webnovel

Tiba-tiba ke Dunia Lain (Indonesia)

Penerus Black Steel (Baja Hitam) termuda, Kitarou dan Destruction Witch (Putri Penyihir Kehancuran), Elizabeth Lou Felix IV. Mereka adalah musuh rival bebuyutan di antara kedua wilayah yang saling bertikai di medan peperangan. Hingga suatu hari kejadian misterius tiba-tiba menimpa mereka ketika dalam pertarungan hebat antara Black Steel dan Destruction Witch. Mereka tiba-tiba di panggil oleh seseorang ke Dunia Lain (isekai) di sana mereka harus bertahan hidup dan bersekutu untuk mencari cara agar bisa kembali kedunia asal mereka yang masih bertikai. Namun, hal tersebut tidak membuat perseteruan di antara mereka berakhir sampai di situ. Akankah mereka berhasil kembali ke dunia asal mereka? dan perseteruan di antara mereka berakhir? 100% Karya asli penulis Indonesia, berbentuk "Light Novel" sangat bagus untuk dibaca bagi semua audiens.

AuthorFantasy · Fantasy
Not enough ratings
20 Chs

Chapter 08 - Sentuhan yang tak dapat di rasakan.

Jilid 1 | Chapter 08 - Sentuhan yang tak dapat di rasakan.

KRAAAAAHHHHHH!!

Bersamaan dengn teriakan yang keras, makhluk jelek itu mengangkat sebelah tangan kanannya, menggenggam erat pedang berukuran besar. Kemudian dia mengayunkan pedangnya menyamping mengarah pada kami, namun itu sangat lambat. Meski begitu, kami berdiri membatu di tempat ini tidak bisa menggerakan satu ototpun. Dari monster (Slime) yang Elizabeth lawan hingga sekarang, ini adalah pertama kalinya ada yang berbentuk Humanoid, berotot besar dan tinggi. Ini adalah sesuatu yang sudsh terbiasa kulihat karena banyak sekali game RPG yang telah kumainkan. Kukira makhluk Mitologi hanyalah mitos warga. Tapi sekarang aku benar-benar melihatnya, aku tidak bisa manahan ketakutan yang keluar dari dalam tubuhku. 

Ssh—Traakk! Wushhhh... sekejap Es berwarna biru keluar dari bawah bumi, melesat dengan kecepatan tinggi menuju langit. Di lihat dari manapun, samping kanan, kiri dan depan tempat ini telah dihalang oleh tembok Es berwarna biru berkilauan, hanya di belakang kami saja yang tidak terhalang oleh tembok Es tersebut.

Kami semua berdiri membeku terkejut oleh adegan di hadapanku. Aku memegang erat kedua tangkai pedang yang ada di punggung, hanya untuk bersiaga jadi aku bisa memotong-motong tangan sebanyak itu. Namun sosoknya terhalangi oleh tembok Es. — sesaat kemudian sebuah tekanan yang hebat, seperti angin yang padat menghantam kuat temboknya.

"Sebaiknya kalian segera menjauh dari tempat ini." Elizabeth mengatakannya, sambil mengamati tembok Es yang ingin retak. 

"Zain-san, kumohon kalian bertiga harus tetap hidup, jadi keluarlah dari hutan ini sekarang."

"Ahhhhhhhhhhhhhhhh!"

"Kyaaaaaaaaaaaaaa!"

Sambil berteriak bersamaan, Klein-san dan Sumire terlebih dahulu berbalik seratus delapan puluh derajat dan berlari secepat motor gp. Aku tahu secara teori kalau tidak segera lari dan keluar dari hutan ini maka mereka akan berakhir. Tapi kami harus menahan makhluk jelek ini di sini. Mempercayakan kekuatan kami pada mereka.

"Sekarang Zain-san."

"Ya. Kalian, jangan mati ya. Kalian berdua harus kembali, aku akan memberikan sesuatu untuk kalian…" suaranya semakin mengecil ketika dia berlari ke arah yang berlawanan, dan kembali untuk keluar dari hutan ini.

Untuk saat ini hanya aku dan Elizabeth yang tersisa di dalam hutan Nelka.

Tanpa sekalipun berhenti untuk menarik napas, mereka berlari ke zona aman yang ada di suatu tempat diluar hutan area. Aku merasa kalau kami sudah menjadi target makhluk jelek beberapa kali mencoba untuk menghancurkan tembok Es itu. Tapi sejujurnya, kami sedang tidak dalam kondisi pikiran yang tenang untuk melawan makhluk jelek itu.

— Kami menerjang jungkir balik ke belakang dan bersembunyi di balik pohon yang besar dan tinggi dengan punggung kami bersandar di batangnya. Setelah menghela lalu mengeluarkan napas panjang, aku melihat wajahnya.

"... apa." Tanggapnya dingin dan datar.

"A—ah, tidak apa-apa."

Seperti biasanya, Elizabeth memasang wajah muramnya setiap kali situasi kami sedang berduaan.

Kami mulai berdua terdiam. Jika kami bisa memeriksa sosok itu yang dikelilingi kabut coklat kemerahan, kami pasti akan segera menjatuhkannya. Tapi kami tidak berpikir sama sekali untuk berhenti dan memeriksanya.

"Pecah." 

"Benaarkah!?"

Tak bisa di percaya. Makhluk jelek itu dapat memecahkan tembok Es milik Elizabeth. Baru sekarang aku mulai benar-benar penasaran mengenai identitas makhluk jelek ini. Kekuatannya tak masuk akal membuatnya terlihat seperti monster gila yang mengamuk. Tapi namanya sangat sulit untuk diucapkan bahkan termasuk ke dalam daftar nama terpanjang yang ku catat.

Saat ini aku memprediksi dengan akurat akhir dari serangan yang gencar ini, mulai bergerak. Namun, kakiku membatu pada saat mengangkatnya ingin melangkah.

Saat itu juga, seakan dia punya mata di belakang kepalanya, Elizabeth tiba-tiba berteriak:

"Idiot! Jangan keluar dulu!"

"Apa? Padahal ini adalah kesempatan bagus untuk menyerangnya. Sialan!"

Begitu aku menjawabnya dengan suara keras—

Makhluk jelek itu, melompat lebih tinggi dari pada pohon seratus kaki, membentangkan lebar kakinya pada saat mendarat. Seketika bumi dibawahnya bergema dan berguncangan. 

Aku berdiri terkejut oleh wujud lainnya yang tidak kulihat dari belakangnya. Itu terdapat banyak sekali tangan manusia tertanam pada punggungnya, dan bergerak menggeliat-geliat. Namun, sosoknya segera terhalangi oleh selubung kabut yang berasap kemerahan. 

Pada saat ada sesuatu yang mengkilat melayang di udara, sepertinya itu bukan benda padat seperti batu raksasa , melainkan benda padat bermata tunggal pedang bergerak dari arah yang berlawanan. Refleksi membuatku lengan kanan mengambil sebuah pedang hitam warna lapis lazuli. Aku mengangkat pedang itu dengan paksa cepat dan mengayunkannya kedepan. Sebuah kilatan cahaya meletup, ditemani oleh gema keras 'cling' 'tang!' dari logam dan baja saling berbenturan.

"Kitarou!" Teriak Elizabeth.

Tiba-tiba, lengan kananku yang memakai pedang terlempar. Gaya tolaknya mengubah lintasan jatuh. Sesaat kemudian tekanan hebat, seperti sebuah dinding angin, membentrok dan dengan mudah meniupku ke udara.

Sial... serangannya kuat sekali!

Itu terlintas di benakku saat aku terguling di udara, dan mendarat dengan jungkir balik. Aku akhirnya menyadari betapa kuatnya serangan makhluk Mitologi. Untungnya, daya serangnya terlalu lambat dan tidak besar, hanya mampu melemparkanku ke udara. Jadi aku hampir tidak mendapat luka apapun. Aku membuka lebar kedua tanganku dan mengambil postur mendarat.

Tapi begitu sudah jungkir balik dengan postur mendarat — tidak ada pijakan di tanah di belakangku.

Itu lubang raksasa yang terbentuk di bawahku. Aku telah tertiup ke udara tepat di atas lubang raksasa ini.

Pikiranku langsung ngestuck, seluruh tubuhku benar-benar membeku.?

"Kau pasti bercanda..."

Dengan pikiranku sama sekali lumpuh, aku hanya bisa menggumamkan kata-kata itu, seraya tangan kananku menggapai udara sia-sia—

— Sebuah tangan yang hanya ditutupi sarung kulit berwarna hitam tiba-tiba menyambar jemariku.

Mataku yang tak fokus seketika terbuka lebar.

"...!"

Elizabeth, yang diam dan bersembunyi, berpacu kesini dengan kecepatan menakutkan dan ikut melompat ke udara tanpa ragu-ragu. Dia mengulurkan tangan kanannya untuk meraih menggenggam erat tanganku, lalu menarikku dalam dekapannya. Setelah itu dia melonggarkan lengan kanannya untuk merangkulkannya pada punggungku dan memelukku dengan erat.

"Peluk yang kuat!" Mendengar suara Elizabeth di samping telingaku, aku lupa dengan diriku sendiri dan aku tidak ingin melakukannya!

"T—tunggu, kenapa harus memelukmu!"

"Apa yang kamu pikirkan?! Jangan salah paham, cepat peluk aku!" Teriaknya dengan pipi memerah.

Aku dengan rasa terpaksa memeluk erat badannya dengan lengan kananku.

Di tengah mulut gua itu, kami berdua meluncur jatuh lurua ke bawah sambil berpelukan satu sama lain. Angin menderu-deru di telinga dan jubah seragam kami berkibar liar.

Kalau lubang ini terus memanjang ke bawah sampai ke permukaan bumi, maka jatuh dari ketinggian ini artinya kematian yang pasti. Pikiran ini tiba-tiba melintas di benakku, tapi hanya tidak merasa ini benar-benar terjadi secara langsung. Yang bisa kulakukan hanyalah terbengong menatap lingkaran cahaya hijau menyala muncul di bawah kaki.

"Pegangan yang erat!"

"Ya—!"

Tiba-tiba ketika ujung telapak kaki menyentuh lingkaran cahaya hijau yang menyala itu, seperti angin mendorong keras seluruh tubuh kami dengan kecepatan menakutkan menuju permukaan. Anginnya semakin menderu-deru tak karuan di telinga dan jubah kami berkibar-kibar.

Selama sekian detik—— atau mungkin setengah dari detik, kami mendarat dengan perlahan dalam posisi itu. Dingin dari tubuh Elizabeth membuat jantungku berdetak aneh. 

Setelah selesai mendarat sampai di permukaan tanah, Elizabeth melepaskan lengannya dan kembali membenarkan posisi pelan-pelan di sebelahku. Pertama dia mengambil pedang «Rapier» di sabuk pinggangnya.

Aku berpaling pada Elizabeth dan memandang wajahnya. Matanya yang kilau keunguan memantulkan cahaya biru dari pedangnya.

"Hei... Elizabeth, boleh aku bertanya sesuatu...?"

"...Katakan itu cepat." 

"Kenapa kau menolongku jatuh ke lubang itu? Tidak ada jaminan kau akan berhasil. Yah, lebih mungkin kalau kau cuma akan mati bersamaku. Jadi... kenapa?"

Ekspresinya mengeras untuk sesaat, tetapi dia segera mengendur ke wajahnya yang menawan dan merespon dengan suara tenang.

"... Aku lebih memilih mati bersama mahkluk itu daripada hanya melihat orang lain mati tanpa melakukan apapun. Apalagi orang itu adalah seorang Ksatria Baja Hitam, mana mungkin mati semudah itu."

"Kau benar-benar sesuatu untuk itu. Tapi, terima kasih."

Sejujurnya aku sudah terbiasa dengan perkataannya sekeras kepala, setulus, dan menusuk itu semenjak aku datang ke dunia ini.

Energi Astralnya masih berfungsi di dalam dunia ini. Energi Astral adalah sesuatu yang di pancarkan secara alami oleh penyihir Astral, seperti Elizabeth. Dia bahkan mengusai sepenuhnya kekuatan Astral dalam atribut yang berbeda-beda. Selain dikatakan sebagai penyihir Astral, Elizabeth juga mempunyai bakat dalam seni bela diri. Waktu pertama kali aku melihatnya mengeluarkan sebuah pedang lancip bermata tunggal, aku langsung terkejut. Aku berpikir, ternyata di antara para penyihir astral lainnya, hanya dia satu-satunya yang menguasai teknik berpedang.

"Tidak masalah," ucapnya lembut, sekilas dia melirikku. Lalu. "Selain itu... kita harus melawan makhluk itu."

Elizabeth menukarkan Rapiernya kesebelah tangan kiri lalu menempelkan tangan kanannya di bahuku seperti untuk menahan dan memperingatkanku, tapi aku tidak memiliki ruangan yang cukup di kepalaku untuk menikmati sentuhannya. Itu karena, di balik pohon Nelka seratus kaki ada sebuah kaki tubuh yang besar mulai muncul.

Whooooooooshh... sekali lagi dia mendengus mulutnya keluar asap putih. Dengan suara terdengar itu, aku pun memalingkan tubuh dan pandanganku dari Elizabeth menuju makhluk jelek yang sedari berdirian di atas panggungnya.

Pertarungan yang sebenarnya baru saja akan di mulai.

Note: selalu berikan dukungan pada Authornya, dengan cara memberikan «vote» kalian. Agar si Author lebih bersemangat dalam melanjutkan ceritanya!