webnovel

Chapter 17

Hari ini kerajaan Alceena benar-benar sangat sibuk. Para pelayan berlalu lalang. Para fairy diundang untuk menghiasi bunga-bunga dengan sihir mereka. Para penjaga istana lebih memperketat penjagaan. Hari ini pangeran Avram akan menikah dengan puteri Vilia dari kerajaan Vampir.

Tulip rasa terlalu berlebihan, ia yang menikah dengan demons, atau penerus taktah selanjutnya saja tidak semeriah ini. Semua bangsawan diundang. Bahkan rakyat di luar sanapun merayakan. Bukan iri, hanya rasanya benar-benar tak masuk akal. Mungkin saja keluarga kerajaan malu, jika ia seorang pelayan menjadi istri penerus taktah. Pantas saja ia seperti gadis yang disembunyikan di kastil paling belakang itu.

Hidung Tulip kembang-kempis, ia menahan kekesalannya. Mendengar cerita dari beberapa pelayan yang mendandaninya. Pestanya sangat mewah, para bangsawan semuanya akan hadir. Merekapun harus berdandan cantik. Tulip menatap cermin, pelayan-pelayan tadi telah pergi. Ia harus menunggu Draco.Tulip keluar dari kamarnya, gaun merah dengan leher berbentuk sabrina, menampilkan bahu sawo matangnya, dengan hiasan bunga mawar di bagian bawah gaunnya. Rambut Tulip dibuat seperti puteri Bele. Tulip tahu ia tak secantik perempuan-perempuan di dunia ini.

Tulip menunggu dengan perasaan kesal. Draco benar-benar tak menjemputnya. Pria itu benar-benar terus saja membuat ia kecewa.

Ia tak tahu hungan apa Draco dan puteri Vilia. Tapi, ia bisa tahu jika keduanya menjalin hubungan. Lalu bagaimana dengan pangeran Avram? Bagaimana jika pangeran Avram tahu, jika istrinya pernah berciuman dengan saudaranya. Tulip menggeleng pelan, lebih dari drama.

"Hormat Puteri, hamba diminta pangeran Draco untuk membawa anda menuju aula pesta. Wajah Tulip berubah muram. Pria itu bahkan mengutus pengawal khusunya.

"Di mana Draco?"

"Pangeran Draco sedang melakukan hal penting."

Tulip mendesah berat. Lalu ia memegang tangan Hugos. Membiarkan pria itu melakukan teleportasi.

Tulip membuka matanya, mereka sudah sampai di aula istana.

"Silakan masuk tuan puteri."

Tulip meremas tangannya sendiri. Hugos, masih berdiri di belakangnya, menunggunya masuk. Tulip membenarkan gosipan para pelayan itu. Jika, pesta kali ini sangat mewah. Ia seperti menonton para artis nikah, bedanya di sini yang datang adalah para bangsawan dengan gaun mewah, seperti yang ia kenakan.

Tulip menatap satu-persatu tamu yang datang.

"Mereka dari bangsa serigala." Tulip hanya diam membiarkan Hugos berbicara.

Keduanya sudah seperti pengamat setiap orang yang datang.

Tulip menyipitkan matanya saat pria yang ia kenali mengandeng tangan seorang perempuan. Ariela mengenakan gaun berwarna merah sama dengannya, hanya saja corak bawahnya berbeda. Tulip merasa kesal, maksud Hugos, tugas penting itu adalah menjemput Ariela? Benar-benar drama perselingkuhan di depan mata.

Draco masih menatap Tulip. Ariela mengikuti arah pandang Draco. Ia segera melepaskan gandengannya. Tapi Tulip masa bodoh, dengan cepat ia mengandeng Hugos masuk. Biarkan saja mereka saling balas-balasan seperti remaja labil.

Tulip masuk bersama Hugos, tidak peduli wajah Hugos yang terus saja ingin memprotes. Pangeran Heros, Dimitri, Drew, Elenio dan Cleon berkumpul, sedang berbicara dengan para pangeran dari berbagai kerajaam Imortal.

Pangeran Draco masuk bersama puteri Ariela. Tulip akui, puteri Ariela sangat cantik.

"Lihatlah, mereka sangat cocok."

"Sangat serasi."

Tulip membuang mukanya kea rah depan saat Draco melihatnya. Baginya pria paling menyebalkan dan bajingan yang ia kenal adalah Draco.

"Apa kau baik-baik saja?" Tulip menatap pangeran Drew yang berdiri di sebelahnya.

"Tentu saja." Tulip tersentum tipis. Ia tahu, tak pantas untuk marah pada Draco. Semua ini terjadi karena takdir sialan itu. Tulip terus saja merutuki takdirnya.

Acara pernikahan ini sudah diakhiri dengan perjanjian darah antara mereka. Hal yang paling Tulip makin percaya, jika ia tak disukai keluarga kerajaan ini, pesta dilanjutkan dengan dansa. Ia bahkan tak merasakan itu. Bukan kebahagian, ia malah digigit Draco.

"Wajahmu benar-benar terlihat tak baik-baik saja." Tulip berbalik menatap pangeran Dimitri yang mendekatinya. Hugos, entah sudah pergi kemana.

Avram dan Vilia berdansa dengan indahnya. Para bangsawan mulai berdansa dengan pasangan masing-masing.

"Mau berdansa denganku?" Tulip membuka mulutnya syok, ia menatap Dimitri yang tersenyum padanya. Pria itu mengulurkan tangan kanannya ke depan, dan tangan kirinya di belakang.

Tulip rasa dirinya sangat beruntung bisa berdansa dengan Dimitri.Tapi senyum di bibirnya surut. "Tapi, aku tak bisa berdansa."

"Akan aku ajarkan."

Tulip tersenyum lebar menerima uluran tangan Pangeran Dimitri. Draco dan Ariela berdansa bersama. Para bangsawan menatap asing Tulip. Mereka belum pernah melihat sebelumnya.

Tulip tersenyum menatap wajah Dimitri. Berdansa mengikuti alunan musik. Tulip tak menyangka ia bisa mudah memahami gerakkan dansa dengan cepat. Dimitri memutar tubuh Tulip, Tulip membelakkan matanya saat seorang pria menangkap tubuhnya. Ia menatap wajah Draco yang juga menatapnya.

Keduanya berdansa. Mata keduanya masih saling pandang, alunan musik masih terus mengalun. Ini pertama kalinya keduanya saling pandang dalam waktu yang lama, tanpa bicara.

*

Tulip berlari keluar dari aula setelah berdamsa dengan Draco. Ia memegang jantungnya yang berdetak tidak dengan normal. Sejenak ia merutuki Dimitri yang memutarinya lalu, berganti pasangan dansa dengan Draco.

Dua bola mata hitam Draco benar-benar menghanyutkannya. Tulip menggeleng pelan, ia tak bo leh ada rasa dengan Draco. Pria mesum dan kasar.

Tulip menatap sekeliling. ia sudah berdiri di bawah lampu taman. Sekeliling terlihat sepih. Tulip duduk di bangku sendirian. Ia merasa sepih. Biasanua di rumah, ia sedang menonton drama kesukaannya, atau sekedar membaca novel. Sekarang ia tak bisa membaca semuanya. Ia harus berlatih membaca dan menulis seperti anak kecil.

Sejenak Tulip merasa ada aurah aneh. Seseorang meleset di hadapannya seperti angin. Lama di sini, ia tahu ia dalam bahaya. Tulip segera bangkit berdiri. Seorang pria berwajah pucat berdiri di hadapannya.

"Darahmu." Tulip membelakkan matanya. Perlahan mundur ke belakang saat pria itu semakin mendekat.

"Jangan mendekat. Kau tahu, aku istri demons."

Tulip mencoba menyadarkan pria ini. Tapi yang membuat Tulip tak percaya, pria dengan baju bangsawan ini terkekeh. Seakan yang ia ucapkan adalah lucu.

"Dia mungkin takan peduli. Dia sedang asyik berdansa dengan puteri Ariela. Dia takan pernah mencintaimu."

Tulip membelakkan mata, vampir bangsawan itu sudah berdiri tepat di hadapannya. Mata pria itu sudah berwarna merah darah, gigi-gigi taringnya muncul.

Tulipberteriak kesakitan saat pria itu menancamkan taringnya pada leher Tulip.

Tulip terjatuh dari berdirinya.

"Bajingan busuk."

Tulip memegang lehernya yang sudah berdarah. Ia menatap Draco yang baru datang. Satu kali hempasan, tubuh vampir itu menabrak pohon besar itu. Pria berwajah pucat itu memuntahkan darahnya.

"Hentikan pangeran Draco."

Raja vampir datang. Ia menatap puteranya yang sudah terbaring di bawa pohon.

"Maafkan pangeran Philips. Dia, masih terlalu mudah untuk menahan dirinya."

Tulip menatap orang-orang yang berdatangan saat mendengar pertengkaran. Darah mengalir dari lehernya, kepalamya terasa pusing.

"Bau ini sangat berbeda."

Draco segera membuat pelindung untuk Tulip dengan kekuatannya. Menghalau bau harum yang mengumpan para Traitor, dan bangsawan yang tidak bisa menahan diri.

Draco menggendong tubuh Tulip, lalu mengilang dari situ meninggalkan para bangsawan yang bingung dan penasaran dengan Tulip.

Tulip menatap wajah Draco yang menggendongnya naik tangga kastil menuju kamar. Wajah tampan itu terlihat datar, seperti menahan amarahnya. Tulip menutup matanya. Perlahan kesadarannya menghilang.