webnovel

Melarikan diri

Julia melarikan diri dari rumah Damian lewat jendela gudang. Ia tidak mengenal Jakarta sama sekali. Entah ia ada di mana? 

Yang dipikirkan wanita itu sekarang, hanya bagaimana caranya ia pulang ke Sukabumi, sedangkan ia tidak memiliki uang sama sekali. Di tengah malam, dengan baju tidur yang basah, Julia berjalan tanpa arah tujuan. Ia sampai di jalan raya di pusat kota.

Ia menyeberang sembarangan dan hampir saja tertabrak sebuah mobil sedan berwarna biru. Pemilik mobil itu keluar dan menghampiri Julia yang terjatuh di samping mobilnya. Wanita itu terjatuh karena terkejut.

"Anda tidak apa-apa, Nona?" tanya laki-laki bersuara lembut dan hangat. Ia mengulurkan tangan hendak membantu wanita itu bangun, tetapi Julia menepis pelan tangan laki-laki itu.

"Tidak apa-apa. Terima kasih," tolak Julia. Ia tidak mau menerima bantuan dari orang yang tidak dikenal. Ia selalu ingat kata-kata beberapa orang yang sering merantau ke Jakarta. Mereka selalu bilang, Jakarta itu kejam.

Banyak orang yang menjadi korban kejahatan karena tidak berhati-hati dalam bergaul. Julia tidak ingin mengorbankan nyawanya hanya demi kebaikan orang yang tidak dikenalnya. Ia berdiri dengan limbung.

"Anda mau kemana? Biar saya antar. Kenalkan, nama saya Sultan. Saya orang baik, tidak perlu takut," ucap laki-laki bernama Sultan itu.

"Tidak perlu. Saya permisi," pamit Julia. Ia kembali melangkah pergi.

Sultan menatap wanita itu dari atas sampai ke bawah. Baju tidur itu masih sedikit basah dan meperlihatkan sedikit underwear-nya. Kaki wanita itu hanya dibalut sandal rumah dengan motif kelinci berbulu.

Sebagai laki-laki sejati, hatinya tidak bisa membiarkan wanita itu pergi begitu saja. Ia mengambil cardigan yang ada di dalam mobil lalu mengejar Julia. Sultan menghadang wanita itu.

"Saya tidak tahu, Anda sedang ada masalah apa. Tapi, izinkan saya membantu sedikit dengan memberikan ini untuk Anda, Nona. Setidaknya, ini bisa menutupi tubuh Anda." Sultan menyodorkan cardigan kulit itu kepada Julia.

Wanita itu sadar, bajunya memang terlalu tipis. Ditambah keadaannya basah, baju itu jadi semakin menerawang. Cardigan panjang sebatas lutut itu bisa menutupi baju tidurnya yang basah. Ia pun mengambil cardigan itu.

"Terima kasih, Tuan."

"Sama-sama. Kalau boleh tahu, siapa namamu?"

"Saya, Julia."

"Kenapa berkeliaran di jalan raya di tengah malam seperti ini?"

"Tidak apa-apa. Saya hanya asisten rumah tangga yang melarikan diri dari rumah majikan. Terima kasih atas jaketnya. Saya permisi," pamit Julia.

Sultan menarik napas dalam-dalam. Ia ingin mengantar wanita itu, tetapi ditolak mentah-mentah. Ia hanya bisa berdoa, semoga wanita itu tiba di rumahnya dengan selamat.

***  

Pagi tiba. Damian bangun dan mencari Julia di dapur. biasanya di jam tujuh, wanita itu sedang sibuk menyiapkan sarapan. Namun, pagi ini, dapur terasa sepi.

Tidak ada tanda-tanda orang yang sudah menggunakan peralatan dapur. Meja makan juga bersih tanpa ada hidangan yang biasanya tersaji di sana. Ia pun mencari Julia ke gudang.

Ia mencari di setiap ruangan. Namun, tidak terlihat keberadaan wanita itu. Damian pun mulai panik.

"Iris!"

"Iya, Kak!" sahut gadis itu dari dalam kamar. Ia bergegas pergi menghampiri Damian di gudang. "Ada apa, Kak?"

"Kamu lihat Julia tidak?"

'Sialan! Jadi, pagi-pagi memanggilku, cuma untuk menanyakan keberadaan wanita itu.'

"Tidak. Memangnya, dia tidak ada?"

"Semalam, dia masih di sini. Sekarang tidak ada," jawab Damian dengan wajah cemas dan gelisah.

 "Kalau wanita itu pergi, ya biarkan saja, Kak. Untuk apa dipikirkan?"

"Kamu tidak tahu apa-apa. Jangan asal bicara! Kalau sampai papaku tahu dia tidak ada bersamaku, penyakit papa bisa kambuh."

Iris pun mengerti sekarang, kenapa Damian sangat panik. Ia pun berpura-pura khawatir dengan kepergian wanita itu. Ia harus menunjukkan jika ia peduli dengan keselamatan Oman.

Perginya Julia dari rumah, pasti akan memengaruhi penyakit Oman. Iris tidak mau dianggap tidak peduli pada orang tua Damian. Ia pergi bersama laki-laki itu untuk mencari Julia.

 ***

Julia terbangun saat cahaya mentari menyapa tubuhnya. Ia tidur di taman karena sudah lelah berjalan. Entah sudah berapa jauh jarak yang ditempuh oleh wanita itu.

"Hai, Cantik! Kok tidur di taman? Kalau tahu ada wanita secantik ini tidur di taman, Abang pasti akan menolongmu. Bagaimana kalau kamu tinggal di rumah Abang? Dari pada tidur di taman seperti ini," goda seorang preman yang sedang berkeliling menagih uang keamanan pada para pedagang.

Julia segera berlari dengan kencang. Namun, preman itu mengejarnya. Ia berlari sambil menangis.

Tidak pernah terbayang sebelumnya, jika ia akan mengalami hal-hal yang lebih pahit daripada membayar hutang-hutang judi ayah tirinya. Jika bisa memilih, ia akan lebih memilih bekerja banting tulang siang malam dan membayar hutang-hutang ayah tirinya seumur hidup. Namun, hidupnya ditakdirkan untuk tidak memilih.

Ia hanya bisa mengikuti alur takdir yang merangkai hidupnya. Wanita itu tidak bisa menghindar, meski ia berlari, dan berlari tanpa henti. Kakinya mulai terasa lelah berlari menghindari preman itu, dan ….

Bug!

Ia terjatuh di atas trotoar. Orang-orang berkerumun membantu wanita itu bangun. Di antara orang-orang itu, ia kembali bertemu Sultan.

"Julia!" pekik Sultan.

"Mas, kenal sama Mbak ini?" tanya salah seorang pejalan kaki yang membantu wanita itu berdiri.

"Iya. Dia teman saya, Pak." 

"Kalau begitu, sebaiknya antar dia pulang. Preman itu sejak tadi mengejarnya," kata laki-laki berjanggut tipis itu pada Sultan.

Ia baru berkenalan dengan Julia semalam, tapi nama yang sederhana itu sudah melekat di ingatannya. Wanita itu bahkan lupa siapa namanya, tetapi ia ingat dengan jelas siapa wanita itu. Ia meraih tangan Julia dan membawanya masuk ke mobil.

"Terima kasih, Mas."

"Kamu tunggu di mobil sebentar, saya akan membeli minuman dulu," ucap Sultan. Ia tidak mengerti, sebenarnya Julia hendak pergi kemana? Semalam, wanita itu menolak bantuannya. Kali ini, ia akan memaksa wanita itu agar menerima bantuan darinya.

Saat ia kembali setelah membeli air mineral dan roti, wanita itu tertidur. Sultan tidak tega membangunkannya. Melihat wajahnya yang pucat dengan bibir membiru, ia menyimpulkan bahwa wanita itu di luar semalaman.

"Apa sebenarnya yang menimpamu, Julia?" gumam Sultan. Ia duduk bersandar, menunggu wanita itu bangun.

Seorang pengamen mengetuk kaca mobil, membuat Julia terbangun dari tidur singkatnya. Ia mengucek mata pelan-pelan. Seketika ia sadar, dirinya ada di dalam mobil.

Ia hampir lupa jika Sultan menyuruhnya menunggu di dalam mobil, bukan tidur. "Maaf, Mas, saya ketiduran."

"Tidak apa-apa." Sultan memberikan minuman dan roti di tangannya. Ia juga menawarkan bantuan pada wanita itu. Namun, Julia tidak mau meminta Sultan mengantarnya ke kampung.

     

Julia meminjam uang kepada laki-laki itu. Ia membutuhkan uang untuk ongkos membayar bus menuju ke kampungnya. Ia meminta nomor rekening Sultan agar ia bisa mengembalikan uang itu.

Sultan menolak memberikan nomor rekening. Bukan karena takut wanita itu membobol rekeningnya, tetapi ia mengatakan jika mereka berjodoh untuk bertemu, maka Julia bisa mengembalikan uang itu padanya. Ia mengantarkan wanita itu ke terminal terdekat.

*BERSAMBUNG* 

Next chapter