8 Carikan aku seorang wanita

"Bukan! Mak-maksudku, aku tidak bisa meneruskan hubungan ini. Deon, maaf, keputusanku ini memang buruk untukmu, tetapi aku sudah tidak tahan lagi. Aku adalah putri satu-satunya dari keluarga Abercio, keluargaku hanya akan menerima menantu yang sempurna bukan sepertimu yang sudah cacat. Belum lagi saat ini perusahaanmu akan bangkrut, sudah tidak akan bisa menyelamatkan kehancuran di dalamnya. Aku memang mencintaimu, tetapi aku juga seorang wanita yang realitis, aku membutuhkan pasangan hidup yang sama sepertiku. Jadi ... jangan menghubuniku lagi."

'ROAAARRR.....'

Deon seperti baru saja mendengar gemuruh petir di tengah-tengah matahari yang bersinar dengan terik.

"De-vi-ra....." Mulutnya tidak bisa meneruskan perkataan yang telah terkumpul di tenggorokannya.

"Deon, maafkan aku, tapi tolong lihatlah keadaanmu. Kau yang seperti ini sangat tidak cocok untukku."

Setelah mengatakan itu, Devira pergi bahkan tanpa menolehkan kepalanya ke belakang. Dia pergi dengan tulus!

Seseorang bisa dengan mudah mengatakan, 'akulah yang paling mencintaimu' dikala hal-hal terbaik dalam hidupmu. Tapi, belum tentu bisa tetap terus mengatakan hal yang sama dikala terpuruk hidupmu. Jangan mempertanyakannya, sepertinya itu sudah sifat alami manusia.

Yang paling menakutkan dalam mencintai, bukanlah cintamu yang tidak terbalaskan, tetapi adalah ketika seseorang yang paling berseru dengan lantang bahwa mencintaimu, tetapi malah meninggalkanmu di detik berikutnya hanya karena situasi yang sudah tidak sama lagi. Sama sekali tidak bisa mempertanggungjawabkan cinta yang diagungkannya.

_Flashback Off_

'Plank!!'

Deon membanting setir dengan kasar. Setiap kali mengingat kejadian itu, dia pasti dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Seperti saat ini, tangannya dan seluruh tubuhnya gemetaran. Dai tidak dapat mengontrol amarah di dalam hati. Urat di kening bermunculan besertaan dengan keringat.

Setelah kejadian yang memilukan itu, tidak mudah baginya bangkit. Bahkan dia masih harus berurusan dengan psikiater. Dengan dukungan dan cinta dari nenek serta sahabatnya, barulah dia bisa perlahan mengobati kepingan yang hancur di hatinya.

Deon mempererat genggamannya pada setir mobil seakan sedang bertopang di sana seiring dengan seruan nafasnya yang semakin berat.

Sudah bertahun-tahun berlalu, tetapi dia malah masih tetap hidup dalam lingkaran kepahitan itu. Padahal mungkin saja Devira saat ini sudah menikmati hidupnya dengan baik. Sekalipun saat ini dia sendiri pun sudah hidup dengan baik; sudah tidak bertopang pada kursi roda lagi, Schallert Holdings pun bahkan semakin menginjak puncak kejayaan, tetapi mengenai perempuan itu, dia masih belum bisa melepaskannya dengan sepenuh hati.

Dengan tangan yang masih gemetar, Deon meraih ponselnya. Setelah menggeser layar ponselnya beberapa kali, dia meletakkan ponsel itu di telinganya.

"Halo, ya Tuan Muda, Anda sudah di mana? Rapat akan berlangsung 30 menit lagi." Sebuah suara dari ujung sana terdengar di telinga Deon.

Deon menjawab dengan dingin, "Batalkan rapatnya." Setalah mengatakan dua kata tadi, Deon langsung memutuskan panggilan itu tanpa memberikan kesempatan pada pihak lain untuk merespons atau mencerna kejadian yang berlangsung.

Sudah seperti ini, dia mana ada gairah untuk rapat lagi. Harus diakui, pengaruh seorang Devira bagi Deon sampai saat ini bahkan masih sangat besar. Setiap kali luka itu terbesit dalam pikirannya, dia akan menjadi tidak terkontrol. Belum lagi sebenarnya dia ..... sangat merindukan wanita itu.

_

Di hiruk-pikuknya malam, di tengah-tengah kebisingan alunan music DJ yang keras, serta tarian energik para anak muda, di gedung kawasan bangunan elit, ada 2 orang pria yang justru berdiam dengan isi pemikirannya masing-masing di ruangan VVIP, seakan kebisingan yang terjadi di luar tidak memengaruhi keduanya.

Setelah keheningan itu berlangsung selama beberapa menit, sebuah helaan nafas yang berat memecahkan keheningan disusul dengan ucapan, "Kenapa aku merasa ada yang salah dengan anggur ini. Mungkinkah ada yang salah dengan proses fermentasinya? Tidak ada manisnya sama sekali, hanya rasa pahit." Seorang pria tampan dengan mata setajam ujung belati mulai berkomentar. Ia dengan sengaja menggoyang-goyang gelasnya untuk membuat genangan air yang di dalam berguncang. Nama pria itu adalah Lucas Madisson.

"Anggur itu terasa pahit karena pikiranmu yang kosong." Sebuah cibiran yang tidak kalah kejam keluar dari pria lainnya.

"Hei, bisakah mulut lebih kejam lagi?" Dia membalas dengan tidak senang.

Yang mencibir tadi tidak membalas, sebaliknya dia malah menutup mulutnya rapat-rapat ambil sesekali matanya menatap ke hampa ke luar yang di dominasi dengan dinding kaca itu.

Mereka telah lama di sini, setelah berbicara beberapa kata, berdebat beberapa kali maka suasana akan kembali hening. Bagi mereka, tempat ini seperti tempat persembunyian.

"Di mana Deon? Apakah dia masih sibuk dengan pekerjaan-pekerjaannya? Pria itu, sehari tanpa bekerja sepertinya akan mati!" Ryns Landricks, dia yang berkomentar.

"Tidak, dia berkata hari ini adalah jadwal makan malamnya dengan nenek tercintanya. Mungkin saja dia tidak datang ke sini," balas Lucas.

"Hemp, berdua di sini denganmu, sangat membosankan!" cibir Ryns.

"Kau kira aku tidak?" Setelah membalas cibiran itu, Lucas menambahkan, "Apakah kau butuh seorang wanita untuk bersenang-senang? Biar aku panggil satu wanita seksi untukmu."

Saat Ryns ingin membalas, sebuah sosok yang tinggi langsung menjatuhkan pantatnya ke atas sofa panjang disusul dengan helaan nafas yang panjang.

Ryns dan Lucas saling melihat dengan bingung, seakan saling bertanya-tanya.

"Carikan aku satu wanita..."

Sontak ucapan itu membuat Ryns dan Lucas terheran-heran. Bukan tanpa sebab. Ini adalah Deon, semenjak Devira, dia tidak tertarik untuk menjalin hubungan dengan wanita manapun.

"Deon, kau ... kau sangat kesepiankah?" Yang berbicara adalah Ryns, pria ini memang hidup dengan mulutnya yang tajam.

"Nenekku memaksaku menikah. Dalam satu bulan, aku harus membawa seorang wanita ke hadapannya, jika tidak maka aku hanya harus menikah dengan wanita yang dipilihkannya."

"Hah? Ha ha ha..." Lucas yang merespons lebih dulu dengan tawa yang menggelar.

"Pernikahan paksa? Dijodohkan? Apa-apaan ini? Sudah berabad-abad berlalu, kita sudah meninggal jaman batu. Masihkah ada pernikahan dadakan yang dipaksa seperti itu? Apalagi dengan sistem yang dijodohkan. Tidakkah ini kuno?!"

Satu detik setelah Lucas selesai dengan kata-katanya, Ryns langsung melempar kentang goreng ke wajahnya. "Tidak ada yang berpikir kau itu bisu walaupun tidak berbicara!"

"Tetapi memang ini sangat lucu," ucap Lucas lagi.

"Kau tahu apa? Kau hidup sendiri, bagaimana jalan hidup yang kau inginkan, kau bisa menentukan sendiri," Saking kesalnya, Ryns menjawab sembarangan.

Setelah beberapa saat, Ryns menyadari ucapannya yang keterlaluan mungkin saja membuat Lucas tersinggung. Sejak dulu, yang diinginkan seorang Lucas adalah bisa memiliki sebuah kehangatan keluarga, hanya saja dia tidak mendapatkan hal itu bahkan sejak kecil. Orang tuanya dibunuh dengan kejam saat dirinya berusia 10 tahun.

Ryns pun buru-buru menjelaskan, "Eh, Lukas, maaf, maksudku bukan seperti itu."

"Sudah biasa. Hidup sendirian di bumi ini dianggap sebagai kebebasan." Lucas menjawab dengan sarkasme.

Melihat kedua temannya ini beradu mulut, Deon malah pusing sendiri.

Sambil memijat kepalanya yang sakit, dia berkata dengan gusar, "Apakah kalian berdua tidak bisa diam? Menjauhlah dariku kalau memang tidak bisa diam!"

Yang dia inginkan adalah sebuah solusi, itulah kenapa dia membatalkan pertemuan malam ini dengan kliennya dan pergi ke sini, rupanya kedua kawannya ini malah tidak bisa membantu.

avataravatar
Next chapter