinaan,sindirian, menjadi bahan perbandingan sudah menjadi makanan Monica sehari-hari. Ia tak aneh jika banyak orang lain yang suka mengatai dirinya atau menjadikannya pilihan terakhir dalam hal-hal baik. Bagaimana mungkin orang lain tidak melakukan itu jika keluarganya sendiri melakukan hal yang sama. Ibunya yang terus membandingkannya dengan sang adiknya, Keluarganya yang hanya menatap hal buruk dari diri monica tanpa pernah memandang kebaikan Monica Atau memang Monica tak memiliki hal baik apapun.

Di usianya yang sudah 25 tahun Monica baru saja menyandang gelar sarjananya. Hal itu di sebabkan karna Ia yang harus berkuliah sambal bekerja. Ia bukan anak pintar yang mampu berkuliah dengan beasiswa seperti adiknya,bukan juga anak orang kaya yang bisa di bayari penuh oleh orang tua. Sejak kepergian ayahnya mau tak mau Monica menjadi tulang punggung bagi keluarganya, ya meskipun di bantu oleh Ibunya yang membuka warung makan.

Hidupnya yang terbilang sulit dan keras membuat Monica tak percaya dengan ap aitu keajaiban, hanya saja Ia yakin satu hal bahwa jika Ia terus bekerja keras dan melakukan semua hal dengan tulus Ia pasti akan mendapatkan kebahagian. Ya,monica mempercayai itu. Meski belakangan kepercayaan itu pun perlahan memudar.

***

Monica membawa banyak tumpukan file dan meletakan di atas meja kerjannya. Monica sudah bekerja di tempat ini kurang lebih 5 tahun. Ya, sejak Ia memutuskan untuk keluar dari kampus negeri dan masuk ke kampus swasta kelas karyawan agar bisa berkuliah sambil bekerja. Diantara semua hal buruk dalam hidupnya, Monic masih memiliki satu hal baik yang sangat Ia syukuri. Mungkin satu-satunya hal yang membuatnya mampu bertahan hingga detik ini, Denis.

Denis Adhiswara, Pria yang sudah monica kenal sejak delapan tahun lalu. Pria yang sangat baik menurut Monica, bagaimana tidak jika hanya Denis yang mau untuk menjadi temannya. Ia sangat menyanyangi Denis, bagi Monica Denis sudah selayaknya saudara kandung, bahkan Monica lebih sayang kepada Denis dibandingkan kepada Magisha,adik kandungnya.

Setiap kali melihat Denis, Monica merasa lebih beruntung. Denis memiliki kehidupan yang lebih susah dari monica. Ia sama seperti monica sudah tidak lagi memiliki ayah dan hanya ada ibunya yang terus berusaha menghidupi dirinya juga ke empat adiknya. Denis dating dan berkuliah di Jakarta berkat beasiswa penuh yang Denis dapatkan. Niatnya jelas,ia ingin merubah kehidupannya.

Sama-sama datang dari keluarga yang susah membuat Denis menjadi akrab dengan Monica. Monica ingat bagaimana Denis datang ke kampus dengan pakaian yang sudah sangat usang. Mereka saling bercerita banyak hal, hingga suatu hari terjadi sesuatu pada Denis juga Monica, mereka terancam tidak bisa melanjutkan kuliah mereka. Monica menentang Denis yang ingin berhenti, Ia memilih untuk mengundurkan diri dari kampus dan bekerja untuk membantu kehidupan keluarganya dan juga untuk membantu Denis agar dapat bertahan dengan kuliahnya.

Denis yang cupu dan kampungan perlahan berubah menjadi pria yang mempesona dan tampan, meski begitu persahabatan mereka tetap berlanjut.

“Semangat..!” ucap pria tampan lengkap dengan pakaian formalnya dan menepuk pundak Monica. Ya, Pria itu adalah Denis yang saat ini bekerja satu kantor dengan Monica. Tentu saja adanya Denis di kantor itu tak lepas dari peran Monica. Monica lah yang membantu Denis untuk bekerja di sana dan saat ini Denis memiliki posisi lebih tinggi dari monica, tentu saja karna Denis yang sudah S1 lebih dulu saat melamar pekerjaan.

Monica mencebik,namun kemudian tersenyum tipis dan mengangguk. “thank you” ucapnya tanpa suara.

“gua pasti akan mempromosikan lu kalau gua punya kesempatan..”

“I know… udah masuk sana, rapat udah mau mulai.” Ucap Monica

Denis tersenyum dan mengangguk, “Bagaimana penampilan ku?” tanya Denis

Monica tak mengatakan apapun hanya mengangkat satu jempolnya yang Denis yakini bahwa itu artinya penampilannya sudah sempurna.

“gua nervous… kalau ini berhasil gua teraktir lu makan oke?”

“iya lah harus,,,!”

Senyum Denis mengembang lebi lebar, Ia mengusap kepala Monica lalu meninggalkan Monica.

Monica menatap kepergian Denis, terkadang Ia tak menyangka sudah bersahabat dengan Denis begitu lama. Monica tidak tau akan bagaimana kehidupannya tanpa denis nanti. Ia tidak dekat dengan siapapun bahkan dengan keluarganya sendiri. Ia hanya berharap suatu hari nanti sekalipun Denis harus menikah, Denis akan memilih Istri yang tetap mengizinkan dirinya bersahabat dengan Denis.

***

Setelah hampir tiga jam di dalam ruangan satu per satu peserta rapat itu pun keluar, termasuk Denis. Monica lah yang pertama kali Denis cari, Ia melambaikan tangannya pada Monica yang meskipun nampak sibuk namun tetap tersenyum pada Denis. Denis sudah akan mendekat kalau saja ia tak di panggil oleh teman-temannya yang lain dan di paksa untu pergi dengan mereka. Monica hanya tersenyum melihat Denis. Tidak, ia tak sedikitpun merasa marah justru ia merasa sangat amat bahagia. Ia senang jika Denis memiliki banyak teman, Ia senang jika Denis sudah bisa bergaul. Lagi pula Ia percaya bahwa denisnya akan tetap menjadi Denis, tidak akan pernah meninggalkannya. Dan hal itu terbukti saat ponsel monica mendapatkan pesan.

Senyum monica semakin melebar saja membaca pesan itu.

_Yeayyy! Persentasi gua diterima! Gua mau bilang langsung, tapi kata lu gua harus bersosialisasi. Tapi gua janji nanti gua traktir makan malem._

Monica belum membalasnya, ia hanya menatap ponselnya. Ya seperti itulah Denis, pria paling baik yang ia kenal. Andai saja ada satu pria seperti Denis yang bisa mencintainya Ia pasti akan sangat bahagia.

_ Ca.. lu marah sama gua? Ca maaf. Gua balik deh_

Tangan Monica menutup bibirnya sendiri, Denis selalu saja nampak menggemaskan.

*Engga gua ngga marah, have fun ya.. Iya lu harus bergaul.*

_Ah engga ah.. lu pasti marah. Cewek kan gitu_

*Heh! Emang lu berapa lama sih kenal gua, emang gua kaya gitu?*

_Ya kadang, serius ngga marah nih?_

*Iya, asal teraktirannya double*

_Jangan Double! Katanya mau diet! Inget minggu besok ada arisan keluarga, nanti lu di kata-katain tambah gendutlah,apalah!_

*Gua udah biasa*

_Gua yang engga! Gua ngga terima! Jadi gua ngga mau lu di katain, (Titik)!_

Monica menggelengkan kepalanya Denis selalu tau cara membuat dirinya bahagia,

*uuhhh..to tweett.. halah bilang aja ngga mau rugi*

_Wkwkwk.. iya dong_

*Yaudah sana,simpen tuh hp*

_iye Ibu prsedien_

Monica kembali meletakan ponselnya, Ia harus segera menyelesaikan pekerjaanya agar bisa pulang dengan Denis. Sebenarnya Denis akan tetap menunggunya. Namun Ia tak mau itu, Ia tak mau menyusahkan siapapun apalagi Denis.

***

Jam sudah menunjukan pukul tujuh malam, para karyawan lain sudah banyak yang pulang. Kecuali beberapa staff umum yang masih sibuk dengan pekerjaan termasuk Monica. Denis menhampiri meja monica.

“Ca makan dulu yuk, nanti gua sakit”

“kok lu masih di sini? Kan gua bilang gua lembur, makannya besok aja” ucap Monica.

Denis menggeleng, “gua ngga nunggu lu, gua masih ada kerjaan tadi”

“Yaudah lu balik sana”

“Ya lu juga, kerjaan kan bisa besok” saut Denis

Monica menggeleng, “You know me lah.. gua ngga akan bisa pergi dengan nyaman kalau gua ninggalin kerjaan” ucap Monica. Denis mengangguk, ia meletakan tasnya dan menggulung lengan kemejanya lalu menarik kursi kosong di samping Monica dan duduk di sana.

“eh mau ngapain?”

“Bantuin cewek keras kepala ini lah, Apalagi.”

“Engga ya, lu pulang. Besok lo banyak kegiatan penting. Lu itu punya tipes dan gampang sakit,jadi lu pulang”

“Biarin kalau gua sakit jadi salah lu” jawab Denis ringan.

Monica menghela napasnya.

“Deniss! Keras kepala banget sih lu”

“Samaan dong kita” jawab Denis,

Denis akan mengambil laptop Monica namun Monica menepuk tangan Denis.

“Pulang gak!”

“ca..”

“Pulang!”

Denis menghela napasnya, “Yaudah gua ngga bantuin, gua kerja juga.”

“Pulang”

“PPT gua buat besok belum selesai..”

Tangan Monic terulur meminta sesuatu pada Denis, “Sini gua yang selesain”

Denis menggeleng.

“Sini Denis, lu baru sembuh sakit gua ngga mau sakit lagi. Kecuali lu mau ibu lu khawatir”

Denis berfikir sesaat, lalu memberikan flash disk pada Monica. “Tapi kalau lu udah capek ngga usah di kerjain,telfon gua aja”

“Gua tau limit gua, bukan kaya lu”

Mata Denis masih menatap Monica bimbang, “Sorry,,thank you.”

“Pulang”

Dengan tak Rela Denis pun berdiri dari tempatnya dan bersiap untuk pulang.

“hati-hati”

“Lu yang hati-hati “ saut Monica

Denis pun dengan enggan meninggalkan Monica.

***

Bukannya pulan ke rumah, Denis justru pergi dengan beberapa teman kuliahnya dulu.

“wuih.. calon menejer kusut banget mukannya”

Denis menggeleng,

“jangan bilang mikirin si gendut itu” celetuk salah satu teman Denis

“Jangan begitu, dia temen gua” jawab Denis yang langsung di tertawakan oleh teman-teman lainnya.

“oh come on, lu hampir aja bikin kita percaya kalau lu sayang banget sama si gendut itu.” Ucap yang lainnya.

Denis tak mengatakan apapun, Ia hanya menghela napasnya. Jujur saja sejak awal Ia tak bermaksud memanfaatkan monica, hanya saja semua kebaikan Monica membuatnya menjadi terbiasa untuk memanfaatkan Monica.

“atau jangan-jangan kamu suka lagi sama si gendut itu?!” sergah salah satu wanita cantik yang tak lain adalah Clara kekasih Denis.

“Enggalah, aku belum buta kali, ya aku kan sama Monica temenan cukup lam” ucap Denis

Clara mendengus kesal “kalau ngga karna dia menguntungkan buat kamu, udah aku suruh kamu jauh-jauh dari si gendut itu.”

Denis menggapai tangan Clara, “Sabar ya, oh ya kalau aku jadi menejer aku pasti butuh seketaris nanti kamu daftar ya di kantor aku?”

Clara menghela napasnya lalu mengedikan bahunya.

***

avataravatar
Next chapter