webnovel

Traumatik

Bagaimana traumatik orang yang kita bully...? #Stop Bullying #Save Me ^^

Lunamori_Story_26 · Realistic
Not enough ratings
25 Chs

Percobaan Peruntungan

***

Devan menatap aneh ke arah sebuah kertas yang sekarang sedang sengaja di perlihatkan kepadanya saat ia selesai bersekolah di homeschooling.

"apa ini ibu?" tanya Devan.

ibu tersenyum, dibalik sebuah surat yang dipegangnya itu.

"kau akan dapat beasiswa untuk bersekolah di kota dengan segala fasilitas bagus!" kata ibu bersemangat di atas kursi rodanya itu.

"eh?, tapi...aku sudah senang ada di sini ibu.... ibu gimana kalau aku pergi?" seru Devan menolak begitu saja. ia tidak mau kalau sampai ia pergi. maka ibunya tidak akan lagi ada yang merawat dan terlebih lagi ia takut kalau nanti ibu akan di rendahkan lebih lagi oleh anak anak desa dan masyarakat desa.

"apaan kau ini?. kau tidak mau membanggakan ibu?" tanya ibu. kali ini ibu menatap kedua mata Devan tajam.

"Bu.. bukan seperti itu" Devan cemas. ia tidak mau meninggalkan ibunya. apalagi ibunya hanya sendirian.

"nah kalau begitu kau harus mencoba nya. lagipula ibu ini kuat!" seru ibu. ia tersenyum dan kini menyodorkan surat itu ke dada Devan. Devan menatap ke arah surat itu dengan ragu. dan ia menatap lagi ke arah ibu yang duduk di atas kursi roda lama itu.

"ta.. tapi-" Devan berhenti berbicara. ia melihat lagi ke arah ibunya yang tampak lemah dan renta. ia tertegun, dan untuk kesekian kalinya meneguk ludah. betul, ia tidak ingin selalu menjadi beban ibu. ibu yang lanjut usia dan ibu yang miskin. ibu yang melakukan segala hal untuk dirinya yang merupakan beban ini. jika ia melakukan ini maka mungkin saja ia akan bisa membanggakan ibu.

Dengan mantap Devan mengangguk, ia mengecup punggung tangan ibu. benar, ia harus mencoba peruntungan ini. jika ia ingin membuat ibu bahagia. ia harus pindah ke daerah lain yang lebih maju, dan di saatnya tiba. ia akan membawa ibu dari desa ini ke perkotaan yang maju dan membelikan kursi roda baru untuknya. karena Devan mencintai ibu. sangat mencintainya.

"Devan akan mencoba Bu, doakan Devan agar bisa Bu" seru Devan pelan. menatap ke arah ibunya yang memiliki beragam keriput diwajahnya.

"tentu saja!, semangat ya, ibu akan selalu dukung kamu. kebahagiaan Devan adalah kebahagiaan ibu" seru wanita paruh baya yang memiliki usia yang telah lanjut usia itu. Devan tersenyum dan memeluk ibunya hangat. ia akan melakukannya. apapun demi ibu. apapun demi kebahagiaan-nya.

***

Hari ini adalah hari dimana Devan akan merantau untuk mencoba peruntungan di negeri orang. Devan mengangkat tas sederhana yang ia miliki. melihat ke arah ibunya yang ada di depannya. mulai sekarang hanya ibu yang akan ada disini. dan Devan tidak akan lagi melihatnya untuk waktu yang lama. Devan merasa air matanya mulai jatuh saat mengingat kalau ia tidak akan bisa lagi melindungi ibunya.

"hiks..ibu..hiks... aku..aku tidak mau meninggalkan ibu...hiks". Devan mulai menangis di hadapan ibunya. bagaimanapun Devan masihlah kecil. mental nya masih sangat belia karena Devan selalu dirumah dan ia berbeda dengan anak anak lain. berpisah jauh dari sang keluarga tercinta merupakan hal yang sangat memukul jiwa Devan. ia masih ingin bersama ibunya.

Sendirian di negeri dimana ia menjadi orang asing disana. Devan merasa ia tidak akan bisa bertahan. sakit. kenapa ia harus berpisah dengan ibunya?. Devan tidak pernah membayangkan akan pergi dari tempat ini. Devan bahkan sama sekali tidak pernah terpikir kalau ia akan meninggalkan ibunya dan merantau sendirian. berpisah sejenak dengan sang ibu membuat Devan merasa sakit.

"hiks...Devan gak mau" seru Devan. ia memang sangat cengeng. Devan selalu sendirian dan hanya sang ibu yang terus bersamanya. Devan masihlah anak anak yang sangat kekanak-kanakan.

"Devan...sssh...sudah jangan nangis, malu loh kalau laki laki nangis" bujuk ibunya dengan lembut. di ulurkan tangannya mengelus pipi Devan yang putih dan pucat itu. Devan mengelap air mata dengan punggung tangan kanannya. ia menatap ke arah sang ibu dengan kedua mata sayu menyipit. dan sesekali ia mengigit bibirnya.

"ta..tapi ...kalau gak ada ibu.. Devan, Devan tidak akan bisa hidup!". ibunya itu hanya sedikit membesarkan matanya terkejut sejenak. Devan yang cengeng, dan Devan yang manja. jujur itu begitu menyedihkan. tanpa sadar tetesan hangat mengalir dari pelupuk matanya. Devan terhenyak saat melihat ibunya yang selalu tersenyum itu menangis.

"nak...ibu...juga gak bisa pisah sama Devan. Devan udah seperti anak ibu sendiri...dan ibu sayang banget sama Devan...i love you Devan-". ibu berhenti berbicara sejenak. mengarahkan tangannya mengelus pipi kanan Devan merasakan kehangatan tubuhnya.

"-tapi...ibu juga ingin Devan sukses. dan suatu saat nanti. hal itulah yang bisa membanggakan ibu. Devan bisa mandiri dan bisa membuat keluarga sendiri. jangan sama seperti ibu ya?. ibu ini menyedihkan" lanjut ibunya. dan ia lagi lagi tersenyum lirih. memegang perlahan pegangan kursi roda yang kini menopang Kehidupannya yang renta. dirinya yang tidak bisa lagi berdiri dan melakukan apapun.

Devan mengeleng. ia memegang tangan kurus milik ibunya. "gak, ibu sama sekali tidak menyedihkan. ibu luar biasa. ibu itu cantik, ibu itu baik. dan...Devan sayang banget sama ibu...karena ibu adalah ibu kandung bagi Devan" seru Devan dengan polosnya. ibunya terdiam, memandang ke arah Devan. anak satu satunya yang menganggapnya ibu. sosok Devan yang tidak akan bisa lagi ia lihat. tanpa sadar pertahanannya hancur begitu saja saat melihat wajah polos anak laki laki yang rasanya baru ia rawat beberapa menit yang lalu.

Ah.. rasanya sakit juga.

***

Devan memegang kertas itu. kertas yang berisi tentang lomba seni di kota yang tidak ia kenal. seminggu lagi sebelum harinya. Devan memasukkan kertas itu ke dalam sakunya. dan mulai berjalan ke arah perkotaan yang lumayan jauh dari tempatnya. mengangkat tasnya yang cukup berat berisi berbagai perlengkapan dan uang seadanya. jika ia berhasil. maka ia akan bisa mendapatkan sekolah asrama. dan ia bisa membawa kebanggaan untuk ibunya. Devan suka seni.

Saat homeschooling ia mendapatkan nilai tinggi untuk seni dan berbagai pujian. tapi guru yang mengajari nya hanyalah orang orang desa yang tidak cukup berpengalaman dan tinggal di area sana saja. Devan tidak tau darimana ibunya bisa mendapatkan surat formulir ini. tapi ia harus berusaha. demi ibunya dan demi dirinya lagi. ia janji akan menjadi sukses dan menjemput ibunya dari sini.

jadi untuk saat ini. ia akan mencoba setahap demi setahap. mencari peruntungan di negeri yang tidak pernah ia tapaki. dan untuk saat ini. ia akan mencoba untuk percaya kalau ibu akan baik baik saja di sana. dan ia akan mencoba untuk menjadi mandiri. Devan adalah laki laki. ia harus kuat. dan Devan akan pulang dengan membawa kebanggaan sebagai anak laki laki yang sukses dan kuat dan melihat lagi senyuman di wajah cantik ibu.

"Devan akan berusaha ibu!"

***