1 Dunia nyata

"Aahh ... akhirnya happy ending rute Luke. Aku bisa tidur sedikit tenang malam ini."

Gadis bersurai ash brown yang sedari tadi tak henti-hentinya memainkan sebuah game bergenre dating simulation akhirnya merebahkan tubuhnya di ranjang yang empuk. Kantung matanya semakin menghitam akibat sudah dua hari ia tak tidur karena memainkan game tersebut. Bibirnya mengulas senyum seraya menarik selimut untuk menutupi setengah tubuhnya, ia sebegitu senangnya dengan karakter Luke yang menurutnya sudah ia taklukan. Berharap karakter-karakter itu bisa masuk ke dalam mimpi. Demi dewa mitologi ia tidak akan mau bangun jika hal itu benar terjadi.

Belum sejam dirinya terlelap, pintu kamarnya terbuka dan seorang wanita masuk ke dalam kamar lalu dengan teganya membuka gorden kamar alhasil sinar mentari pagi menyeruak masuk ke dalam kamar, membangunkan sang maniak game.

"Bangun, Casey! Ini sudah pagi, kau harus segera ke kampus," ujar wanita itu seraya menepok pipi, pundak dan kaki sang buah hati. Bukannya terbangun, Casey malah mengerang sekali dan mengubah posisi tidurnya. Melihat respon Casey, hal ini membuat wanita itu emosi. "Casey! Bangun atau kulempar ke kolam renang!"

"Ah, Ibu! Aku baru tidur sejam! Bisakah aku bolos kali ini saja?" balas Casey dengan mata masih terpejam.

"Haah ... tentu saja tidak, Honey. Apalagi alasanmu mengantuk karena bermain game sampai pagi. Cepat bangun dan bersiap-siap, sopir sudah menunggumu."

"Ya, sudah. Ibu berangkat kerja saja tidak perlu menungguku."

"Aku harus menunggu kalau tidak kau tidak akan kuliah."

"Tidak, Ibu percaya saja padaku. Lima menit lagi aku akan bangun." Perkataan dan perbuatannya tidak sinkron, Casey malah mengeratkan selimutnya. Tentu saja hal ini membuat kedua alis ibunya mengkerut, "Omong kosong! Cepat bangun jangan buat aku terlambat bekerja!" titah sang ibu seraya menyeret anaknya ke dalam kamar mandi.

***

Jam sepuluh pagi Casey baru sampai kampus dengan santai. Ibunya dengan sangat terpaksa berangkat terlebih dahulu karena jarum jam menunjukkan pukul tujuh pagi, hati Casey berteriak senang dan kembali tidur setelah selesai sarapan. Jika dirinya tidak diperbolehkan bolos sehari, setidaknya satu mata kuliah ia bisa lewatkan demi menyelamatkan tubuhnya yang terlewat lelah.

Sejak pagi, ponselnya terus berdering, banyak pesan yang belum ia baca tetapi dirinya tahu pesan tersebut pastilah dari sahabatnya.

Kelas pertama seharusnya telah usai, Casey menunggu di kantin fakultasnya. Jarinya mengetik pesan untuk sahabatnya itu seraya menyeruput boba yang baru saja ia pesan.

Tak lama dari itu, di kejauhan Casey bisa melihat gadis bersurai burgundy dengan kacamata yang selalu bertengger di hidung mancungnya yang tak lain adalah sahabatnya. Casey melambaikan tangannya agar dirinya terlihat.

"Sudah lama sampai?"

"Baru saja. El, pesan apa yang kau mau, kutraktir," ujar Casey membuat Eleana mengerutkan alisnya heran. Ada angin apa gadis aneh ini mentraktirnya?

"Kenapa tiba-tiba?"

Ekspresi Casey menjadi sumringah lalu menggebrakkan meja membuat banyak orang memperhatikan mereka berdua. "Kau tahu tidak?"

"Apa? Bisakah kau tidak menggebrakkan meja? Orang-orang melihat kita!"

"Aku tidak peduli! Yang terpenting aku bisa menikah dengan Luke!"

" ... hah?"

Casey memegang pipinya, mulai berimajinasi ria. "Dua hari aku menyelesaikan rute Luke, dan miliknya lah yang membuatku benar-benar jatuh cinta! Tidak adakah sosok di dunia nyata yang mirip dengannya?"

"Oh, jadi karena ini kau bolos kelas." Eleana menatap sahabatnya datar, ia sudah mulai terbiasa dengan tingkah Casey yang bisa dibilang ajaib.

"Sekali saja kau bermain, kau akan kecanduan."

"Terima kasih atas penawarannya, tapi aku menolak," tolak Eleana dengan tegas. Netranya fokus pada menu, biarkan Casey dengan imajinasinya dan dirinya bisa mendapatkan makanan gratis.

Casey mencibir, tangan kanannya menangkup pipi dengan malas. "Kenapa sih kau se-alergi itu dengan game?"

"Karena aku tidak mau gila sepertimu. Aku pesan dulu, kau sungguh akan membayarnya, kan?"

" ... sialan. Ya, ya, aku akan traktir!"

Hanya lima menit Eleana sudah kembali ke meja. Seraya menunggu pesanannya, Eleana memberikan informasi kelas tadi pada Casey, gadis itu mendengarkan walaupun baru masuk telinga kanan langsung keluar ke telinga kiri.

Casey tidak begitu menyukai jurusannya saat ini. Jurusan Manajemen Bisnis suruhan Ibunya. Kalau ia bisa memilih, ia ingin sekali berada di jurusan arsitektur seperti ayahnya dulu. Walaupun sosok tersebut telah meninggalkan dirinya sejak umur 12 tahun. Ingatan kecilnya saat ayahnya mengajari menggambar rumah dengan tampilan sederhana sesuai dengan umur Casey saat itu dan kenangan-kenangan yang terkadang membuat netranya kembali menitikkan air mata karena rindu yang terlalu dalam.

Sekarang dirinya hanya tinggal berdua dengan sang ibu, dan beberapa pekerja rumah. Ibunya yang sibuk bekerja membuat dirinya kesepian yang akhirnya ia lampiaskan dengan bermain game.

Ia tak menyalahkan ibunya, malah sangat menyayangi wanita yang telah melahirkan dan merawatnya dengan penuh kasih sayang, walaupun sering bertengkar tetapi hanya pertengkaran kecil karena dirinya yang tak nurut dan banyak tingkah. Ya ... mau bagaimana lagi Casey kan sedang tahap memberontak.

"Tugas Mrs. Loria sudah kau kerjakan, kan?" tanya Eleana membuat Casey tersadar dari lamunannya.

"Eh? Tugas apa?"

Eleana menghela napasnya berat, kemudian mengeluarkan buku tugasnya pada Casey. "Salin, sebentar lagi kelas akan dimulai."

Melihat perbuatan mulia Eleana, netra Casey berbinar tak sanggup berkata-kata. Menurutnya, Eleana sudah seperti malaikat surga yang ditakdirkan untuk membantu sebagian permasalahan hidupnya. Casey menutup mulutnya, mulai berakting. "Aku mencintaimu, aku tidak tahu bagaimana hidupku tanpa-"

Eleana memukul mulut Casey yang tertutupi tangan dengan buku agar gadis gila itu berhenti berkata menggelikan. "Berhenti bicara kau membuat polusi suara semakin tinggi."

"Eleana dengan mulut tajamnya ...."

***

Pukul tiga sore perkuliahan hari ini telah usai. Casey berpamitan dengan Eleana karena sopir telah menunggu sejak tiga puluh menit yang lalu. Ia sudah terbiasa dengan sikap protektif sang baginda ratu alias ibunya walaupun terkadang Casey juga ingin merasakan mampir terlebih dahulu ke coffee shop maupun ke tempat yang ia inginkan bersama Eleana dan teman-teman yang lain dengan bebas.

Casey juga ingin merasakan memiliki pacar! Demi tuhan selama hidup 19 tahun dirinya tak pernah dekat dengan jenis kelamin pria kecuali ayahnya ataupun supir pribadinya. Jadi jangan heran mengapa imajinasi dirinya begitu liar.

Padahal menurutnya, ia tidak begitu buruk rupa.

"Ibu akan pulang jam berapa, Willy?" tanya Casey pada supirnya, Willy. Pria itu terbilang masih muda, karena itu Casey dengan santainya hanya memanggil nama.

"Seperti biasa jam delapan malam, Nona," jawab Willy tetap fokus menyetir. Casey hanya menganggukan kepalanya kemudian lanjut memandangi pemandangan yang ada di luar jendela mobil.

Sekitar dua puluh menit Casey telah sampai di rumahnya, tak lupa ia mengucapkan terima kasih pada Willy lalu dengan cepat memasuki rumah menuju kamarnya.

Casey melempar ranselnya lalu menjatuhkan dirinya ke ranjang dengan mata terpejam. "Home sweet home," gumam Casey menikmati dinginnya kamar dan wangi mint berkat air diffuser yang baru saja ia nyalakan.

Tok tok tok

"Ya? Buka saja! " jawab Casey sedikit kencang.

Pintu terbuka menampilkan pelayan rumahnya yang membawakan beberapa makanan dan dessert untuknya, "Nona, ini makanannya atau Nona ingin mandi terlebih dahulu?"

Casey menggeleng. "Aku akan makan dulu, terima kasih, Emily!" ujarnya seraya tersenyum manis.

Pelayan itu membalas senyuman Casey lalu pamit kembali ke dapur.

avataravatar
Next chapter