webnovel

Prolog

Seperti satu-satunya api yang menyala dalam kegelapan yang tak berujung, alasan utamaku untuk mempertahankan hidup sudah sirna. 

Aku melangkah perlahan, menerjang badai salju dengan tekad yang rapuh. Setiap langkah terasa seperti pertempuran dalam diam dengan sang badai, yang menggertak untuk menyeretku ke dalam pusaran putih tak berujung. Ah… dalam hatiku, hasrat untuk melangkah semakin meredup. Tidak ingin lagi menggerakkan satu ujung jari pun. Namun, semakin aku terdiam, semakin kuat badai menerjang. Alih-alih terdorong ke depan, badai menghempas tubuhku ke belakang. Aku yang hilang keseimbangan tersungkur.

Dalam pandanganku hanya terlihat dunia yang diselimuti warna putih, bahkan langit yang seharusnya kelabu terasa seperti tak berbeda akibat salju yang turun tak henti-hentinya.

Bila bukan karena badai, dia pasti akan melompat kegirangan menyaksikan keindahan pemandangan ini. 

Aku menghela nafas dalam-dalam. Aku sadar, jika aku tidak segera bergerak menuju tempat yang lebih aman, badai ini akan mengancam nyawa. Namun, pikiran itu sama sekali tidak menggangguku. Aku tidak lagi peduli dengan keselamatan diriku sendiri. Bagiku, yang terpenting adalah keamanan dia yang telah pergi.

Namun, untuk apa? 

Aku bertanya-tanya, kenapa dia bisa begitu kejam? Setelah berbagai kenangan indah yang kita lewati bersama, dia malah meninggalkanku begitu saja. Tidak memberiku kesempatan untuk berduka, mereka yang bertanggung jawab atas dia malah memaksaku untuk terus bergerak.

Apa gunanya aku membantu mereka? Bahkan, balas dendam pada mereka yang telah merenggutmu dari sisiku pun tidak akan membawamu kembali padaku.

Sebentar.

Sebuah suara memanggilku dari kejauhan. Seulas senyum penuh makna mulai merekah di wajahku saat aku melihat sumber suara itu. Aku berdiri tegak, melepaskan jubah tebal yang melindungiku dan mulai mengucapkan mantra.

Orang itu semakin mendekat dengan cepat, berusaha mencegah apa pun yang akan terjadi. Tapi sayangnya, dia terlambat. Ketika dia akhirnya sampai di dekatku, cahaya emas mulai bersinar dari dalam tubuhku. Pertanda bahwa mantra itu telah bekerja.

"Sampai jumpa lagi," bisikku pelan.

Yang terakhir kulihat adalah ekspresi panik di wajahnya. Lucu sekali, padahal tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kita semua akan baik-baik saja. Aku, kamu, dan juga... dia.