webnovel

Chapter 20

Mata Tulip sangat sembab. Hidungnya memerah. Draco membawanya ke kerajaan Elf. Wajah Tulip benar-benar dingin. Draco tak ingin ia sakit, karena darah di tubuhnya dapat menyembuhkan racun.

Ia seperti dipergunakan, lalu nanti dibuang. Takdir yang dimaksud Miorai adalah darahnya mungkin. Tulip duduk seperti mayat hidup.

"Apa kau baik-baik saja?" Puteri Fata duduk di samping Tulip.

"Aku seperti hewan persembahan." Tulip benar-benar tak peduli dengan kalimat kasarnya.

Puteri Fata terdiam, ia tahu jika Tulip tak baik-baik saja.

"Waktu aku bilang tunangan pangeran Draco, itu semua bohong."

Wajah Tulip masih saja datar. Ia tak peduli sama sekali.

"Semua perempuan lajang di dunia ini, mau bersama pangeran Draco. Tapi ikatan mate sudah menentukan pasangan masing-masing."

Tulip masih diam tak bergerak. "Apakah ada sistem mereject pasangan masing-masing?"

Puteri Fata terlihat terkejut. Tulip menatap puteri Fata dengan wajah sembabnya.

"Tidak. Di dunia kami, taka da seperti itu."

Tulip kembali menatap halaman istana Elf dari atas balkon. Bagaimana ia lepas dari pria itu?

"Tapi aku pernah mendengar, jika ingin berpisah dengan mate, dilakukan ritual khusus, tapi itu hanya mitos."

Tulip membuang nafas kasarnya. Kalau mitos untuk apa diceritakan?

Tulip dan puteri Fata terdiam dalam waktu yang lama. Keduanya masih larut dalam pemikiran masing-masing.

"Kenapa kau terlihat tak bahagia?" Puteri Fata menatap kasihan pada Tulip. Padahal posisi Tulip adalah impian dari setiap perempuan di dunia imortal ini.

Tulip menatap lurus ke arah depan. Matanya seakan menyimpan duka mendalam.

"Karena aku menikahi iblis."

Fata terkejut. Tak ada yang berani mengatai penerus taktah kerajaan. Tapi, perempuan ini benar-benar berbeda.

"Kau memang gadis pilihan yang tepat." Tulip berbalki menatap Fata yang tersenyum padanya. Ia tak tahu maksud senyuman itu.

....

Tulip menatap isi kuil Sama seperti di istana Alceena, ternyata setiap melakukan ritual penyembuhan yang berkaitan dengan darahnya, harus di sebuah kastil kecil semacam kuil. Terdapat patung makhluk yang menyerupai Elf di mimbar paling atas.

Draco menatap wajah Tulip yang terlihat datar. Wajah itu tak menunjukkan kesakitan sama sekali.

Seorang tetua Elf mulai membaca mantra dalam buku. Tapi berbeda dengan penyembuhan puteri Ariela, tetua para Elf menarik tangannya. Dengan cepat mengiris telapak tangannya. Tulip meringis pelan. Darah Tulip bercampur dengan rauman hijau, tiba-tiba rauman itu mengeluarkan bui-buih dan berubah menjadi merah darah. Tulip masih meringis kesakitan. Mereka bahkan tak peduli jika ia meringis kesakitan. Yang mereka lakukan sekarang adalah memberikan ramuan itu pada raja. Beberapa menit kemudian, tubuh raja elf mulai bercahaya. Bola mata berwarna hijau itu langsung terbuka. Sorakan gembira para Elf di kastil itu membuat wajah Tulip muram. Dunia ini membutuhkan darahnya sebagai penyembuhan. Mungkin takdir yang miorai bilang adalah penyembuh.

*

Tulip meneteskan air matanya, mungkinkah ia akan menjadi tumbal sebagai penyembuh? Tulip menatap telapak tangannya yang berdarah. Sekarang ia duduk sendirian di atas balkon kamar tamu kerajaan ini.

Bahkan makanan yang pelayan sediakan tak ia sentuh sama sekali. Ia masih sangat kecewa dengan perlakuan Draco. Ia adalah istrinya, tapi diperlakukan mengerikan.

Sebuah tangan memeluk erat perut Tulip. Tanpa berbalik Tulip yakin ini adalah Draco.

"Maaf."

Tulip menghapus air matanya. Ia tak percaya, pria ini adalah Draco, pria jahat seperti Draco bisa meminta maaf. Draco menyandarkan kepalanya di bahu Tulip.

"Aku sangat lelah." Tulip masih mematung, ia sangat tak mengerti. Sikap Draco berubah drastis. Ia bisa salah paham.

Tulip membuang nafas berat, membiarkan posisi mereka seperti ini. Semilir angin malam menerpa wajah keduanya. Tulip menatap bintang di langit. Entah sampai kapan ia bisa berada di sini.

"Apakah aku ditakdirkan untuk menjadi penyembuh setiap makhluk imortal yang sakit?" Tulip memecahkan keheningan diantara mereka.

"Maaf karena aku tak bisa berbuat apapun. Kerajaan ini akan mengalami krisis jika tak ditangani."

Tulip berbalik menatap wajah Draco. Ia bisa melihat kelahan di wajah tampan Draco. Tulip terdiam sejenak, ia menatap mata Draco, mencari kebohongan di mata itu. Tapi tak ditemukan sama sekali.

"Lalu, apa kau membutuhkan darahku sekarang?"

Tulip mencengkar kuat bahu Draco. Pria di hadapannya ini menancapkan taringnya di lehernya.

Tulip memekik sakit. Draco tak minta izin sama sekali. Pria ini bersikap semaunya. Ia hanya bertanya tapi Draco langsung menancapkan taring.

Tubuh Tulip melemas. Draco mengisap sangat banyak. Draco melepaskan gigitannya, mata merahnya berubah kembali hitam.

Tulip kehilangan keseimbangan tubuhnya. Dengan cepat Draco membaringkan tubuh Tulip di tempat tidur. Lalu menghilangkan luka di leher Tulip. Menatap wajah pulas Tulip.

*

Tulip membuka matanya. Ia terbaring di atas rerumputan. Rembulan malam begitu terang di atas langit.

Tulip menatap perempuan yang berdiri membelakanginya. Perlahan perempuan itu berbalik. Tulip membuka matantya dengan syok. Ia bisa melihat duplikat dirinya. Bulu badannya terasa berdiri. Bukankah mengerikan melihat seorang yang sangat mirip tapi tidak punya kembaran. Seperti melihat hantu.

"Aku sudah sangat lama menunggumu datang." Perempuan itu tersenyum.

"Apa kau Agacia?" Perempuan itu tersenyum lebar.

"Aku selalu memperhatikanmu. Bersabarlah, semuanya akan kembali."

"Kau ada di mana? Kenapa kau menghilang? Bagaimana aku bisa keluar dari dunia ini?"

"Jangan pernah percaya pada siapapun."

Perempuan itu tiba-tiba menghilang. Tulip terus memanggil nama Agacia, ia harus tahu kebenarannya.

Tulip membuka matanya. Ia bahkan menyebut nama Agacia.

"Kenapa kau memanggil namamu sendiri?" Tulip memijatkan kepalanya. Kalimat terakhir itu terasa tak asing.

Tulip melangkahkan kaki turun dari atas tempat tidur. Ia bisa mendengar keributan dari luar. Tulip berdiri di atas balkon menatap ke bawah. Matanya membelak saat melihat pertempuran hebat di depan matanya.

Tulip memundurkan langkahnya saat sosok Ahool, monster kelelawar muncul mengeluarkan lendir hijau di sela-sela giginya. Tulip terjatuh dan merangkak mundur. Ia benar-benar ketakutan. Tapi monster itu tak menembus ke dalam balkon. Ada semacam sinar kehijauan yang menahan makhluk itu masuk. Bukan hanya satu, tapi kemudian muncul banyak Ahool.

Tulip bangkit berdiri, mungkin sudah sering melihat makhluk-makhluk aneh, ia menatap mereka yang berusaha menabrak penghalang itu.

Tulip bisa melihat Draco dengan tubuh monsternya. Draco mencekik dan menusuk tubuh salah satu Ahool dengan kuku-kuku tangannya. Sedangkan Ahool lainnya yang menyerang di belakang tubuh Draco, langsung terhempas dengan kepakkan sayap hitam Draco. Mata merah itu semakin pekat warnanya.

Satu tarikan tubuh Ahool itu langsung terbagi dua. Tulip menahan mualnya, sudah beberapa kali ia melihat hal mengerikan itu.

Mata Tulip dan Draco saling tatap. Lalu Draco langsung terbang turun bertempur lagi dengan para traitor.

Tulip berlari menuju tepi balkon. Ia tak menyangka Draco melindungi. Selama ini mungkin hanya ia yang tak sadar.

Tulip menatap area tengah istana yang sudah penuh dengan tubuh-tubuh yang terkapar. Entah itu bangsa Elf sendiri atau para traitor.