1 Bab 1.Ayahku yang tempramental

Aku seorang anak sulung panggil saja aku iska, tumbuh besar dalam keluarga sederhana membuatku mandiri. aku yang sekarang sudah berusia 23 tahun menuntut keadaan bahwa aku harus membantu kedua orang tuaku. Rumah kecil dengan beratap langit biru, pintu dari selembar bambu dan tidur beralaskan tanah.

Keenam adik ku masih bersekolah di daerah tempat tinggalku. semua berjalan dengan baik setelah aku diterima sebagai kepala pengelola kayu di sebuah perusahaan besar dikota bandung.

Sedikit demi sedikit aku telah membantu perekonomian kedua orang tuaku, dengan penghasilan yang lumayan besar bagi gadis desa seperti ku, tak cukup sampai disitu aku terus bekerja keras dari pagi sampai malam hari untuk melunasi hutang ayahku.

Semua pengorbanan dan usaha yang kulakukan tak cukup puas membuat ayahku terus menekan dan menyiksa batinku, semua terjadi karena ayahku seorang pemabuk berat dan suka berjudi. setiap malam ibu selalu menelponku memberitahu keadaan yang terjadi di dalam rumah kecil yang aku tinggali semasa kecilku.

Sampai akhirnya aku ingin berkunjung kerumah kedua orang tuaku, karena hampir 1 tahun lamanya aku meninggalkan rumah demi menyambung hidup untuk keluargaku.

Pukul 03.40 dini hari aku terbangun dan menunaikan shalat shubuh dan bersiap untuk pulang kerumah, sesampainya dirumah aku dikejutkan dengan suara pecahan piring yang dilempar "pyarrr" suara piring terjatuh.

ternyata ayahku sedang memarahi ibu karena tak ada makanan yang bisa dimakan untuk sarapan.

segera aku menghampiri mereka dan membantu saat ayah sedang mencekik leher ibu. aku bertanya kepada ayah "apa yang sedang terjadi kenapa sampai ayah memarahi ibu dan melempar piring kearah ibu sembari mencekik leher ibu" ucap iska terhadap ayahnya.

emosi yang tak terkendali membuat ayah iska tambah marah dengan pertanyaan itu, tiba-tiba sang ayah langsung menampar iska dengan tangan kanannya dan mengatakan "kau tidak tau apa-apa lebih baik kau tidak usah pulang, dasar anak tidak berguna, bukanya kerja malah pulang kerumah dan terus bicara saja seperti ibumu yang bodoh itu" ucap ayah iska.

iska yang terkejut dengan perlakuan sang ayah menangis tersedu-sedu sambil memegang pipi kanan yang kesakitan karena tamparan sang ayah.

dimas dan dodo terbangun dari tidurnya mendengar pertengkaran ayah dan ibu, aku yang masih kesakitan karena bekas tamparan ayah segera menggendong dua adik kembarku yang masih berusia 11 bulan diatas tempat tidur beralaskan daun kelapa, ku bawa keluar rumah adik kembarku sambil menenangkan agar tidak menangis lagi.

saat itu ibu menemuiku dan memberi tahu bahwa uang yang selalu aku kirimkan untuk biaya sekolah adik perempuanku rani dan silvia yang kini sedang duduk dibangku sekolah SMA dan tono yang sudah kelas 2 SMP dan tini yang masih kelas 4 SD diambil paksa oleh ayahku untuk berjudi dan mabuk-mabukan.

sementara beberapa hari terakhir adik-adik ku hanya makan 1 kali dalam sehari karena sama sekali tidak punya uang untuk membeli bahan makanan.

hati terasa sesak mendengar pernyataan dari ibu bahwa keluarganya sedang menghadapi masalah besar ditambah lagi rani adik perempuanku yang sering bolos sekolah dan memilih bermain bersama teman-temannya, padahal beberapa bulan yang akan datang rani akan menghadapi sebuah ujian kenaikan kelas 3 SMA, tak cukup sampai disitu tono yang mengalami masa pubertas dan semakin tingginya kasus kenakalan remaja membuat adiknya terjerumus dalam kesesatan dalam pergaulan bebas. sudah 4 hari ini tono tidak pulang kerumah, tetangga sering membicarakan keluargaku bahwa tono saat ini berkeliaran dilampu merah dekat kantor kecamatan, isu yang beredar tono ikut dalam kelompok anak punk dan mengamen di sepanjang jalan dan pertokoan dekat jalan raya.

sementara ibuku mempunyai penyakit darah tinggi dan hanya hidup dalam 1 ginjal saat waktu aku kecil ginjal sebelahnya tidak aktif lagi, kini yang tersisa hanya 1 ginjal tersebut.

antara bingung dan gelisah apa yang harus kuperbuat untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi keluargaku, tiba-tiba ada yang memanggil ayahku "No karno keluar kamu kalo tidak keluar dalam hitungan 3 detik akan ku bakar rumah reyotmu ini" ucap sosok laki-laki berbadan besar dan berotot dilenganya.

aku yang berada tidak jauh dari pintu rumah mendengar hal tersebut langsung keluar dan menemui mereka, ada 5 laki-laki di depan rumahku dan ternyata mereka anak buah dari pak candra (konglomerat) di desa ku yang terkenal sebagai rentenir yang ganas dan siap berbuat apa saja yang dia kehendaki.

saat itu juga aku bertanya apa keperluan mereka datang kerumah dan berteriak mencari ayahku. salah satu laki-laki berperawakan kurus menjawab pertanyaanku "mana ayahmu, suruh keluar dan segera melunasi hutang 17 juta kepada pak candra, dan kalau tidak keluar maka dengan sekejap aku dan kawanku akan membakar habis rumah tua ini" sahut laki-laki tua kurus itu.

mendengar semua itu aku segera memanggil ibu di dalam kamar yang sedang menyuapi dimas dan dodo. dengan nafas yang panjang aku berusaha menyampaikan bahwa ada orang di depan pintu sedang mencari ayah, ibu yang terkejut bertanya kepadaku "siapa ka yang mencari ayahmu, apakah anak buah pak candra??" dengan wajah ketakutan ibu bertanya kepadaku.

"iya bu di depan ada anak buah pak chandra dan mereka mengancam akan membakar rumah ini" ucap iska yang merasa bertanya-tanya apa yang sedang terjadi

dengan tergesa-gesa ibu keluar dan menemui kelima laki-laki tersebut dan mengatakan bahwa ayah tidak ada dirumah.

pemimpin anak buah pak chandra memperingatkan bahwa hutang suami anda harus segera lunas dalam 3 bulan ini, kalau tidak dengan terpaksa mereka akan membakar rumah ini dan mengambil kedua adik kembarku untuk dijual dikota sebagai pelunasan hutang yang selama ini tidak bisa dibayarkan oleh ayahku.

semua itu dilakukan ayahku untuk bersenang-senang diluar dengan mabuk-mabukan dan main perempuan. selama 6 bulan yang lalu ayah terlilit hutang dengan pak chandra dan bunga semakin bertambah hingga ayahku dulu hutang 10 juta menjadi 17 juta sekarang.

aku yang merasa sedih dengan semua keadaanku yang selama ini ,membuatku berfikir apa yang bisa kuperbuat untuk melunasi hutang ayahku dan mengatasi permasalahan yang ada di keluargaku.

dengan berat hati aku berpamitan kepada ibu dan adik-adikku untuk kembali bekerja dan akan berangkat naik bus malam hari nanti agar cepat sampai di tempat kos ku.

ibu memeluk ku dan mengucapkan permintaan maaf karena belum bisa membahagiakanku saat aku masih kecil dan sekarang malah membebani fikiran dan membantu perekonomian keluarga. aku yang merasa terharu mengungkapkan bahwa aku belum bisa menjadi anak yang dibanggakan dikeluarga ini dan bahkan belum bisa melunasi hutang ayahku.

sebelum aku berangkat ke kota aku berpesan kepada ibu untuk menjaga kesehatanya dan menjaga dengan baik adik-adikku dan selalu sabar mengahadapi semua perilaku buruk ayah.

avataravatar
Next chapter