webnovel

TRISALVARD

Aku bahkan tidak mengetahui siapa aku sebenarnya, dari mana asal-usulku, dan orangtuaku. Yatim piatu, begitu orang biasanya menjulukiku. Saat ini aku hidup di sebuah negeri yang bernama Slanzaria, Kerajaan yang sangat berjasa bagiku sebab telah mengangkatku sebagai anaknya. Aku bertekad untuk membalaskan jasa pada negeri ini, dengan mengejar impianku menjadi seorang Prajurit Suci. Namun, beberapa hari sebelum aku dikukuhkan sebagai calon Prajurit Suci, peristiwa-peristiwa aneh dan menyeramkan menghampiri hidupku. Bayangan makhluk itu datang kembali dan mencakar kulitku, kemudian menghilang meninggalkan rasa sakit dan tanda tanya besar di hari-hariku. Perlahan-lahan, aku menjalani rentetan misteri dan teka-teki yang menghampiriku. Yang perlahan-lahan membongkar siapa diriku yang sebenanarnya, dan membongkar misteri tentang negeri ini yang disimpan selama ratusan tahun.

YourPana · Fantasy
Not enough ratings
25 Chs

Tiga Orang Wanita

Joah perlahan-lahan membuka kedua matanya, pandangannya terasa melemah dan nafasnya terengah-engah. Namun tidak cukup sampai di situ, ia dapat merasakan beberapa bagian dari tubuhnya yang terasa nyeri dan perih, ia yakin bahwa itu adalah luka-luka yang memanas.

Joah membalikkan kepalanya ke kanan dan kiri, tiap kali ia berusaha membalikkan kepala, ia merasakan kedua pipinya menyentuh dasar tanah lapang yang keras dan berpasir.

Baru ia menyadari bahwa saat itu dirinya sedang terbaring tak berdaya dengan tangan terentang, dan kedua kakinya yang terbuka di lantai sebuah tanah lapang yang samar-samar ia kenali.

Apa yang ia lihat adalah sebuah tanah lapang luas dengan benda-benda di sekitarnya yang hancur berantakan seakan-akan tempat itu baru dilanda peperangan besar.

Namun ia tidak mengingat ada peperangan yang terjadi sebelumnya. Hal terakhir yang ia ingat adalah bahwa dirinya dicengkeram oleh sesosok wanita menyeramkan dan mencakar lengannya dengan maksud yang tidak ia ketahui.

Joah mengalihkan pandangannya ke depan, ia melihat langit malam yang gelap tanpa adanya bintang yang menghiasi, namun cuaca tidak sedang hujan sepertinya yang terakhir kali ia ingat.

"Benar-benar aneh" pikirnya.

Dengan keadaan yang tragis itu, Joah berusaha membangkitkan dirinya. Namun semakin keras ia mengumpulkan tenaga dan mengerang, semakin ia menyadari bahwa ia tidak mampu untuk bangkit karena tenaganya yang benar-benar habis. Seakan-akan seluruh tenaganya telah habis di medan tempur dan satu-satunya tenaganya yang tersisa hanyalah untuk bernafas dan mengerang.

Dari balik gelapnya kabut malam, secara mendadak terdengar bunyi-bunyi aneh yang seolah ingin menghampirinya. Bunyi itu terdengar seperti langkah kaki pincang diiringi oleh suara nafas wanita yang tersengkal-sengkal.

Joah mengarahkan pandangannya ke sumber suara tersebut dan berharap ia mampu segera bangkit untuk meninggalkan tempat ini. Ini adalah kesempatan terakhir bagi Joah dan ia tidak mau menyerahkan nyawanya kepada makhluk itu.

Joah berusaha setengah mati mengangkat tubuhnya diiringi oleh erangan yang kuat sehingga urat-urat di kepalanya keluar . Ia pikir, ia merasa sudah tidak sanggup lagi untuk bangkit.

Ia berhenti sejenak, berusaha mengumpulkan tenanganya yang sedikit itu untuk terakhir kalinya. Yah, ia tetap tidak mau menyerah walau dalam keadaan selemah apapun.

Joah mengambil nafas dalam dan kembali berusaha membangkitkan badannya, kali ini tenaga yang ia keluarkan jauh lebih besar dan erangannya lebih kuat dari sebelumnya sampai-sampai menggema ke segala penjuru.

Akhirnya tubuh Joah dalam keadaan setengah bangkit dan hampir mencapai posisi duduk, urat-urat di kepala dan tangannya terasa semakin ingin keluar dan batang lehernya terasa ingin patah memikul bobot tubuhnya.

Pada akhirnya Joah menyerah, ia kembali terbaring lemah di lantai tanah lapang yang berpasir itu dan merasa tidak sanggup lagi untuk mendudukkan badannya. Joah kembali menelaah kata-katanya bahwa ia tidak akan menyerah dalam keadaan selemah apapun, namun ia telah mencobanya dan tidak menghasilkan perubahan apa-apa.

Dengan nafasnya yang terengah-engah dan rasa sakit di sekujur tubuhnya, ia akhirnya memantapkan diri untuk berpasrah bagaikan seekor kupu-kupu yang tidak mampu membebaskan diri dari jaring dan hanya menunggu sang laba-laba datang dan melahapnya.

Bunyi langkah kaki itu terasa semakin mendekat, seakan-akan sosok itu berjalan mendekati suara erangan Joah yang menggema tadi. Dan perlahan-lahan, bayangan dari sosok itu mulai terlihat dari balik kabut malam.

Terlihatlah sesosok wanita dengan sayapnya yang tersurut dan kakinya yang menyerupai gagak, persis seperti wanita setengah burung yang telah mencakar tubuhnya.

Namun, yang paling menyeramkan adalah bahwa wanita tersebut tidak hanya membawa teror dalam setiap langkahnya, melainkan turut membawa sebilah pedang yang sesekali ia ayunkan di tangan kanannya.

Joah tidak kuasa berbuat apapun dan tetap terbaring lemah tak berdaya. Di detik-detik terakhir kehidupannya, ia memandang wanita setengah burung itu dan menikmati wajahnya untuk yang terakhir kalinya.

Wanita itu menatap Joah dengan tatapan sinis dan mengancam, lalu kemudian terbersit senyum bahagia di wajahnya, wanita itu berbahagia seakan-akan hal yang selama ini ia tunggu-tunggu telah berada di depan mata.

Tanpa mengenal kasih, wanita itu langsung mengenggam erat pedangnya dengan kedua tangan dan menghunuskannya ke dada Joah dengan tiga kali hunusan. Di hunusan ketiga, wanita itu membiarkan pedangnya menancap di dada Joah, kemudian menatap mata Joah dan berteriak di hadapannya,

"Enyahlah dirimu, bedebah!"

Joah merasakan sensasi sakit yang luar biasa pada tubuhnya sehingga hal itu bisa membuatnya bangkit. Yah, kali ini Joah benar-benar telah bangkit dan mencapai posisi duduk, namun tidak duduk di tengah tanah lapang batu berpasir yang dikelilingi oleh benda-benda hancur bak usai berperang, melainkan bangkit di ranjang empuknya di Panti Asuhan Parenthium yang aman sentosa.

Dengan wajahnya yang terlihat kusut, anak itu memarerkan mulut menganga dan mata kebingungannya tanpa rasa bersalah. Ia menerawang sekitarnya dan memukul-mukul wajahnya memastikan bahwa ia masih bernyawa, ia juga meraba-raba daerah dadanya memastikan bahwa tidak ada luka hunusan pedang di sana, dan semuanya terlihat utuh dan aman.

Joah memejamkan matanya, menarik nafas dalam kemudian melepaskannya dengan nikmat.

"Ternyata semuanya hanya mimpi...!!!" teriak anak itu penuh syukur sembari mengacak-acak rambutnya.

"Tak!"

Tiba-tiba terdengar suara daun pintu yang dibanting. Joah melihat ada seorang wanita yang kemungkinan sedari tadi menunggunya dari luar kamar. Wanita itu memperhatikan Joah dengan wajah berbinar-binar sekaligus terkejut haru.

"Joah...!!!" teriak wanita itu sambil berlari ke ranjang Joah.

Wanita itu adalah Niriah Nefron, ibu asuh Joah di panti. Ibu Niriah memeluk Joah dengan sangat erat bagaikan seorang anak kecil yang mendapatkan mainan baru.

Beberapa saat kemudian, Ibu Niriah melepaskan pelukannya dan mengenggam ke dua pipi Joah dengan telapak tangannya. Ibu Niriah memiliki badan yang agak gemuk dan pendek, berkulit coklat, berambut hitam yang dikepang sepinggang, dan kira-kira berusia lima puluh tahun.

"Tidak apa-apa, kau tak perlu menjelaskan kejadiannya kepadaku, aku sudah mengetahui semuanya!." ucap Ibu Niriah berusaha memberikan Joah semangat.

"Tidak apa-apa kok, lagipula aku memang sering bermimpi buruk. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan." jawab Joah.

"Mimpi buruk apa?" tanya Ibu Niriah.

"Aku baru saja bermimpi buruk. Cukup mengerikan, sebaiknya tidak ku ceritakan mendetail. Intinya tentang seorang makhluk mengerikan berbentuk wanita setengah burung." balas Joah, tampaknya ia tidak ingin mengingatnya.

"Apa yang kau bicarakan? Bukan masalah mimpimu, tetapi tentang lenganmu itu!" ujar Ibu Niriah sambil menunjuk lengan kanan Joah dengan bola matanya.

Joah lekas memutar kepalanya ke kanan, dan ia mendapati seluruh lengan kanannya terbalut oleh lilitan kain pembalut berwarna coklat. Joah lantas heran menyadari hal ini, dan terukir mimik kaget di wajahnya.

Ia bukannya tidak ingat dengan apa yang ia alami di Rumah Tn. Oshiera, ingatan tersebut masih segar di kepalanya. Tadinya ia telah bergembira mengetahui semua hanyalah mimpi. Namun kini ia menyadari, bahwa kejadian di tanah lapang berpasir lah yang mimpi, sedangkan kejadian di rumah Tn. Oshiera adalah nyata.

"Tenang Joah! Kau tidak akan mengalami rasa sakit yang panjang, Agriel Alkins si Penyembuh sudah memberikan penyembuhan yang terbaik buatmu." Ibu Niriah berusaha menenangkan Joah.

Melalui pintu kamar yang terbuka lebar, masuklah Agriel Alkins, Penyembuh yang dimaksud oleh Ibu Niriah. Dengan pembawaannya yang lembut, ia berjalan menuju ranjang Joah dengan langkahnya yang santun.

Agriel berusia lima tahun di atas Joah, dan memiliki tinggi yang sama dengan Joah. Kata yang tepat untuk menggambarkan wajahnya adalah indah dan manis, tak lupa sorotan matanya yang lembut dan lesung yang ia miliki saat tersenyum.

Agriel merupakan seorang Penyembuh yang hidup dan matinya ia abdikan kepada Rakyat Slanzaria, dan menjadi seorang Penyembuh merupakan keputusan yang ia pilih dan menjadi panggilan hidupnya. Semua itu atas dasar kasih dan kepedulian yang mengalir di dadanya kepada Rakyat Slanzaria.

Saat itu, Agriel sedang mengenakan pakaian sebagai seorang Penyembuh. Jubah putih longgar menutupi seluruh badannya, dan dengan bawahan rok panjang sampai ke betis. Kain berwarna putih dikerudungi menutupi sebagian rambut dan lehernya.

Serta, di dadanya tergantung kalung emas dengan liontin berukirkan empat bilah pedang dimana dua dari empat bilahnya membentuk simbol tambah dan dua lainnya saling menyilang bersamaan dengan simbol tambah di tengahnya, ukiran tersebut adalah lambang Kerajaan Slanzaria.

Agriel mendekatkan dirinya kepada Joah dan duduk di ranjang, ia sedang bersiap-siap melakukan proses penyembuhan yang berikutnya kepada Joah. Telapak tangan kirinya yang selembut susu menggenggam lambang Kerajaan Slanzaria yang terkalung di lehernya, sedangkan telapak kanannya memegang lengan kanan Joah yang terlilit pembungkus berwarna coklat.

Agriel menundukkan kepalanya dan memejamkan matanya. Kemudian ke dua belah bibirnya terlihat komat-kamit merapalkan doa penyembuhan dengan waktu yang lumayan lama, Sebelum akhirnya mengakhiri doa penyembuhan itu.

Joah dapat merasakan ada perubahan bagi lengan kirinya itu, terasa lebih ringan untuk digerakkan dari sebelumnya. Agriel menghela nafas panjang kemudian menatap wajah Joah dengan sorotan mata teduh dan senyum yang ternukil di wajahnya. Ia kemudian berkata,

"Mulai sekarang tidak perlu khawatir. Aku telah merapalkan doa penyembuhan penutup kepada luka cakaranmu itu. Kemungkinan beberapa minggu lagi bekasnya akan hilang. Kira-kira apa kau masih merasakan sakit?" ucap Agriel menerangkan sembari kembali bertanya.

"Tidak sama sekali, bahkan sebelumnya aku tidak menyadari kalau ada luka yang harus disembuhkan di tubuhku." jawab Joah.

"Namun satu hal yang harus kau ingat, kau tetap harus menjaga lengan kananmu itu dan jangan sesekali menganggap enteng. Jika ada rasa sakit yang mendadak muncul, temui saja Penyembuh terdekat!" Agriel memberikan saran. Joah hanya membalas saran Agriel dengan mengangguk.

Menyadari tugasnya telah selesai, wanita berjubah putih itu berpamitan kepada Joah dan Ibu Niriah, mereka pun mengizinkannya untuk pergi. Joah membenarkan posisi duduknya, sesaat ia baru menyadari rambut berantakan dan wajah kusut yang tetap ia pertahankan saat bersama dengan Agriel.

"Benar-benar memalukan" kutuknya dalam hati.

Lalu tiba-tiba, rasa malu itu dipecahkan oleh kalimat bernada serius yang keluar dari mulut Ibu Niriah.

"Joah, ada satu hal yang ingin aku ceritakan kepadamu!" ujar Ibu Niriah menghenduskan nafas panjang sembari memandang Joah dengan hati yang terbuka.

Hal itu lantas membuat Joah penasaran, sepertinya hal yang ingin disampaikan oleh Ibu Niriah sangat penting. Ibu Niriah mendekatkan dirinya kepada Joah, kemudian berbisik mendekat ke Joah,

"Umurmu sudah cukup untuk hal ini, dan sudah selayaknya kau mengetahuinya.... Kau mau mendengarnya?" tanya Ibu Niriah, membuka pintu rasa penasaran Joah menjadi semakin lebar.

"Ya..." jawab Joah siap menerima segala kemungkinan.

Ibu Niriah pun mulai memberitahukan satu hal kepada anak itu, satu hal yang selama ini ia rahasiakan dan menunggu waktu yang tepat untuk menyampaikannya kepada Joah, dan bukan tanpa alasan ia merahasiakan hal itu kepada Joah.

Semuanya perihal masa lalu Joah yang sangat memprihatinkan, sekaligus mengerikan, dan tentu saja semua ini ada hubungannya dengan teror di Rumah Tn. Oshiera yang semalam terjadi.

Kira-kira inilah yang disampaikan oleh Ibu Niriah. Tentang mengapa benar-benar tidak ada yang mengetahui darimana asal-usul Joah, itulah sebabnya ia tidak memiliki nama keluarga di belakang namanya.