1 1. Keindahan Yang Hilang

Tidaklah aku pernah memikirkan sekalipun dalam hidupku, merasakan kehidupan yang semenyakitkan ini. Aku adalah gadis bungsu dari 3 bersaudara, semua Kakakku adalah laki-laki. Tetapi, Tuhan berkali-kali menguji kewarasanku dengan semua ini, namun akupun berkali-kali mampu mengatasinya.

Satu hari di Tahun 2017.

"Jual perhiasanmu untuk membayar bangunan sekolah," ucap Ibuku.

"Ah, aku masih ingin memakainya, Bu." jawabku jujur.

"Tapi ingat ya, itu tabungan milikmu untuk bayar uang Sekolah agar setelah lulus kamu bisa langsung dapat Ijazah," ucap Ibuku mengingatkan.

"Iya iya, sebulan lagi aja, soalnya aku masih mau pake, lagi pula belum di mulai kok Ujian Nasionalnya," jawabku.

"Iya terserah kamu," ucap Ibuku.

Saat itu, kami baik-baik saja. Meskipun tidak banyak harta yang kami miliki. Tetapi, kami hidup serba berkecukupan. Aku bisa mendapatkan apa yang aku mau dengan mudah.

2 Minggu berlalu setelah pembicaraan mengenai perhiasanku yang akan aku jual untuk membayar uang bangunan Sekolah.

"Kamu kapan jual perhiasanmu?" tanya Ibuku lagi-lagi.

"Minggu depan, Bu." Entah mengapa aku sangat tidak rela melepaskannya.

"Oh iya Bu, katanya Abang mau belikan aku hape baru, tapi kok gak ada ngabarin sih," ucapku sambil memanyunkan bibirku dengan manja.

"Kamu itu, jangan suka minta yang aneh-aneh, kasihan abangmu," ucap Ibuku menasihatiku.

"Dia yang nawarin kok," ucapku jujur.

Memang, abangku sangatlah baik. Dia selalu berusaha membuat aku bahagia. Meskipun saat ini agak sedikit susah karena dia sendiri memiliki keluarga. Akupun tidak pernah menuntut agar dia berlaku seperti saat ia masih sendiri. Rasaku, dia menyayangiku seperti ini saja sudah cukup.

Mungkin karena aku dan abangku selalu menghabiskan hari-hari kami bersama. Sebelum aku sekolah dulu, dia selalu mengasuhku dari panggi hingga sore ketika Ibu dan Ayahku pergi ke ladang. Oh iya, Kami ini sebenarnya bukanlah orang kaya atau semacamnya. Kami hanya orang yang Alhamdulillah serba berkecukupan.

Sekilas tentang keluargaku, Aku mempunyai dua Abang dua-duanya sudah menikah dan memiliki anak. Hanya aku yang belum menikah, di Tahun 2017 aku masih menduduki bangku SMK dan sebentar lagi Ujian Nasional. Orangtuaku, Ayahku Mandor Bangunan, begitu pula kedua abangku. Tetapi, Ayahku memiliki ladang dan sawah yang sewaktu-waktu ia ingin di Rumah. Ia bisa menghabiskan harinya di ladang. Ibuku, dia ibu rumahtangga mengurus kami mengurus keluarga dan sesekali pergi ke ladang juga. Dan Aku, aku adalah anak bungsu mereka yang usiaku saat itu baru saja menginjak 18 tahun, aku yang sama sekali belum tahu bagaimana kerasnya kehidupan.

26 Maret 2017

Sore hari,

"Bu, rasanya aku pengen nangis, kenapa ya?" ucapku pada Ibuku.

"Kenapa?" tanya nya.

"Entahlah, aku sedikit gelisah," jujurku.

Lalu kami bercerita tentang seseorang yang beberapa waktu lalu mengalami kecelakaan hingga meregang nyawa di tempat.

"Aku malah nangisin Kakak kelasku, padahal yang sama meninggal sama dia itu keluarga ku sendiri," ucapku kaget saat mendengar orangtua ku bercerita tentang keluarganya yang meninggal dunia akibat kecelakaan yang di alami bersama Kakak kelasku dulu.

"Ya, gak apa-apa toh kamu gak tahu," ucap Ibuku. karena aku memang tidak mengenal semua keluarga dari Ayahku.

Anehnya, malam itu kami bertiga, Aku Ayahku dan Ibuku sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Kami benar-benar tidak bisa tertidur. Oh iya, Ayahku saat itu sedang sakit.

Tokk tokk tokk!!!

Suara ketukan pintu berkali-kali membuat aku terganggu sehingga aku dengan cepat keluar dari kamarku. Ternyata, itu adalah Kakak iparku.

"Nomor ini dari sore nelepon mulu, awalnya aku takut banget mau nangkat bu, tapi barusan aku angkat, Katanya Bang Andri ada di Rumah Sakit." Indah memberitahu kabar itu dengan bibir bergetar dan seperti berusaha menahan air matanya.

"Benarkah, kenapa? Ada apa?" tanya Ibuku dengan wajah penuh ketakutan.

Indah memberikan ponsel yang masih tersambung dengan penelpon di sebrang sana tanpa sepatah katapun.

"Hallo..." sapa Ibuku pada seseorang yang mengabari hal itu.

"Hallo Bu, apa benar ini dengan keluarga Andri Setiadi?" ucap seseorang di sebrang sana.

"Iya benar, saya Ibu nya, anak saya kenapa ya Pak?" tanya Ibuku.

Jangan tanya seperti apa aku saat itu, rasanya tubuhku mengeluarkan panas yang tak biasa sehingga aku berkeringat meskipun cuaca sangat dingin. Aku masih bingung dengan apa yang terjadi, tetapi Ayahku sudah menangis tersedu-sedu. Membuat aku ikut menangis juga.

"Kami dari RS K*nari Graha Medika, ingin memberitahukan jika putra ibu yang bernama Andri ada di Rumah Sakit ini," ucap seseorang yang mengaku sebagai security di Rumah Sakit tersebut.

"Sedang apa anak saya di sana ya? Kamu jangan main-main Pak," ucap Ibuku dengan bibir bergetar.

"Sebaiknya Ibu atau siapapun kemari, mari bicarakan disini," ucap Security itu.

"Tapi kenapa anak saya Pak?" Ibuku meninggikan suaranya.

Ibuku dengan kesal mematikan sambungan telepon itu. "Kenapa ada orang iseng banget, melakukan penipuan seperti ini," ucap Ibuku namun dengan dada yang naik turun.

Tak berselang lama, seorang satpam tersebut mengirimkan Pin BBM padaku. Aku bertanya "Jika benar Kakak saya ada di sana, tolong Fotokan," pesan yang ku kirimkan padanya.

"Maaf mbak, tidak bisa," ucap laki-laki itu.

Mengapa keluargaku diam begitu lama? karena penipuan semacam itu sedang marak terjadi. Yang awalnya di beritahu jika keluarga kita mendapatkan masalah tiba-tiba kita kesana tetapi hanya di suruh memberikan sejumlah uang yang ternyata itu hanyalah tipuan semata.

Hingga pada akhirnya aku memanggil Kakak pertamaku yang bernama Andra, jarak rumahnya sangat dekat dengan kami. Aku menberitahukan apa yang terjadi. Tiba-tiba saja ponselku berbunyi karena aku memberikan nomorku pada Security tersebut. Ternyata kali ini yang menelponku adalah polisi.

"Hallo," ucap Polisi itu.

"Hallo, Pak." ucapku.

"Kami dari kepolisian ingin mengabarkan sesuatu, apa Ayahmu tidak ada?" tanya nya padaku.

"Ayahku sedang sakit, memangnya kabar apa?" tanyaku sangat-sangat penasaran.

"Berapa usiamu?" polisi itu bertanya seperti itu dahulu alih-alih memberitahukan kabar yang menjadi tujuannya.

"18 tahun Pak," ucap ku jujur.

"Oke kalau begitu, tolong jauh-jauh dulu dari keluarga dan jangan di Loud speaker," ucapnya. Jujur saja, sudut mataku serasa menghangat. Hati ku merasakan kesedihan yang mendalam meskipun aku belum tahu apa yang akan ia kabarkan.

Terdengar suara lain di sebrang sana, berbeda dengan orang yang baru saja berbicara denganku. "Tanya saja, apa dia tidak punya keluarga lain," ucapnya terdengar di telingaku. Dan polisi yang tengah berbicara denganku pun mengulangi pertanyaan itu.

Dengan jujur aku menjawab "Ada, aku punya Kakak laki-laki satu lagi,".

"Baiklah, berikan ponsel ini padanya." titah polisi tersebut.

Aku menurut dan memberikan ponselku pada Abangku. Setelah berada di genggaman Abangku, polisi itupun mulai memberitahukan apa yang ia ucapkan tadi padaku agar mematikan Loud Speaker dan menjauh dari keluarga. Cukup lama Abangku berbicara dengan seseorang yang mengaku polisi itu. Hingga dia kembali dan memelukku.

"Apapun yang terjadi, ikhlaskan..." ucapnya seperti teka teki. Membuatku berpikir yang tidak-tidak dan sangat-sangat khawatir.

avataravatar