webnovel

TIPL - Memikirkan Image

Sekarang malam sudah tiba, Peyvitta dan juga Bima sudah sampai di tempat acara itu berlangsung, hanya saja di waktu sekarang Peyvitta dan juga Bima belum keluar dari mobil, sebab baru saja datang.

Seperti yang sudah Bima ucapkan, sekarang Peyvitta sudah berpenampilan dengan penampilan yang dia rasa sebaik mungkin agar tidak membuat Bima kecewa dengan penampilannya.

Ada sesuatu hal yang Peyvitta rasa mengganjal dalam hatinya sampai akhirnya Peyvitta memilih untuk berucap, "Pak, sebelumnya saya mau tanya sesuatu sama Bapak."

"Apa?" Dengan santai Bima menjawab sambil merapikan sedikit rambutnya.

Setelah mendengar kalau Bima menanyakan apa pertanyaannya, Peyvitta malah semakin merasa kebingungan dan juga merasa deg-degan dengan semua ini.

"Apakah tidak ada perempuan yang bisa Bapak ajak ke pesta ini?" Dengan nada yang rendah dan sopan, Peyvitta menanyakan hal ini pada Bima.

Peyvitta sama sekali tidak ingin menyinggung Bima dan juga tidak ingin kalau nantinya hanya meraut emosi yang ada dalam diri Bima.

"Tidak ada yang ingin saya ajak," jawab Bima dengan begitu acuh.

Masalahnya bukan ada pada perempuan yang bisa diajak oleh dirinyaa untuk datang ke pesta seperti ini, tapi dirinya tidak menemukan cewek yang bisa dia ajak.

"Hm, saya harap perasaan yang Bapak miliki tidak terus berlanjut ya." Peyvitta hanya bisa berharap dan juga berdoa yang terbaik untuk semua ini.

Mendengar kalimat ini membuat Bima yang semula sedang memperhatikan penampilan rambutnya menjadi beralih, menatap Peyvitta dengan tatapan yang begitu fokus.

"Itu urusan saya, bukan urusan kamu. Mau saya tetap mempunyai perasaan sama kamu atau tidak itu urusan saya, bukan urusan kamu. Kamu tidak mempunyai hak untuk mengatur saya," ucap Bima.

Sangat terlihat kalau Bima tidak suka diatur.

Siapa pun yang akan mengatur atau ikut campur dengan kehidupan Bima, dirinya tidak akan segan-segan untuk dia elakkan atau dia bantah.

"Ya maaf sebelumnya, tapi saya cuma memberi tahu kepada Bapak. Saya tidak ingin kalau ke depannya Bapak merasakan yang namanya kekecewaan atau sakit hati," ujar Peyvitta yang mencoba menjelaskan apa yang dia maksudkan.

Kedua bola mata Bima dia edarkan dan kemudian berhenti tepat menatap wajah Peyvitta. "Kamu terpaksa menemani saya?" tanya Bima menggunakan nada bicara yang terdengar cukup bersahabat.

"Sepenuhnya terpaksa itu tidak, hanya saja saya lebih menghargai perasaan Bapak. Saya tahu banyak perempuan yang mengejar-ngejar Bapak, tapi Bapak malah mengejar sa—

Sudah tidak tahan dengan apa yang akan dibahas, sehingga dirinya hanya memilih untuk membeli yang tadi. Bima merasakan yang namanya cemburu.

"Yang mengatakan kalau saya mengejar kamu siapa?"

Pertanyaan yang baru saja Bima lontarkan terdengar begitu serius, Bima merasa tidak terima dengan kalimat yang akan Peyvitta ucapkan sebelumnya, sehingga dia langsung memotong kalimat Peyvitta.

Salah lagi kan gue ngomongnya, hm. Serba salah hidup gue kalau sama dia.

Dengan disertai oleh keraguan, orang tersebut menggelengkan kepalanya merasa setengah kaget. Sama sekali saya tidakk ingin jatuh ke lubang yang salah.

"Tidak ada, ya sudah sekarang mau langsung ke dalam atau tidak?" tanya Bima yang meminta kesimpulan.

Bima menatap Peyvitta.

Peyvitta terdiam dengan sebuah perasaan bersalah. Sebelumnya Peyvitta sama sekali tidak ada niat untuk membuat Bima merasakan yang namanya marah dan juga kesal.

"Maaf Pak, untuk yang tadi. Saya tidak bermaksud untuk menyinggung perasaan Bapak," jujur Peyvitta dengan penuh kelembutan sambil menundukkan sedikit pandangannya.

"Hm." Bima tidak mengeluarkan kata yang berarti, dia hanya berdehem.

"Mari, sebelum acaranya menjadi lebih jauh lagi. Saya yakin kalau Pak Bima tidak ingin terlambat untuk datang bukan?" tanya Peyvitta dengan nada bicara yang terdengar begitu santai dan juga lembut.

Bima langsung melangkahkan kakinya dengan perasaan yang tidak suka, setengah marah dengan apa yang sudah terjadi. Peyvitta melihat bagaimana cara Bima melangkah dan hal ini terlihat berbeda dari biasanya.

Peyvitta memberanikan dirinya dengan langsung melangkahkan kakinya cepat dan menarik tangan Bima agar Bima mau menghentikan langkah kakinya, melihat bagaimana Bima menatapnya membuat Peyvitta kebingungan menyampaikan kalimat yang ada dalam pikirannya.

"Lupakan apa yang saya katakan kepada Bapak saat di dalam mobil tadi, karena kalau Bapak tidak melupakan hal itu sejenak saja, maka aura yang Bapak tunjukkan akan berbeda dengan aura Pak Bima yang biasanya."

Senyuman Peyvitta terukir dengan begitu indah, Peyvitta mencoba memberanikan dirinya untuk menatap Bima dan mencoba meluluhkan Bima agar mau menuruti apa yang baru saja dia jelaskan. Peyvitta menganggukkan kepalanya dengan penuh kelembutan.

Dia cukup memikirkan image saya.

Setelah semua ini, Peyvitta mendadak kebingungan dengan hal yang harus dia pilih, tapi dirinya hanya mencoba untuk menguatkan diri agar terlihat baik-baik saja.