1 CHAPTER 1

Cerita ini hanya karangan Fiksi belakang, bila ada kesalahan nama tempat, tokoh, waktu dan karakter saya minta maaf.

Karya ini murni imajinasi dari saya sendiri selaku penulis dan bila saya menemukan bentuk plagiat dari cerita ini saya tidak segan-segan melaporkan serta karya ini akan saya Unpublish.

Jika anda tidak suka cerita ini tolong tinggalkan. Saya juga tidak menerima segala bentuk komentar Negatif.

__________________

๐–๐€๐‘๐๐ˆ๐๐† ๐’๐‚๐„๐๐„! ๐ƒ๐ˆ๐’๐‚๐‹๐€๐ˆ๐Œ๐„๐‘:

[BRUTALISM, RUDE, TOXIC, CHAOS, SEXUALITY, MURDER, MENTAL DISORDER, CREEPY, MISTERY]

__________________

โš ๏ธโš ๏ธโš ๏ธ

27 February, Salisbury, England.

Di dataran benua Eropa lebih tepatnya di Kota salisbury yang merupakan salah satu kota terkecil di England.

Derap langkah tergesa-gesa dari seorang Pemuda tampan dengan raut wajah yang ketara terlihat ketakutan.

Netra mata ocean bluenya yang bisa menghayutkan siapa saja yang menatapnya begitu menenangkan.

Badan terlihat gemetar dan gigi yang saling menggeletuk namun bukan karena kediginnan, dia harus memendam ketakutannya kedua tangan dinginnya mengepal erat terlihat dari urat tangan yang menonjol.

Menyesuaikan deruh napas dan jantung yang bedetak sangat kencang.

"Okey, calm down.Vic,"gumamnya.

PEMBUNUH!

Suara itu memekik di telinganya membuat berdenging dan otaknya bermunculan kata 'Pembunuh'.

"Akh! Tidak".

"Heh, what's wrong buddy?"tanya seorang Pemuda yang berada di dekatnya.

Peluh membasai tubuhnya, dirinya tidak sadar sejak kapan berada di perpustakan.

"Hei, Vict? Are u okey?"

"Okey, sejak kapan kita berada disini bukannya tadi di lantai enam?"tanyanya sedikit linglung.

"Loony! Apa kau sedang berkhayal? Dari tadi kita disini bahkan kita tidak menginjak lantai enam sama sekali Victor".

"Ha?"

Pemuda itu bernama Victor Rado D'Arcy. Masih sedikit linglung dengan pernyataan dari temannya Ben.

"Jangan banyak melamun! Cepatlah kita harus segera masuk karena kelas akan dimulai 30 menit lagi" Ben bangkit dan mengambil tasnya.

"Duluan saja, aku akan menyusul."balas Victor.

Ben hanya mengangguk sebagai balasan dan meninggalkan Victor sendirian di perpustakaan.

Victor, pemuda itu mengusap wajahnya memikirkan tentang apa yang terjadi.

Aku? Pembunuh?

"Apa yang sebenarnya terjadi, huh".

Menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangannya yang menunjukkan 15 menit lagi kelas akan dimulai.

"Shit!" Bergegas mengambil tasnya dan keluar dari perpustakaan.

Tanpa dia sadari di bawah tasnya tadi terdapat surat kabar yang memberitakan tentang pembunuhan di halaman utamanya.

Victor berlari di sepanjang jalan menuju kelas,"Excuse me, Sir".

Matanya menatap ke arah ruangan kelas yang kosong tidak ada satu orang pun,"Bukankah ada kelas hari ini? Kemana mereka? Apa aku salah ruangan?".

Kembali melihat papan di atas pintu dan benar ini ada ruang kelas yang biasanya. Lalu kemana mereka?

Victor langsung mengambil ponselnya dan menghubungi Ben.

Panggilan masih berdering belum diangkat oleh yang dituju. Kini panggilan ke-5 di terima.

"Hallo, Ben. Dimana kau? Bukannya katamu ada kelas dan sekarang kelas sepi?"

"Ha? Memang ada kelas. Kau dimana?"

"Bahkan dosen sudah ada dikelas akan mulai mengabsen, shit kemana kau Vic"

"T-tap...."

Mata Victor membelalak terkejut,"Apaan ini?! Damn!"umpatnya.

Papan yang menunjukkan Ruang 115 kini menjadi 315? Yang benar saja. Ada apa dengan dirinya?

"Hei? Vict?"

Suara itu berasal dari sambungan telpon Victor yang masih belum Victor.

"Ya?"

"who are you with?"

"Apa? Aku sendirian"

"Are You Kidding me? jelas-jelas aku mendengar suara lain, like Women."

Victor terkejut bukan main, ayolah bung dia sendirian di sini. Suara apa yang Ben maksud.

"Ben, absenkan aku Izin sepertinya aku kurang enak badan." Dan langsung mematikan sambungan telponnya.

Pemuda itu mengusak rambutnya frustasi,"Aku rasa perlu ke kantin untuk makan, maybe aku belum makan jadi tidak fokus karena lapar".

Victor berjalan meninggalkan ruangan itu dan tiba di belakangnya sosok wanita menatapnya dengan mata full merah darah.

"Aku pesan seperti biasa,"pesan Victor saat sudah di kantin.

Mendudukkan dirinya di bangku paling pojok, itu adalah bangku kesukaannya dan sepertinya suasana kantin cocok untuk menenangkan diri sementara karena sedikit yang berada disana.

Sambil menunggu pesanannya Victor tidak sengaja mencuri dengar dari beberapa mahasiswi kampus yang masih ada di kantin.

"Sudah melihat berita pagi ini?"

"Yang pembunuh berantai kan? Sekarang korbannya seorang model"

"Ya kau benar, padahal aku penggemar model itu kenapa pembunuh sialan itu menbunuhnya aku tidak terima"

"Hei! Jaga ucapanmu barang kali dia tau kau sedang mengumpatinya"

"Fuck you killer bastard!"

"Terserah kau saja lah, oh yah siapa nama model itu?"

"Dia bernama Geldin Deovrat, dia model muda yang tampan apa mungkin pembunuh itu kalah tampan sampai membunuhnya, awas saja kalau ketemu akan ku pukuli"

"Yang ada kau mati duluan sialan, dan c'mon belum ada yang tahu pembunuhnya male or female. Dia sangat misterius".

"Pembunuhan?"gumam Victor.

"Korbannya seorang model bernama Geldin Deovrat? Apa motif dari pembunuhan tersebut?"

Mengambil ponselnya dan melihat semua berita tentang pembunuhan berantai. Pembunuhan berantai berawal dari 3 bulan yang lalu pada tanggal 25 Desember.

"Bukankah itu hari natal?"Kemudian Victor melihat para korban pembunuhan dan tanggal berapa mereka di bunuh.

"Korban pertama seorang Dosen dari kampus ternama yang bernama Jhosep Smith, disini tidak ada keterangan apa motif pembunuhannya. Tapi banyak yang berpresepsi kemungkinan Joshep Smith mempunyai musuh namun ada yang menentang kalo dia Dosen yang baik hati dan ramah"telaah Victor saat melihat berita pembunuhan itu.

"Hem, mengapa aku tidak mendengar berita ini tapi waktu seorang model sebagai korbannya berita itu langsung terdengar di penjuru inggris".

"Permisi, ini pesanannya,"melihat pesanannya datang Victor menjeda kegiatan menelaahnya tadi.

Di sela-sela makannya Victor juga berpikir, selama ini di kampusnya tidak ada koran yang memberitakan tentang hal tersebut.

"Ini aneh,"lirihnya.

"Vic!"suara orang memanggilnya membuat atensinya teralihkan.

"Kau kemana saja? Kenapa izin tadi? Sejak tertidur di perpustakaan kau jadi aneh, apa baik-baik saja?"tanya Ben berturut-turut dan mendudukkan dirinya di samping Victor di ikuti dua teman yang lainnya.

"I'm Fine. Apa kelas sudah selesai?"tanya Victor.

"Seperti yang kau lihat, Vic"jawab Luke.

"Apa kalian lihat berita tentang pembunuhan berantai?"tanya Fince.

"Ah, yang korbannya sekarang Model yang lagi naik daun bukan? Hei, Dude. Beritanya sudah tersebar dimana-mana,"balas Luke.

"Kasihan dia, padahal baru karirnya melonjak tinggi malah dibunuh,"iba Fince.

"Semua sudah takdir, maybe,"sahut Ben.

"Apa kalian tidak merasa aneh?"tanya Victor yang tadi menyimak percakapan.

"What?"tanya balik Luke.

"Pembunuhan berantai ini sudah teejadi pada hari natal tanggal 25 Desember tapi berita itu baru sampe di sini saat korban model pria itu terbunuh bahkan kita tidak tahu itu korban keberapa,"jelas Victor.

Kini Ben,Luke dan Fince mulai memikirkan penjelasan Victor. Yang di bilang memang ada benarnya, apa ada orang yang tersembunyi tentang kasus ini?

"Yang di bilang Victor benar ada ke janggalan mengenai kasus itu"pendapat Ben menyetujui penjelasan Victor.

"Sudahlah, tidak perlu dipikirkan. Yang terpenting kita bukan targetnya".

Mereka mengangguk saja yang di ucapkan Luke, tidak perlu ikut campur biar pihak berwajib yang menyelesaikannya.

Namun hanya Victor yang belum bisa melupakan tentang kejanggalan berita tadi.

"Kenapa melamun?makananmu akan basi"celetuk Fince kemudian bang

kit menuju stand makanan.

"We ordered too,"ucap Luke ke Fince sambil menunjuk dirinya dan Ben.

Ben memukul pelan dahinya,"Akh! Aku hampir lupa".

"About what?"tanya Victor.

"Tadi Prof. Mattew berpesan agar kau mendatanginya sepulang kampus"jawab Ben.

"Kenapa Prof. Mattew memanggilku?"tanya Victor.

"I don't know, lebih baik menemuinya,"Ben mengangkat bahunya.

"Aku selesai, aku pergi dulu."pamitnya kemudian berjalan keluar area kantin dan menuju ke gedung rectorate.

Ben dan Luke hanya menatap punggung Victor yang menjauh hingga suara mengangetkan mereka berdua.

"Kemana dia pergi?"tanya Fince yang baru datang sambil membawa pesanan mereka.

"Ke gedung rectorate menemui Prof. Mattew". Luke hanya mengangguk paham saja.

Kembali ke Victor, jarak fakultas Mechanical Engineering dengan gedung Rectorate lumayan jauh.

Di sepanjang jelan dalam hati Victor bertanya-tanya mengapa dirinya dipanggil? Apa dia membuat kesalahan? Atau ada nilai yang tidak sesuai kriteria?

Sampai di ruangan Prof. Mattew "Excuse me, Prof."

"Masuk"

Saat ini Victor berhadapan dengan seorang pria paruh baya yang tidak lain adalah Prof. Mattew.

"Ada apa Prof. Mattew memanggil saya?"tanya Victor sesopan mungkin.

"Sit down,"bukannya menjawab malah menyuruh Victor untuk duduk.

Victor buru-buru duduk agar dia cepat mengetahui apa tujuannya di panggil kemari.

"So, in connection with the collaboration between our College and City Of College, the Chancellor of the campus leadership agreed to conduct a student exchange"jelas Prof. Mattew.

"Lalu hubungannya dengan saya apa, Prof?"tanya Victor tidak paham.

"Kampus kita akan mengirim satu mahasiswa untuk melakukan pertukaran pelajar di City of College"

Jeda Prof. Mattew,"dan para pimpinan kampus sepakat akan mengirimmu sebagai pertukaran pelajar".

"Ha? Kenapa saya Prof. bukankah masih ada yang lebih layak?"tanya Victor merasa heran.

"Kamu memiliki GPA yang bagus dan selalu bertahan. Serta juga point dalam setiap kegiatan kampus, lantas apa yang perlu kita pertimbangkan lagi?"

"Dan pimpinan kampus sudah sepakat. so it can't be changed it's absolute!"tekan Prof. Mattew.

Victor menghela napas pasrah, "tapi bagimana dengan kebutuhan sehari-hari saya disana?"

"Tenang saja pihak our College dan City College sudah mengaturnya"jawab Prof. Mattew.

"Okay Prof. I agree"ucap Victor.

Prof. Mattew tersenyum senang saat Victor setuju,"So tomorrow you've moved".

"What? Are you serious, Prof.?"tanya Victor dengan raut terkejut.

"Yeah, kau hanya perlu packing barang pribadimu".

Mendengar jawaban Prof. Mattew membuat Victor pasrah seakan dirinya diusir dari kampus saja.

"This is a permit and you only need to prepare your passport, birth card and identity card"ucapnya sambil menyerahkan surat Izin PM.

"Thank you, Prof. Jika sudah tidak ada yang dibahas, boleh saya pamit pulang?"tanya Victor.

"Ya, You can go home,"balas Prof. Mattew.

Selepas kepergian Victor, bunyi telpon berdering yang ternyata milik Prof. Mattew.

"As you want"

๐šƒ๐š˜ ๐š‹๐šŽ ๐šŒ๐š˜๐š—๐š๐š’๐š—๐šž๐šŽ๐š

Thanks for reading, hope you enjoy it. Look forward to the next part๐Ÿ–ค

Dan kalau untuk minta Update cepat minta ke akun dia spam aja. Soalnya kalau kalian minta di aku jarang aku tanggapi karena jarang on Wattpad.

Bye.

avataravatar
Next chapter