webnovel

twenty one

"Citra!"

Citra pun berbalik "Apa?"

"... Apa kau masih belum bisa membaca pikiranku?"

Citra tersenyum paksa "Bisa.."

"Lalu kenapa kau tidak membaca pikiranku!?"

"Jika aku membaca pikiran mu maka kau akan kehilanganku!" sesaat kemudian citra tersenyum lebar melambai pada Wisnu "Wisnu, selamat berjuang!"

Wisnu menatap kosong pada punggung citra yang pergi dengan riang masuk ke dalam kamarnya. Di kamar Citra duduk termenung menatap ujung kakinya sendu. Ia berpikir keras dan mencoba mengingat bagian dari kecelakaan yang di maksud Manda sebelumnya, kenapa itu berhubungan dengannya dan apa juga maksud dari perkataan manda tentang kakak pertamanya.

Citra mengambil ponselnya dan menghubungi kakaknya "Halo.. kakak.."

"Sagi manisku! Kenapa? Apa uang jajanmu habis?"

Citra tidak pernah mengerti dengan cara kakak pertamanya yang memanjakan adiknya dengan memberikan uang jajan yang banyak, setiap bulan rekeningnya selalu mendapat kiriman uang dari tiga orang. Kakak pertamanya, ayahnya dan ibunya. Sedangkan kakak keduanya masih sama sepertinya masih kuliah, jika kakak ke duanya sudah bekerja mungkin rekeningnya akan meledak oleh kiriman uang dari mereka.

"Kakak.. Jika aku meminta mu untuk tidak mengirim uang lagi apakah kakak akan berhenti melakukannya? Aku rasa itu tidak mungkin.." ujar Citra dengan suara kecil.

Kakak pertama berkata dengan serius "Tentu saja saja... tidak! Perempuan itu memiliki keperluan yang sangat banyak! Jadi kau harus memiliki banyak uang di tangan. Jangan di tahan jika kau menginginkan sesuatu beli saja langsung."

Citra memutar mata bosa. "Kakak jika kau seperti ini aku akan menjadi pemalas nanti!"

Kakak pertamanya tertawa "Ha ha ha.. tidak apa-apa. Kakak bekerja mencari uang memang untuk kau habiskan." Kata kakak pertamanya santai.

Citra menghela napas bosan "Kak. Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan. Apa kakak mengenal Manda?"

"Tidak!"

"Bagaimana dengan Wisnu?"

"Juga tidak!"

Citra merasa aneh, kenapa kakaknya sangat cepat menjawab pertanyaannya "Kecelakaan! Bagaimana dengan kecelakaan?" Lama citra menunggu jawaban kakaknya tapi yang di dengarnya hanya helaan napasnya yang berat.

"Kecelakaan? Kecelakaan seperti apa yang kau maksud sagi?" Citra bergidik meskipun suara kakaknya masih terdengar lembut namun ada ancaman dalam suara itu.

"He he he.. kakak.. lupakan saja. Aku hanya bertanya asal.." kata Citra takut. Jika reaksi kakaknya seperti ini maka jelas sesuatu pasti telah dia sembunyikan. Sudah waktunya ia berhenti mencari tahu sebelum kakaknya menghapus semua bukti yang akan ia cari nanti.

"Sagi.. apakah masih ada yang ingin kau tanyakan? Jika tidak kakak akan kembali bekerja."

Citra mengerucutkan bibirnya cara pelarian kakaknya benar-benar tidak kreatif selalu sama setiap kali mereka bicara di telepon, jika kakaknya marah dan tidak ingin membicarakan sesuatu alasannya selalu sama "Kakak.. jangan marah.. dia bilang kalau kakak telah melakukan sesuatu pada ingatanku? Aku hanya ingin tahu.."

"Tidak ada apa pun yang kakak lakukan pada ingatanmu, Sagi.. dan dari siapa kau mendengar ini?" citra segera sadar kesalahannya. Tidak ada yang memberitahunya tapi ia sendiri yang membaca ingatan dan pikiran Manda saat itu. Jika ia memberitahu kalau dia membaca pikiran Manda kakaknya pasti akan terkejut dan takut.

"..Aku hanya mendengar sekilas.. baiklah.. kakak maaf mengganggu waktu kakak.."

"Baiklah. Jaga dirimu baik-baik di sana.."

Citra mematikan teleponnya dan langsung sebuah notifikasi masuk, sebuah sebuah laporan transaksi transfer. Melihat jumlah uang yang masuk ke rekeningnya Citra hanya menghela napas, uang yang sebelumnya saja belum ia habiskan sekarang sudah menumpuk lagi. Sudahlah.

Citra melempar tas belanja ke atas meja belajar dan langsung berbaring di atas tempat tidur "Hah! Nyaman.." citra memijit pelipisnya "Aku bebas membaca pikiran orang lain tanpa efek samping, tapi kenapa membaca pikiran Wisnu begitu menguras tenaga bahkan tidak hanya itu saja, jika ia memaksa membaca pikiran Wisnu maka ia akan terkena dampak yang buruk.

Kenapa semua yang berhubungan dengan Wisnu membuatnya tidak bisa melepaskannya dulu maupun sekarang. Dan yang lebih membuatnya tidak bisa mengerti adalah dia selalu merasakan sakit.

"Apakah mencintainya sebuah kutukan untuk ku?" citra berguling memeluk bantalnya, memejamkan mata menikmati kelembutan kapas.

"Kutukan apa?"

"Woah!! Kapan kau masuk!" teriak Citra kaget melihat Mia yang sudah duduk di ujung tempat tidurnya.

Mia menampakkan wajah polos menunjuk ke arah pintu. "Aku sudah mengetuk! Tapi kau tidak menjawab! Biasanya jika kau tidak menjawab itu artinya 'silahkan masuk'. Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau seperti melihat hantu!" kata Mia sambil memperbaiki pakaian dan rambutnya.

"Kau memang seperti itu! Seperti hantu!"

"Ck! Apa maksud mu dengan kutukan! Jelaskan!" mia menuntut memaksa Citra untuk duduk.

"Woi! Aku malas sekarang! Biarkan aku berbaring!"

"Kau akan tertidur nanti! Tidak bisa harus duduk dan jelaskan!" mia masih memaksa.

"Kau benar-benar biang gosip! Mia! Apa lagi yang ingin kau ketahui dariku! Kutukan apa. Aku tidak mengerti!"

Mia kesal "Baiklah, jika kau tidak ingin membicarakannya, tapi jangan lakukan sesuatu yang membuatku menyesal karena baru mengetahuinya kemudian hari. Kau tentu tahu.. kalau kau adalah sahabat pertama yang aku miliki tidak ada siapa pun yang bisa ku percayai kecuali kau! Apa yang tidak bisa aku ceritakan pada orang lain sudah aku ceritakan pada mu, aku berharap kau juga memperlakukan aku seperti itu.."

Citra menghela napas "Aku.. bukannya tidak bisa membaca pikiran Wisnu.. tapi karena aku memang tidak ingin membacanya..?"

Mia terkejut dan merebut bantal guling yang di peluk Citra dengan paksa "Kenapa? Bukankah itu lebih muda untukmu mengetahui isi hatinya?"

"Hah.. ya.. apa yang kau katakan benar.. tapi tidak semudah itu juga, Mia.. jika aku memaksa membaca pikirannya..." Citra menatap Mia sedih. "Aku tidak tahu sejak kapan aku bisa melakukan ini, tapi apa yang orang lain anggap kelebihan di mata mereka adalah kekurangan untukku.."

"Apa maksudmu..?"

"Membaca pikiran mu seperti membuka pelajaran yang sudah di ulang-ulang, sangat mudah. Berbeda dengan pikiran Wisnu. Itu seperti selembar kertas kosong, sulit menemukan jejak tulisan di atasnya, dan jika aku menemukannya maka.. itu akan mempercepat kematianku."

Mia yang sedang membalik-balikkan lembar kertas novel tanpa tertarik untuk membacanya terkejut, ia bahkan menjatuhkan novel itu di atas tempat tidur "Tadi, kau mengatakan apa? Mempercepat kematianmu? Bagaimana kau bisa tahu itu?"

Citra terlihat bingung juga tidak tahu harus menjelaskannya seperti apa "Intinya saat ini aku tidak akan melakukan hal yang akan membuat mu sedih.." kata Citra tersenyum kecil.

Mia kesal dan melemparkan pukulan bantal pada Citra "Dasar anak nakal! Berhenti membuat orang khawatir! Apa ku tahu itu! Aku tidak mau mendengar kata mati lagi keluar dari mulutmu! Sekarang ayo kita pergi mencari makan! Aku sangat lapar!.."

***