webnovel

Mendung kembali datang pada Julia

Gubrak!

"Akh!" 

Julia dilempar ke tengah ranjang oleh Damian. Setelah kedua orang tua Sultan pergi, ia menarik Julia pulang. Sementara Aldo tetap tinggal di rumah Sultan untuk menjelaskan situasi yang terjadi.

"Renungkan kesalahanmu! Jangan berharap, kau, memiliki hak untuk bebas keluar rumah lagi!"

Brak!

Damian membanting pintu kamar lalu menguncinya dari luar. Hal itu sudah biasa baginya. Namun, kali ini, Julia merasa sangat terpukul.

"Buka pintunya, Hubby! Aku akan menjelaskan masalahnya padamu. Berikan aku kesempatan untuk menjelaskan."

Julia menggedor-gedor pintu. Ia terus memanggil Damian. Namun, laki-laki itu sedang mengurung diri di kamarnya di lantai atas. "Hubby! Buka pintunya! Aku mohon," ucapnya dengan suara semakin pelan.

Tubuhnya menggelosor turun dan duduk bersandar di pintu. Julia menangis, meratapi hal bodoh yang dilakukannya. Seandainya saja, ia tidak menerima permintaan Sultan.

Nasi sudah menjadi bubur. Keadaan tidak dapat berubah sama seperti sebelumnya. Baru tadi pagi, mereka semakin dekat satu tahap. 

Kini, ia harus kembali ke dasar. Kembali ke awal, dimana Damian sangat membencinya. Laki-laki yang hatinya mulai luluh itu seperti membangun dinding yang semakin tinggi agar Julia tidak sanggup meraih puncak hatinya.

***

"Jadi, Julia adalah istrinya Damian?" Sultan tidak percaya dengan penjelasan Aldo.

"Ya. Dia adalah kakak iparku, Kak Sultan. Tapi, kenapa kakak iparku bisa jadi kekasih, Kak Sultan?"

"Itu … kami hanya sandiwara." Sultan tidak menyangka, gadis incarannya ternyata istri dari sahabatnya sendiri, Damian. Mereka sudah bersahabat selama sepuluh tahun lebih.

Ia merasa bersalah karena tidak tahu kalau Julia adalah istri Damian. Parahnya lagi, ia telah jatuh cinta pada Julia. Kedua laki-laki itu telah jatuh cinta terhadap Julia pada pandangan pertama.

Julia memang sosok yang berbeda dengan gadis kebanyakan. Wajah polosnya membuat Sultan dan Aldo tertarik, apalagi saat wanita itu tersenyum. Damian adalah laki-laki paling beruntung menurut Aldo dan Sultan.

Sayangnya, luka hati Damian terlalu dalam setelah disakiti oleh Gabriel, mantan istri pertamanya. Sangat sulit untuk membuka hatinya kembali. Ketika telah terbuka sedikit karena Julia, kini pintu itu kembali tertutup rapat.

"Apa kau akan pulang?"

"Tidak. Mereka harus menyelesaikan masalahnya terlebih dulu. Jika aku ada di sana, mereka tidak bisa bebas bertengkar. Masalah mereka juga tidak akan selesai jika tidak dibicarakan."

"Benar juga. Ya sudah, temani pria yang sedang patah hati ini. Bagaimana kalau kita pergi ke kelab malam?" Sultan menaik-turunkan kedua alisnya.

"Oke!" Aldo setuju. Mereka harus melupakan perasaan singkat yang tumbuh dalam waktu secepat kilat. Cinta pada pandangan pertama, sepertinya hanya karma untuk, Aldo dan Sultan.

***

Damian mengunci Julia selama tiga hari. Setiap bangun tidur, istrinya akan menggedor-gedor pintu, dan meminta suaminya untuk memberikan kesempatan untuk menjelaskan. Ia akan berhenti berteriak saat petang menjelang.

Setiap malam, Damian datang ke kamarnya untuk membawakan makanan. Namun, makanan itu tidak pernah dimakan oleh Julia. Di hari ketiga, pagi hari, Damian tidak mendengar suara dari dalam kamar Julia.

"Sudah menyerah rupanya. Bagus. Aku akan lihat. Berapa lama, kau bisa bertahan untuk diam. Aku yakin, sebentar lagi, pasti teriak-teriak lagi."

Damian duduk di ruang tengah. Sebatang rokok filter telah dihisapnya pagi-pagi. Ia sengaja menyalakan televisi dengan suara yang cukup kencang.

Tok! Tok! Tok!

Ia membuka pintu, ternyata Aldo pulang setelah tiga hari menginap di rumah Sultan. Sejak semalam, Aldo sudah ingin pulang. Namun, ia menahannya sampai pagi.

"Dimana kakak ipar, Kak?" Aldo yang merasa tidak enak hati sejak kemarin, langsung menanyakan Julia begitu pintu terbuka.

"Dikunci di kamarnya," jawab Damian santai. Ia tidak merasa khawatir karena ia selalu membawakan makanan untuk wanita itu. Namun, ia tidak tahu bahwa makanan itu dibuang di luar jendela. 

Makanan itu menumpuk di sana. Julia sama sekali tidak makan dan minum selama ia dikurung oleh Damian. Wanita itu tidak bisa makan sebelum bisa bicara dengan suaminya.

"Apa?! Kakak menguncinya di kamar? Sejak kapan?" Aldo mulai panik.

"Sejak pulang makan siang dari rumah Sultan. Dia baik-baik saja. Aku selalu membawakan makanan untuknya setiap hari. Dia tidak akan mati," jawab Damian dengan ketus.

"Apa, Kakak, yakin kalau kakak ipar memakannya?"

Pertanyaan Aldo membuat  Damian ikut panik. Benar juga. Selama tiga hari, Damian membawakan makanan untuk Julia, tapi ia tidak melihat wanita itu memakannya.

Ia segera merogoh saku celananya, mengambil kunci kamar Julia. Bergegas membuka dengan wajah khawatir. Berdoa di dalam hati agar wanita itu baik-baik saja. 

'Kau harus baik-baik saja, Juli.' 

Ceklek!

"Julia!" Mereka memekik bersamaan saat pintu terbuka lebar. 

Julia, wanita itu terbaring di lantai dengan wajah pucat. Bibirnya kering dan mengelupas. Kedua mata Julia terpejam rapat, dengan baju tidur yang sama seperti kemarin.

"Keterlaluan kamu, Kak! Dia sampai seperti ini, hanya karena satu kesalahan.  Kenapa tidak dibunuh saja sekaligus?" Aldo emosi. Ia memaki kakaknya dengan wajah merah padam.

"Berisik!" Damian berjongkok, lalu menggendong Julia keluar dari kamar, dan membawa wanita itu ke rumah sakit.

Aldo mengikuti mobil Damian sampai tiba di parkiran rumah sakit. Mereka menunggu di depan ruang UGD dengan cemas. Damian tidak bermaksud menyiksa Julia sampai mati.

'Bodoh! Aku memberikan makanan agar kamu bertahan hidup, tapi kau malah menyiksa dirimu sendiri sampai seperti ini. Kenapa tidak melawanku seperti sebelumnya, malah menyerah seperti ini? Bodoh! Dasar gadis bodoh!' 

Damian menggerutu dalam hati untuk menghilangkan rasa bersalahnya. Namun, itu tidak berhasil. Meski, ia telah berusaha menyalahkan kebodohan Julia.

'Aku yang salah. Aku tidak tahu kalau dia tidak memakan makanan yang aku bawakan. Dia seperti ini karena aku. Aku yang bodoh!'

Damian terduduk di depan ruang UGD. Aldo yang sempat menyalahkan sang kakak, berubah simpati saat melihat laki-laki itu begitu terpukul. Ia mencoba menghibur Damian.

"Dia pasti baik-baik saja." Aldo menepuk-nepuk punggung sang kakak.

"Aku terlalu egois. Seharusnya aku tahu, kalau Juli tidak memakan makanan yang aku bawakan untuknya. Aku terlalu emosi, hingga tidak bisa mendengar ucapan permintaan maaf darinya." Damian menyesali keadaan yang sedang terjadi.

"Tidak perlu menyalahkan diri sendiri. Kita doakan saja, semoga kakak ipar tidak apa-apa."

Damian mengangguk. Ia duduk menunggu dengan perasaan cemas. Doa tulus ia panjatkan, demi kesembuhan Julia. Ia berjanji di dalam hati kecilnya, ia tidak akan melakukan hal yang sama di kemudian hari.

Ia telah menyadari perasaan cintanya yang begitu dalam pada wanita itu. Semua rasa cemburu, rindu, yang semula hanya samar-samar, kini telah terkuak. Damian sadar, ia mencintai gadis itu, dan tidak tahu sejak kapan cinta itu hadir.

*BERSAMBUNG*

Next chapter