1 Calon Jodoh di anak tangga

'Nat! Tunggu! " Sosok perempuan enerjik bergegas mempercepat langkahnya demi mengimbangi langkah wanita di depannya yang tak jua mau behenti. Padahal suaranya sempat membuat ia sejenak menengok. Ardhena hanya bisa bersungut melihat reaksi cuek sahabatnya itu.

"Kenapa sih gak mau berhenti?! " kesal Ardhena seraya menahan tangan Nattaya. "Tolong jelaskan kenapa gak angkat telpon aku, gak balas wa aku. "

"Aku ada rapat, " datar wanita berparas ayu dan bertubuh ideal itu tak ambil pusing dengan kekesalan sahabatnya. Nattaya terus saja melangkah menuju ruang kerjanya. Tampak nafas Ardhena tak beraturan karena langkah cepat sedari tadi di parkiran hingga masuk ke gedung tempat keduanya bekerja.

"Sama aku juga rapat dan itu masih satu jam setengah lagi, " tukas Ardhena menahan emosi menghadapi Nattaya yang seolah tak menggubris perjuangannya menghampiri Nattaya.

"Lalu?" tanya Nattaya masih dengan kecuekan yang membuat Ardhena harus mengolah lagi kata per kata agar tak membuat suasana hati Nattaya seperti kutipan sebuah lagu anak2 'hatiku sangat kacau'

"Kamu bisa kan kasih aku sedikit aja pertanyaan, ada apa sayang? Sudah sarapan belum? Ada perlu apa sampai mengejar aku? " Ardhena mencoba menyelipkan candaan supaya Nattaya menangkap maksudnya. Ia ingin sekali sahabatnya itu tidak pura-pura cuek di tengah hati yang pasti hancur. Bagaimana tidak hancur, Ia diputus oleh keluarga calon suaminya sehingga perhelatan suci yang direncanakan satu bulan ke depan menjadi gagal total. Ardhena betul betul butuh penjelasan langsung dari Nattaya.

"Lalu? " ulang Nattaya tak bergeming seraya membuka pintu ruangan.

"Nat, aku kan sahabat kamu. Masa kamu marahnya ke aku juga? Tolong kasih aku kesempatan untuk mengetahui kebenarannya. Aku betul betul penasaran dengan status kamu di feed.

" Apa yang harus dijelaskan lagi? Jelas kan tulisannya ber-akhir alias pu-tus alias enggak jadi nikah!?" tajam Nattaya membalas tatapan sahabatnya yang duduk manis di depan mejanya.

"Lagi pula aku enggak suka ya mengumbar cerita di depan banyak orang." sambung Nattaya seraya menyibukkan diri dengan berkas yang akan digunakan untuk rapat nanti di lantai tiga.

"Aku enggak minta kamu mengumbar cerita, Nat. Aku hanya ingin kejelasan. Pernikahan kamu sudah jelas sebulan lagi, aku juga sudah mempersiapkan kostum terbaik untuk aku, suami dan anak anakku di hari bahagia kamu, lantas kamu cuma kasih pernyataan begitu saja di Instagram?" Ardhena masih tak habis pikir dengan dugaan Nattaya.

"Lantas kenapa kamu dari parkiran mengejar aku seolah ingin aku cerita panjang lebar sambil jalan di depan umum?! Mau semua orang yang mendengar ikut sedih lalu kemudian tertawa karena aku memang gadis pemimpi?!" tuduh Nattaya tak suka.

"Kamu salah paham, Nat." jelas Ardhena merasa tak nyaman dengan amarah sahabatnya. "Tadi itu aku panggil kamu karena kita satu ruangan kan? Lagian kamu enggak seperti biasanya tak mau jalan bareng sama aku. "

"Ngapain jalan bareng orang yang cuma cari berita," ketus Nattaya membuat Ardhena menjadi serba salah. Ini bukan Nattaya yang selama ini dia kenal. Nattaya adalah sosok baik hati dan penyabar. Apakah karena suasana hatinya sedang tidak baik baik saja?

"Nat, aku minta maaf kalau kamu enggak suka dengan cara aku meminta penjelasan. Aku minta maaf kalau saat ini adalah saat yang tidak tepat buat kamu bercerita. Aku minta maaf, " demi menghilangkan kedongkolan sahabatnya, Ardhena coba meredam dengam penuh penyesalan. Tak ada guna baginya berdebat dengan seseorang yang sedang dilanda kesedihan mendalam. Ardhena menyadari dialah yang salah mengambil momen.

"Maafin aku ya, Nat. " sekali lagi terucap ungkapan penyesalan mendalam Ardhena yang membuat Nattaya berlari ke pelukan sahabatnya. Ia menangis menumpahkan rasa. Pedih sekali jika harus diingat. Nattaya hanya ingin melupakan dan menerima kegagalan pernikahannya sebagai takdir buruk. Apalah daya seorang manusia jika rencana tak dikehemdaki oleh Yang Maha Kuasa

"Aku hanya anak panti asuhan yang tak jelas asal usulnya. Sementara mereka adalah keluarga terpandang yang memiliki bobot, bibit dan bebet yang tak mungkin sepadan dengan aku, " isak Nattaya tak lagi mampu membendung setelah sekian menit menjelma menjadi sosok yang berpura pura tegar dan cuek demi menepis keingintahuan sahabatnya. Nattaya menyadari, jika ia lemah, maka inilah yang akan terjadi. Ia akan terpuruk lagi. Menangis lagi dan meratapi nasib lagi.

"Sabar ya, Nat. Aku yakin, cepat atau lambat, Tuhan akan berikan kamu pengganti yang lebih baik lagi. Maafkan aku membuat mood kamu kacau hari ini. " Ardhena memeluk erat sahabatnya berharap bisa menyalurkan kekuatan, sekecil apapun itu.

Melalui pengeras suara yang terpasang di beberapa ruangan, salah satu panitia rapat mengingatkan semua peserta rapat untuk segera ke lantai tiga. Rapat dimulai pukul 09.00 WIB dan peserta rapat wajib berada di ruangan 15 menit sebelumnya dengan membawa dokumen sesuai dengan bagiannya masing masing. Di perusahaan properti ternama di kawasan segitiga emas Jakarta, Nattaya dan Ardhena memegang posisi penting di bagian pemasaran. Untung saja masih ada waktu bagi kedua sahabat itu untuk memperbaiki penampilan sebelum beranjak menuju ruang rapat.

"Biar aku yang bawa semua dokumen kamu, " putus Ardhena tak lagi meminta pertimbangan Nattaya. Lalu keduanya melangkah meninggalkan ruangan.

"Tunggu, Nat! Yakin lewat sini? Bukan ke sana?" Ardhena menunjuk lift yang tidak jauh dari rangkaian panjang anak tangga. Barangkali Nattaya berubah pikiran tapi ternyata tidak.

"Aku mau bakar kolesterol." kilah Nattaya sambil menaiki anak tangga tanpa menoleh sedikitpun pada Ardhena yang berharap perjalanan ke lantai tiga melalui kotak berteknologi. Namun ketika langkah Nattaya sudah berada di anak tangga ke lima belas, ia tiba tiba terjatuh pingsan. Ardhena sigap menangkap tubuh lunglai sahabatnya. Dalam kepanikan, tiba tiba datang sosok lelaki berpostur atletis dan berwajah tampan dengan rangkaian kumis tipis bercambang, berlari mendekati dan membantu Ardhena membopong tubuh Nattaya.

"Biar saya saja supaya cepat. " Suara lelaki itu berwibawa. Sejenak Ardhena terpana lalu cepat menimpali dengan gugup dan salah tingkah:

"Yakin kuat Mas eh Pak? "

"Yakin. Saya biasa angkat barbel 100kg." sahut tenang lelaki tampan di hadapan Ardhena sambil membopong Nattaya ke lantai bawah. Tampak sekali dia bukan orang asing di kantor ini karena langkahnya jelas menuju klinik yang berada di sisi kanan tangga. Setiba di ruangan, ketakjuban Ardhena belum juga menyusut tentang sosok penolong Nattaya. Telaten sekali ia bertanya tentang kondisi Nattaya pada dokter jaga hingga memastikan kondisi Nattaya benar benar aman dan bisa ditangani oleh dokter klinik.

"Semuanya aman, Dok? Detak jantung, nafas, atau bagian vital lainnya? Enggak perlu dirujuk ke rumah sakit terdekat?"

"Insya Allah aman, Pak. Istri bapak hanya kecapekan. Biarkan dia istirahat," jawab enteng dokter jaga tanpa sungkan. Namun membuat lidah lelaki penolong itu kelu dan Ardhena tersenyum simpul sambil berujar menambah kekeluan sosok penolong: "Mari, Pak. Kita kembali ke ruang rapat. Istri Bapak aman, kok."

"Ah, kamu bikin saya tambah bingung, " reaksi pria tampan itu sambil bergegas meninggalkan klinik diiringi langkah Ardhena.

"Terimakasih ya Pak atas bantuan dan perhatiannya buat Nattaya. Dan mohon maaf juga tadi saya ikut bercanda atas ucapan dokter jaga. Perkenalkan saya Ardhena. Bagian pemasaran di perusahaan ini, sama dengan Nattaya. Bapak atau Mas ya saya panggil? Supaya tidak melanggar kode etik. "

"Bagaimana kebiasaan di kantor ini saja." singkat nya seraya menekan tombol lift untuk menuju lantai 3. "Tujuan kita sama? " tanyanya pada Ardhena.

"Iya, Pak. Maaf dengan Bapak siapa ya kalau boleh tahu?" Ardhena memberanikan diri di tengah kegugupannya. Ada cemas jika pria di dekatnya adalah seorang petinggi baru di perusahaan. Dari tampilan yang rapi sepertinya bukan orang dengan jabatan biasa.

"Saya Mugayo, " jawabnya sambil menyodorkan tangannya sebagai tanda perkenalan. Ardhena pun menyambut hangat.

"Pak Mugayo di bagian apa ya? Kok saya sudah hampir lima tahun bekerja di perusahaan ini, baru lihat Bapak. Atau saya yang kurang informasi?" tutur Ardhena merendah.

"Saya pengganti kepala bagian yang kena kasus korupsi. " Singkat Mugayo

"Oh ya ya. Alhamdulillah sudah ada pengganti nya. Semoga kita bisa saling bekerja sama untuk kemajuan perusahaan kita ya Pak Mugayo," harap Ardhena sumringah. Di benaknya seketika terbayang rencana untuk Nattaya. Dengan satu harapan besar, Mugayo berstatus single.

"

avataravatar
Next chapter