2 Bab 2 - Chacha

Beni bergegas menjemput Puad dan Arman, di dalam mobil yang dikendarainya itu Beni memutar kencang lagu-lagu milik KoRn.

Dari dalam mobil, terdengar dentuman dan raungan distorsi dari salah satu lagu Korn yang berjudul freak on leash. Beni lantang ikut bernyanyi dan teriak bersama jonathan davis, (*red : vocalist korn ). Berharap semua kesedihan dan kegelisahannya dapat memudar walau sedikit saja. Sesekali nafasnya dihembuskan dengan kencang seiring asap rokok tebal yang keluar dari mulutnya.

"Aaaaarrrghhh!!"

Beni merasa terpojok diujung jurang keputusasaan. Seakan harapan hanyalah sebuah ilusi.

Semalaman Beni memutar otaknnya keras, berusaha mencari sedikit saja celah yang mungkin bisa menjadi jalan keluar untuknya. Tapi yang Beni temui hanyalah jalan buntu dengan dinding tebal di depannya. Dia tidak mampu menembusnya.

Mengganti kerugian cetak, mengumpulkan kembali peralatan dan semua perlengkapannya, serta mendapatkan lagi tempat yang baru untuk studionya adalah persoalan rumit yang tidak bisa ia uraikan.

Beni akhirnya harus menyerah, dia tidak menemukan solusi untuk mengatasi semua kesulitan-kesulitannya.

Kondisi finansial sama sekali tidak berpihak, seakan telah menegaskan, bahwa dirinya benar-benar sudah tamat.

"Aaaarrrghhh!! Fuuuxxcceekk!!!"

Beni terus saja teriak sambil memukul-mukul setir kemudi mobil rentalan yang disewanya untuk keperluan sesi pemotretan hari ini ke padalarang itu.

"Ya Allaah."

Setelah otot-ototnya lelah, lagi dan lagi dia memanggil nama Tuhannya, memohon pertolongan dan perlindungan.

"Ya Allah. Aku tau aku tak pernah bicara dengan-Mu, tapi tolong kali ini Ya Allah, bantu aku yang tidak mempunyai daya dan upaya ini, hiks." Beni mulai meratapi nasibnya. Memanjatkan Do'a semampunya.

"Ya Allah, hanya kepada-Mu lah hamba memohon pertolongan dan perlindungan."

Tidak terasa ada satu tetes air yang turun dari matanya. Mata Beni yg dulu riang penuh percaya diri seakan lenyap berganti dengan mata yg sendu dan lemah. Seolah ia sudah tidak sanggup lagi untuk melihat dan menghadapi dunia.

Setelah crew dan assisten nya dijemput, Beni mampir dulu ke lokasi kebakaran tadi malam. Bekas studionya itu adalah tempat dimana dia Berkarya.

Selama buka studio foto, Beni sering menyulapnya jadi studio recording juga. Gitar Fender dan fx Stompbox miliknya yang selalu dia simpan di studio foto itu, dapat dipastikan ikut hancur lebur beserta semua asset studio yg lainnya.

Hening, begitulah suasana nya. Beni hanya bisa menatap puing-puing sisa kebakaran itu dengan lesu. Musibah itu benar-benar tidak menyisakan satupun barang-barang nya. Semuanya sudah hancur lebur.

"Siaaaal!!".

"Ben, Ayok! calon pengantin sudah dijalan, takutnya keburu siang"

Ucapan Puad membuyarkan pandangan kosong Beni. Menyadarkannya bahwa masih ada jadwal yang menjadi tanggung jawabnya.

"Yaudah yuk berangkat."

Beni langsung duduk didepan kemudi, menyalakan mesin, lalu meluncur perlahan, berharap bisa meninggalkan semua keresahan hatinya.

Singkat cerita, sampailah mereka di Taman Batu Padalarang. Teman-temannya bergegas menyiapkan segala sesuatunya, untung saja Adi meminjamkan beberapa peralatan miliknya. Karena memang sebagian besar peralatan milik Beni disimpan didalam studio, dan dipastikan semuanya sudah berubah menjadi debu. Hanya tas kamera dan laptop saja yang selalu ia bawa kerumah.

Selanjutnya kegiatan motret seperti biasa.

Setelah sesi foto selesai, Beni langsung pamit pulang.

Diperjalanan Beni nampak kebingungan. Biasanya, setelah selesai motret mereka selalu pulang ke studio, sekarang studionya sudah tidak ada, harus kemana aku sekarang?

"Aaarrrghhh!"

Teriakan kecil Beni kembali pecah, musik dia kencangkan lagi volumenya, berharap bisa mengusir keresahannya.

"Sepertinya aku harus ambil keputusan." Kata Beni dalam hati.

"Tidak ada pilihan lain selain kembali ke Bandung, meninggalkan semua tentang kota kecil ini yg sudah membesarkan namaku di bidang fotografi selama ini" ucap Beni dalam hati.

"Hmmmm, baiklah." Gumannya lagi.

"Nanti kita cari tempat dulu buat istirahat ya!" kata Beni kepada teman-teman crew assistennya.

"Ada yg harus kita bicarakan" ucap Beni pelan.

Di warung es kelapa muda pinggir jalan, Beni menepikan mobil, lalu mengajak teman-temannya untuk istirahat sebentar mencari angin segar.

Merekapun duduk dan memesan minuman. Perlahan, Beni mulai berbicara kepada teman-temannya itu

"Genks, Sepertinya aku tidak akan sanggup lagi meneruskan usaha ini, tabunganku sudah sangat sedikit, sedangkan studio tidak pernah aku asuransikan, mohon maaf teman, aku harus kembali lagi ke bandung."

Beni mengungkapkan semua isi hatinya dengan penuh rasa sesal. Bagaimanapun, sejak ia mencoba peruntungannya di kota kecil itu, teman-teman lah yang sudah banyak membantunya, suka dan duka telah mereka lalui bersama.

"Terima kasih atas semua nya, terima kasih sudah menemani dan membesarkan nama studio itu bersama. Terima kasih kawan." Ucap Beni lirih.

Setelah semua sudah selesai dibicarakan, Beni membayar semua pesanan mereka, lalu mengajak teman-temannya untuk melanjutkan perjalanan pulang.

Ya, sekarang mereka benar-benar pulang, Pulang ke rumah masing-masing. Sebelum musibah kebakaran, setelah selesai acara motret biasanya mereka selalu langsung menuju ke studio lagi. Entah itu untuk istirahat, temu janji sama klien ataupun hanya sekedar beres-beres peralatan. Mereka baru Pulang ke rumah masing-masing jika langit sudah benar-benar nampak gelap.

Beni lalu mengantarkan teman-temannya, kemudian Beni langsung ke garasi tempat dia sewa mobil. Mengembalikan kunci mobil dan mengambil motor yang dititipkannya disana.

"Aaahhh rasanya segar sekali tertiup angin." Untuk sedetik, Beni merasa kepalanya segar. Setelah beberapa hari ini, ia selalu terkurung dibalik kemudi mobil, Kepalanya penat.

Memang, beberapa hari kemarin sebelum kejadian musibah kebakaran itu, tiap hari selalu ada jadwal pemotretan yang lokasi nya cukup jauh bahkan ada yang di luar kota, sehingga Beni harus sewa mobil untuk beberapa hari.

"Kemana dulu ya?, malas sekali kalau harus pulang jam segini" Beni berguman dalam hati.

"aarghh anj*ng!" Beni mulai menggerutu lagi, fikirannya tak menentu. Antara bingung, resah, sedih dan kesal. Mau marah, harus marah ke siapa? marah ke api?

"Aaarrghh siaaaalaaan!!" Akhirnya Beni hanya bisa kembali mengumpat.

"plaaak!"

Tiba-tiba dari arah belakang ada yang menepuk pundaknya, tentu saja Beni kaget, posisi otaknya lagi melamun dan berfikir, tiba-tiba ada yg bikin dia tersentak kaget.

"astajiimm! erghh!," Beni menggerutu lagi.

"hehee, mau kemana a Beni? Sebentar, berhenti dululah!" Kata perempuan cantik itu menyapa Beni, dan memintanya untuk segera menepi.

Ahhh ternyata Chacha. Model yang suka Beni ajak hunting photo.

"Heyy cha, kirain siapa, bikin kaget aja!" sahut Beni pura-pura kesal.

"hehe iya maaf, mau kemana? Eh iya by the way, sabar ya a Ben." kata Chacha prihatin.

"Iya kaleum cha. Tadinya mau pulang, tapi rasanya males gini mau pulangnya juga euy, asa rarudet!" kata Beni.

"Yaudah, mending mampir ke kostan Chacha dulu yuk! Chacha punya wine, kemarin dikasih saudara yang baru pulang dari luar hehe"

Chacha dengan santainya mengajak Beni mampir ke kostan nya. Entah memang ingin menghibur Beni demi menghilangkan kesedihannya atau memang ingin ditemani minum, ah entahlah.

"Sepertinya menarik juga tawaran Chacha ini, sudah lama juga gak minum" guman Beni, dalam hati tentunya.

"Kuy ah udah lama juga gak minum cha! kebetulan pisan, lagi rungsing gini teh hehe, tapi sebentar ya, mampir dulu ke warung, beli es batu sama Rokok." kata Beni.

Chacha mengangguk oelan dan menimpalinya dengan singkat.

"siap!" jawab Chacha.

Beni dan Chacha memang sudah lama kenal dekat, dari dulu Chacha sering ke studio Beni. Sesi Foto di studio, hunting foto outdoor, bahkan sampai private session indoor di Villa. Keduanya sudah saling mengenal satu sama lain sejak lama.

Beni memang suka minum. Sekedar penghangat, ataupun di waktu-waktu yang dia rasa sedang ingin high. Walaupun suka minum, Beni kalo mabok tidak pernah rese. Semua yang mengenal Beni pasti tahu, Beni kalau mabok berat paling tidur.

Begitupun Chacha. Sebenarnya Chacha anak baik, dia hanya tak perduli apa kata orang tentang apapun yang Chacha suka lakukan.

Yang penting dia nyaman dan aman. Tidak terkecuali minum wine. Katanya, dia merasa lebih santai kalau sudah minum. Semua beban berasa terangkat. Semua menjadi ringan, imajinasi lebih bebas berkeliaran, dan dia suka karenanya.

"Yuk cha, kamu duluan di depan, hati-hati." kata Beni mengajak Chacha jalan setelah selesai membeli es batu, beberapa cemilan dan dua bungkus rokok.

avataravatar
Next chapter