webnovel

Getaran cinta semakin terasa

"Ini kopinya, Tu … Hubby."

"Taruh saja di meja!" Damian menunjuk ke atas nakas, lalu melepas jas dan dasinya. "Nih!" Ia memberikan dasi itu kepada istrinya.

Julia berdiri diam di dekat nakas. Tidak mengerti maksud suaminya yang memberikan dasi. Jika ingin menaruhnya di tempat cucian, ia tinggal menyimpannya sendiri.

"Kamu masih belum bisa mengikat dasi. Ada waktu setengah jam kalau ingin belajar," ucap Damian.

"Oh." Julia baru memahami maksud laki-laki itu. Ia mengambil dasi di tangan Damian dan melingkarkan dasi panjang itu di kerah kemeja.

Setelah pertengkaran mereka kemarin malam, Julia sedikit takut untuk berada di dekat laki-laki itu. Terlebih, perasaannya yang mendamba kasih sayang sang suami, membuat jantungnya berdebar-debar cepat. Wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari wajah Damian.

Julia bisa merasakan embusan napas Damian yang menyapu wajahnya. Tangannya gemetar saat mulai mengikat dasi. Seperti manusia yang tidak makan selama tiga hari yang tidak memiliki tenaga untuk berdiri saking tegangnya.

"Kau sudah masuk ke kamar?" tanya sang suami tepat di samping telinga Julia.

"Hah? Be-belum," jawabnya dengan bibir gemetar sama hebatnya dengan tangan yang sedang mengikat dasi. Ia melirik jam dinding. Kenapa jarum jam sangat lambat berjalan. Ia hampir kehabisan oksigen karena kesulitan bernapas di depan sang suami.

"Oh." Damian terlihat kecewa. 

"Apa seperti ini sudah benar?" tanya Julia setelah selesai.

"Sudah benar, hanya kurang rapi. Kau bisa belajar lagi besok. Aku harus kembali ke kantor," jawab Damian sambil mengulurkan tangan hendak mengambil jas. Namun, Julia sudah mengambilkan jas itu untuknya. 

Julia membantu Damian memakai jas. Kopi buatannya sudah dingin, ia melirik gelas itu sekilas. Suaminya belum menyentuh kopi itu.

Damian melihat wajah Julia dari kaca lemari. Tidak ingin melihat wanita itu kecewa, ia mengambil kopi itu dan meminumnya sampai habis. Wanita itu menyunggingkan senyum.

Setelah mobil Damian pergi meninggalkan halaman, ia bergegas pergi ke kamarnya. Pertanyaan suaminya tadi, membuat Julia penasaran. Ada apa di kamarnya, hingga suaminya bertanya seperti tadi?

Bola matanya berkeliling, menyapu seisi ruangan. Hingga, pandangannya tertuju ke atas meja rias. Julia menghampiri lalu mengambil kertas kecil dan dua kartu ATM yang tergeletak.

"Maaf, kata-kataku terlalu kasar kemarin. Jangan meminta uang belanja pada adikku lagi! Dua kartu ATM ini, kamu pegang. Aku juga sudah mencatat nomor pinnya. Yang biru untuk uang belanja, yang gold, itu untukmu." Julia membaca isi catatan kecil itu.

'Apa maksud Damian memberikan kartu ATM ini padaku? Apa … dia sudah mengakui aku sebagai istrinya?'

Julia tersenyum-senyum sendiri dengan khayalannya. Sikap Damian juga tidak terlalu kasar tadi. Bahkan, lembut menurut Julia.

Karena mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhannya, Julia segera pergi ke mal menggunakan taksi. Ia ingin membeli beberapa baju agar terlihat sedap dipandang oleh sang suami. Ia masih berencana menarik hati suaminya,

***

Bruk!

"Maaf, saya tidak se~" 

"Julia! Kamu tidak apa-apa?" tanya Sultan.

Saat memasuki lobby mal, ia menunduk untuk menyimpan uang kembalian dari sopir taksi. Hingga, ia tidak memerhatikan jalan dan menabrak Sultan yang hendak keluar. Gurat kebahagiaan terpampang di wajah laki-laki itu.

"Mas Sultan, saya kira siapa. Maaf, saya selalu membuat masalah setiap kali kita bertemu."

"Satu kali bertemu, aku anggap itu hanya sebuah kebetulan. Dua kali, masih aku anggap kebetulan. Tapi, ini pertemuan kita yang ketiga kali tanpa janjian. Sepertinya … kita berjodoh," seloroh Sultan.

"Bisa saja, Mas ini," jawab Julia dengan senyum canggung.

"Kamu mau belanja? Tidak bersama adikmu?"

"Iya, aku mau belanja. Adikku sedang pergi ke rumah temannya, jadi aku naik taksi."

"Kalau begitu, berikan aku kehormatan untuk mengantarmu berkeliling dan berbelanja," goda Sultan.

Julia mengangguk pelan. Ia belum begitu hafal dengan kota Jakarta. Ingin pergi ke mall saja, ia bertanya pada sopir taksi.

Bertemu dengan Sultan seolah ia bertemu dewa penolong lagi. Ia bisa meminta tolong pada laki-laki itu untuk menemaninya berkeliling di dalam mall agar tidak tersesat. Sebenarnya, lebih nyaman bersama adik iparnya, tetapi Aldo tidak ada di rumah.

Setelah membeli beberapa potong pakaian, Julia dan Sultan pergi ke area food court. Mereka memesan jus buah dan roti bakar. Saat ini belum masuk waktu makan malam dan sudah terlalu sore untuk makan siang.

"Em …. Juli!"

"Iya, Mas." Julia menyuap satu potongan kecil roti bakar ke dalam mulutnya.

"Bagaimana dengan permintaanku soal menjadi pacar pura-pura? Sudah bisa menjawab belum?"

Julia tidak ingin terus merasa berhutang budi pada laki-laki itu. Sultan sudah menyelamatkan dirinya dari kejaran preman. Sudah sewajarnya jika ia membantunya.

"Baiklah. Hanya satu hari 'kan?"

"Iya. Hanya satu hari," jawab Sultan dengan kedua mata yang berbinar penuh kebahagiaan.

"Kapan dan dimana tempatnya? Biar aku mencatat waktunya agar tidak lupa." 

"Kamu … masih tidak punya ponsel?"

Julia menggeleng sambil tersenyum canggung. Ia belum berani membeli ponsel, meski ia memiliki uang sekarang. Ia belum meminta izin kepada suaminya, bukan ia tidak ingin.

"Kamu tunggu sebentar di sini! Aku pergi bertemu temanku sebentar," pamit Sultan.

Wanita itu sudah menghabiskan roti dan jus pesanannya. Namun, ia harus duduk menunggu Sultan di sana. Ia tidak enak hati jika pergi saat ini.

Lima menit kemudian, Sultan berlari ke arah meja mereka dengan tangan menenteng sebuah kantong belanja. Ia duduk dengan napas terengah-engah. Ternyata, laki-laki itu pergi untuk membeli ponsel.

"Ini untukmu, ambillah!" Sultan menyodorkan kantong belanja itu kepada Julia. 

"Ini apa?"

"Ponsel. Agar kita mudah berkomunikasi. Aku sudah memasukkan namaku di sana."

"Maaf, Mas. Saya tidak bisa menerimanya. Lebih baik, Mas, simpan saja." Julia menolak untuk menerima ponsel pemberian Sultan. Bagaimana jika Damian tahu, ia menerima hadiah dari laki-laki lain? Sedangkan, laki-laki itu marah saat Julia pergi bersama Aldo yang merupakan adik iparnya sendiri.

"Kamu bilang, aku adalah dewa penolongmu. Jadi, terima hadiah dari dewa penolongmu ini agar dewamu menjadi senang. Apa kau bahkan tidak mau membalas kebaikan dewa ini padamu?"

Dilema. Julia terpaksa mengambil ponsel itu. Namun, ia hanya menerimanya sementara waktu. Setelah ia selesai berpura-pura menjadi kekasihnya, ia akan mengembalikan ponsel itu pada Sultan.

Laki-laki itu menawarkan diri untuk mengantar Julia pulang, tetapi wanita itu menolak dan memilih pulang menggunakan taksi. Ia tidak ingin mendapatkan masalah. Bagaimana jika ia ketahuan saat pulang bersama Sultan?

Lebih aman untuknya pulang sendiri. Apalagi, ini adalah jam pulang kantor sang suami. Mungkin saja, Damian sudah ada di rumah. Julia ketakutan sepanjang jalan, takut suaminya marah mendapati ia tidak ada di rumah.

*BERSAMBUNG*

Next chapter