webnovel

Bertemu dewa penolong

Julia berbelanja bersama Aldo di pasar modern. Ia yang mendorong troli sementara Julia yang memilih barang-barang. Beberapa jenis sayuran, ikan, dan daging, sudah memenuhi troli.

Ia tidak peduli dengan ucapan orang-orang yang memuji mereka sebagai pasangan yang sangat serasi. Julia hanya menutup telinga. Berbeda dengan Aldo yang tersenyum bahagia karena dianggap sebagai pasangan Julia.

"Kau dengar tidak, Kakak ipar? Mereka bilang, kita ini … cocok."

"Jangan dengarkan mereka! Kalau mereka tahu, aku adalah kakak ipar kamu, mereka juga tidak akan mengatakan hal seperti itu," sanggah Julia.

"Tidak apa-apa. Hanya satu jam menjadi suamimu, haha …."

"Ngarep!"

Aldo tertawa renyah. Mereka lanjut berbelanja. Saat melewati stand kosmetik, Julia berhenti sejenak.

Sejak datang ke Jakarta, Julia tidak pernah membeli kosmetik. Ia tidak diberi uang belanja oleh Damian, apalagi untuk membeli kebutuhannya. Bibirnya terangkat saat kedua mata indahnya berbinar melihat lipstik berwarna nude.

"Mbak! Tolong bungkus yang itu!" Aldo langsung meminta pegawai itu membungkus lipstik yang dilihat Julia.

"Tidak perlu, Al. Lipstik milikku masih ada, kok," tolak Julia dengan halus. Namun, laki-laki itu tidak menerima penolakan Julia.

"Masih ada yang mau dibeli?"

"Sudah semua. Terima kasih, Al."

"Sama-sama. Kalau begitu, aku akan mengantri di kasir. Kakak ipar, tunggu saja di luar," ucap Aldo sambil mendorong troli penuh dengan belanjaan.

Julia keluar dari pasar swalayan dan duduk di bangku di depan swalayan. Saat sedang duduk menunggu Aldo keluar, seorang laki-laki menghampiri Julia. Awalnya, ia merasa takut.

"Julia, kan?" tanya laki-laki itu.

"Anda!" Julia tidak mengingat nama laki-laki yang menolongnya saat ia melarikan diri dari rumah Damian. Namun, wajah malaikat yang membantunya itu masih dapat diingat olehnya.

"Kau, melupakan namaku," keluh Sultan.

"Maaf. Biar aku ingat-ingat sebentar!" Julia tampak berpikir dengan mata terpejam.

Sultan melihat cahaya terang mengelilingi wajah gadis itu. Bak malaikat yang turun ke bumi. Memandangnya, membuat Sultan merasa bagai ada jutaan kupu-kupu di perutnya.

Gadis rapuh yang bertemu dengannya malam itu, seolah bukanlah dirinya. Ia yang ada di hadapannya saat ini, terlihat lebih segar, cerah, dan bahagia. Berkebalikan dengan gadis yang berpakaian lusuh, rapuh, terguncang, dan menyedihkan yang bertemu dengannya beberapa waktu yang telah terlewat.

"Maaf, aku sungguh-sungguh tidak ingat. Bagaimana kalau aku memanggilmu Dewa penolong?" kelakar Julia. Ia tersenyum manis, membuat Sultan semakin terpesona.

Gadis itu menangis memilukan saat pertama kali bertemu dengannya. Kini, rasanya ia bertemu dengan orang lain yang berwajah mirip Julia. Karena gadis yang bersamanya saat ini lebih banyak tersenyum, bicara, dan bercanda.

"Baiklah, terserah padamu. Sedang apa disini?"

"Sedang berbelanja. Kamu sendiri, mau belanja ya?"

"Tidak. Hanya kebetulan habis bertemu teman. Dengan siapa belanjanya?" tanya Sultan sambil mengedarkan pandangan.

"Adikku." Julia menjawab singkat.

"Bisa kita minum kopi sebentar di sana?" tanya Sultan sambil menunjuk coffee shop di seberang jalan.

Julia menoleh ke dalam swalayan sejenak. Melihat antrian masih panjang, ia pun menyanggupi. Ia menerima ajakan Sultan untuk mengobrol sebentar di coffee shop.

***

"Cappucino dua dan cupcake strawberry dua!" Sultan memesan kopi dan cupcake.

"Cappucino dua, cupcake strawberry dua. Oke, ditunggu pesanannya, Mas."

Sultan mengajak Julia mencari meja setelah mereka memesan di meja order. Mereka duduk di dekat jendela, agar Julia bisa melihat ke swalayan di seberang. Ia tidak boleh membuat Aldo menunggunya.

"Bagaimana kabarmu?" Sultan memulai percakapan.

"Seperti yang terlihat. Aku baik-baik saja. Terima kasih atas pertolongannya. Maaf, aku melupakan namamu," ucap Julia dengan canggung. Ia mungkin termasuk orang yang lupa membalas budi. Hanya mengingat nama penolongnya saja, ia bisa lupa.

"Kalau begitu, kita bisa kenalan lagi. Kenalkan, Sultan!" Laki-laki itu mengulurkan tangan pada Julia.

"Sultan. Aku akan mengingatnya kali ini. Terima kasih, Mas Sultan."

Sultan berbunga-bunga dipanggil 'Mas' oleh Julia. Kopi pesanan mereka pun tiba. Gadis itu memakan cupcake strawberry dengan ekspresi seperti anak kecil.

"Hmm … ini enak sekali. Apa namanya?" tanya Julia polos.

"Cupcake. Apa kau tidak pernah mendengarnya?"

"Di kampungku juga ada, tapi namanya bolu mangkok. Tapi, rasanya berbeda dengan yang pernah aku makan. Yang ini sangat lembut," ucapnya bersemangat. Kedua matanya berbinar saat gigitan demi gigitan cupcake itu lumer di dalam mulutnya.

"Apa kau bisa menolongku? Aku tidak bermaksud meminta imbalan atas pertolonganku padamu. Hanya saja, aku sedang dalam masalah. Jadi, aku meminta tolong padamu. Kalau kau tidak bersedia, tidak apa-apa."

"Asalkan aku bisa, aku akan membantu. Apa yang bisa aku bantu?"

"Aku ingin meminta tolong padamu untuk berpura-pura menjadi kekasihku. Hanya satu saja. Kedua orangtuaku akan berkunjung ke Indo dan mereka selalu bertanya tentang pernikahan. Bisakah kau membantuku?" 

Julia berpikir sejenak. Menjadi kekasih orang lain, meski hanya berpura-pura, pasti menimbulkan masalah padanya. Disisi lain, ia tidak bisa mengabaikan Sultan begitu saja.  

"Saya harus memikirkannya dulu, Mas. Memangnya, kapan orang tua, Mas, datang?"

"Minggu depan. Kalau boleh, aku minta nomor ponselmu. Aku akan memberikan waktu dua hari," ucap Sultan.

"Saya … tidak punya ponsel." Julia tertunduk malu. Meskipun orang kampung, jaman sekarang semuanya sudah memiliki ponsel.

Bukannya Julia tidak sanggup membeli, tapi setiap ia memiliki barang, Aura pasti merebutnya. Akhirnya, Julia tidak pernah membeli apa-apa, termasuk ponsel. Ia malas jika barang miliknya terus direbut oleh adik tirinya.     

"Oh, maaf. Kau tinggal dimana? Biar aku datang ke rumahmu."

"Saya jadi pembantu, tidak enak kalau menerima tamu," sergah Julia segera. Ia tidak bisa membiarkan Sultan datang ke rumahnya atau ia akan dihukum oleh Damian.

"Baiklah. Begini saja, aku akan menuliskan nomor ponselku. Kau harus menghubungiku setelah dua hari. Karena aku harus mencari solusi lain, jika dua hari kedepan, kau, menolak untuk membantuku."

Sultan bangun dan berjalan ke meja order. Ia meminta kertas dan meminjam pulpen untuk menuliskan nomor ponselnya. Setelah itu ia memberikannya pada Julia.

Aldo keluar dari swalayan dan terlihat mencari Julia. "Aku harus pulang sekarang, Mas. Terima kasih atas traktirannya. Lain kali, aku akan mentraktir, Mas."

Julia menyeberang dan meninggalkan Sultan di coffee shop. Dari kejauhan, ia tidak bisa melihat Aldo dan Julia dengan jelas. Hanya seulas senyum tipis melepas kepergian gadis itu.

'Sepertinya, dia berjodoh denganku? Kuharap, aku bisa mengambil hatinya, menyimpannya untuk menjaga hatiku.'

Sultan membayar kopinya lalu keluar. Mobil Aldo dan Julia sudah meninggalkan parkiran swalayan. Setelah mobil mereka tidak lagi terlihat, baru i pergi dari coffee shop. 

Laki-laki itu jatuh cinta sejak melihat gadis itu menangis di mobilnya saat pertama mereka dipertemukan. Sultan menganggap mereka berjodoh karena kembali bertemu. Andai ia tahu, gadis itu sudah tidak sendiri.

*BERSAMBUNG*

Next chapter