15 Salah Tingkah

Sempat berpikir untuk kembali saja. Namun saat sang gadis melihat sosok sang ayah, keraguan semakin membesar di diri Shari.

"Adduh… Babeh lagi," gumamnya lagi.

Jangankan orang lain, pikir sang dara, ayah kandungnya sendiri pun boleh dibilang sering mem-bully dirinya soal jodoh-menjodohkan dirinya dengan Rezqi. Meskipun, Shari sama sekali tidak menolak, sebab sang gadis pun sebenarnya sangat menyukai sosok dan pribadi Rezqi. Hanya saja, cara sang ayah yang terbilang ekstrem itulah yang membuat Shari sering menjadi malu dan wajah yang tebal di hadapan orang banyak.

"Lu… anak durhaka lu," dengus Babeh Djaja terbungkuk-bungkuk mengatur pernapasan. "Dipanggil-panggil suruh tungguin, hehh, nyelonong aje," sesaat Babeh Djaja menegakkan badannya, menghela napas dalam-dalam.

"Babeh yang kelamaan," timpal Shari.

"Nape lu?" Babeh Djaja menangkap gelagat yang aneh di diri anak gadinya. "Hayok," ajaknya. "Nape lu malah diem, oii Shari?"

"Eeng, anu Beh," belum apa-apa, wajah dara itu sudah merah saja. "Kata si Bima, Bang Rezqi lagi sama temen-temennya, Beh."

"Lhaa, terus?" selidik Babeh Djaja. "Haa, lu pasti demen, kan?"

"Babeh, apaan sih?" sungut Shari dengan rona pipi yang kian kentara. Menundukkan pandangan.

"Halaahh," Babeh Djaja tertawa renyah. "Ape Babeh bilang? Lu pasti demen mah ame tuh anak. Lu-nye aje nyang nyangkal mulu."

"Iih, Babeh," dengus Shari. "Sok tau!"

Kembali Babeh Djaja tertawa. "Lu jadi takut, kan? Takut bakal dicengin ame temen-temenye die?" tanpa sadar, Shari mengangguk. "Nah-nah-nah," tunjuk Babeh Djaja, dan kembali tertawa. "Ntu tandenye lu demen ma tuh anak. Udeh, nyok ke sono!"

Tanpa menunggu jawaban dari anak gadisnya itu, Babeh Djaja menyambar tangan sang anak, menghela, mengajaknya melanjutkan langkah menuju rumah Akhirali.

"Beh…" Shari semakin gugup. "Entar dulu…"

Tapi sepertinya percuma saja. Babeh Djaja tetap saja terus melangkah sembari 'menyeret' tangan sang anak.

***

Bi Ayu sedang menghidangkan segelas es jeruk untuk Dinda di atas meja saat Shari muncul di depan pintu masuk.

"Assalamualaikum," sapa Shari memberi salam.

"Waalaikumsalam," sahut beberapa mulut.

"Shari?" Bi Ayu malah berpikir jika si gadis ingin membeli sesuatu di warungnya. "Emangnya, Bang Ali gak ada di warung?"

Akan halnya Rezqi sendiri, melihat sosok Shari di ambang pintu itu ada perasaan gamang tiba-tiba melandanya. Sebab, terlalu sering dijodohkan dengan gadis tersebut, tidak saja oleh Babeh Djaja, tapi juga oleh yang lain.

Sementara itu, Jong, Steaven, Ambar, dan Dinda malah mesem-mesem memandang pada Rezqi, lalu sama beralih ke gadis di ambang pintu itu, dan beralih lagi ke Rezqi, begitu terus untuk beberapa saat.

"Apaan sih lu pada?" ujar Rezqi pada keempat sahabatnya itu dengan suara ditekan sedemikian rupa, dan pandangan mendelik.

Tapi, yaa lagi-lagi keempat orang tersebut senyam-senyum saja menangapi. Dan Shari, bukanlah gadis bodoh yang tidak bisa menyadari semua hal di depan matanya itu. Justru inilah yang ditakutkan gadis manis tersebut, dan semakin membuat Shari menjadi gugup. Salah tingkah.

"Eeng… enggak kok, Bi Ayu." Shari mencoba tersenyum, saat bertatap mata dengan Rezqi, ia menunduk. "Eee, Om Ali ada kok di warung."

"Kok malah kagok gitu?" Ambar bangkit dari duduknya mendekati Shari. "Santai aja lagi, Shar."

Meskipun begitu, Ambar cukup memaklumi kekakuan Shari. Ia dan ketiga rekannya cukup sering mencandai gadis tersebut. Tentu saja, Shari pasti serbasalah dengan adanya mereka berempat di sana.

"Eeh, Babeh," sapa Ambar saat ia melihat kehadiran Babeh Djaja di belakang Shari.

Semua orang ikut berpaling, sama memandang pada Babeh Djaja yang sekarang telah berdiri di samping Shari.

"Masuk, Beh," ujar Ambar.

"Waah, ade si Cewek India," sahut Babeh Djaja tertawa kencang.

"Palembang, Beh," protes Ambar. Meksi sebenarnya, Babeh Djaja ada benarnya juga, wajah Ambar mirip salah satu artis dari India, hanya beda di warna kulit saja. "Palembang."

Babeh Djaja kian tertawa renyah. "Mane ade 'Wong Kito Galo' kulitnye item-manis?" bantah Babeh Djaja bergurau dengan Ambar.

"Mak saya kan Madura, Beh. Gimana seeh?" dengus Ambar cuek.

Ambar kemudian menarik tangan Shari, membawa gadis tersebut masuk ke dalam rumah. Babeh Djaja tertawa menggeleng-gelengkan kepala, ikut melangkah memasuki ruangan.

"Beh," sapa Steaven, Dinda, dan Jong hampir serempak, dan sama menyalami pria tua tersebut, bergantian.

"Lagi rame nih," kekeh Babeh Djaja.

"Masuk, Beh," ujar Bi Ayu. "Ada apa nih, Beh? Tumben, Bapak-anak berduaan gini?"

"Gue denger si Rezqi tabrakan, mane tuh anak?" ujar Babeh Djaja sembari bertolak pinggang. Sebenarnya sih, karena masih berusaha mengontrol pernapasannya yang memburu.

"Tuuh," tunjuk Bi Ayu dengan gerakan kepalanya.

Setelah pandangannya tak lagi terhalangi, Babeh Djaja bisa melihat Rezqi duduk menjulur di sofa panjang itu. Babeh Djaja melangkah mendekati Rezqi.

Habis gue, bisik Rezqi dalam hati. "Beh," sapanya sembari berusaha membetulkan posisi duduknya sendiri.

"Ape lu nyang parah?" tanya Babeh Djaja, sepasang mata liar menelisik sekujur tubuh pemuda tersebut.

"Parah?" ulang Rezqi dengan kening berkerut. "Kagak, Beh. Cuman siku ni doang," ujarnya lagi sambil menggerakkan tangan kirinya.

Babeh Djaja mengedarkan pandangannya, mencari-cari sesuatu. "Eeh, Jong, bawa sini tuh bangku!"

Jong segera mengangkat bangku bulat itu, meletakkannya di samping Babeh Djaja.

"Shari?" panggil Babeh Djaja sembari mendudukkan diri di bangku bulat. "Mane minyaknye?"

Shari melangkah mendekati sang Ayah. Sebelum menyerahkan botol minyak tersebut pada Babeh Djaja, terlebih dahulu ia tersenyum manis pada Rezqi. Kikuk.

Bi Ayu dan keempat muda-mudi lainnya sama terkekeh, tahu pasti bahasa tubuh kedua orang itu, terutama Shari.

"Sini tangan lu," perintah Babeh Djaja pada Rezqi. "Cepetan!"

"Eehh?" Rezqi mengernyitkan dahi. "Eeng, udah diurut, Beh, ama Mak Uniang tadi," ujar Rezqi.

Untuk menolak langsung, Rezqi sedikit canggung. Meskipun ia tahu pasti Babeh Djaja memang jago dalam mengurut bagian tubuh yang keseleo dan sejenisnya. Namun yang membuat pemuda tersebut sedikit ketakutan, adalah kenyataan Babeh Djaja kalau mengurut suka gak kira-kira. Sudah banyak buktinya, dari mulut orang kampung yang menjadi 'korban' kedua tangan pria tua itu.

Babeh Djaja mengurut pasti disertai raung kesakitan atau tangisan orang yang diurut, begitu bunyi pameo yang ada di kampung tersebut.

Babeh Djaja tertawa lepas, menggeleng-gelengkan kepala, sembari membuka tutup botol minyak urut, menuangkan sedikit ke telapak tangannya, dan mengusap-ngusapkan kedua telapak tangannya satu sama lain.

"Hebat mane," tanya si orang tua kemudian. "Gue, ape si Ali, haa?" dan lantas meraih tangan kiri Rezqi, cuek saja pada pemuda tersebut yang meringis.

Yaa Allah, Rezqi menangis dalam hati. Mati hamba-Mu ini, yaa Allah…

Dan saat Babeh Djaja mulai mengurut tangan kirinya. Rezqi menjerit setinggi langit. Bahkan suara jeritan pemuda tersebut mengagetkan semua yang ada di sana, terutama Ambar, dan Dinda. Lebih-lebih si Shari sendiri.

avataravatar
Next chapter