webnovel

Tiba-tiba ke Dunia Lain (Indonesia)

Penerus Black Steel (Baja Hitam) termuda, Kitarou dan Destruction Witch (Putri Penyihir Kehancuran), Elizabeth Lou Felix IV. Mereka adalah musuh rival bebuyutan di antara kedua wilayah yang saling bertikai di medan peperangan. Hingga suatu hari kejadian misterius tiba-tiba menimpa mereka ketika dalam pertarungan hebat antara Black Steel dan Destruction Witch. Mereka tiba-tiba di panggil oleh seseorang ke Dunia Lain (isekai) di sana mereka harus bertahan hidup dan bersekutu untuk mencari cara agar bisa kembali kedunia asal mereka yang masih bertikai. Namun, hal tersebut tidak membuat perseteruan di antara mereka berakhir sampai di situ. Akankah mereka berhasil kembali ke dunia asal mereka? dan perseteruan di antara mereka berakhir? 100% Karya asli penulis Indonesia, berbentuk "Light Novel" sangat bagus untuk dibaca bagi semua audiens.

AuthorFantasy · Fantasy
Not enough ratings
20 Chs

Chapter 05 - Rivalitas masa Pagi Buta.

Jilid 1 ¦ Chapter 05 - Rivalitas masa Pagi Buta.

Satu jam sebelum fajar, kala itu mentari belum bangun dari peraduannya. 

Sepertinya—pertarungan tidak menentu ini akan terus berlanjut. Meskipun kami telah memasuki dunia yang tak dikenal. Rivalitas di antara kami pun tidak pernah bertekuk lutut.

Di antara dia dan aku saling bertemu muka, dari mata ke mata. Aku bisa melihat wajahnya secara menyeluruh, ketika dikelilingi oleh beberapa wujud kecil berbentuk butiran cahaya melayang di udara, (mirip seperti kunang-kunang pada malam hari).

Wujud butiran cahaya itu memiliki perbedaan. Masing-masing di antaranya ada yang memancarkan sinar berwarna merah, biru, kuning dan hijau (bukan seperti pelangi).

Itu adalah makhluk Astral.

"Wujud cahaya itu? Apa itu makhluk astral?" Aku bertanya padanya sambil melihat lurus ke depan.

Sebenarnya, informasi terkait makhluk Astral itu tidak ada di perpustakaan kota Netral. Para Imperial menyebut wujud cahaya aneh yang terbang mengelilingi penggunanya (penyihir) itu dengan «makhluk Astral». 

Kami para Imperium juga tidak terlalu tertarik dengan wujud kecil aneh yang melayang di udara. Para Imperium hanya tertarik pada penyihir Astral yang mereka jadikan tawanan. Tujuan dari tawanan tersebut adalah untuk bernegosiasi perdamaian pada Independensi. Dan mengorek beberapa informasi dari mereka mengenai tanah Kedaulatan.

"Imperial menyebutnya sebagai makhluk astral, ya? Karena sebelumnya aku belum pernah memberitahumu tentang wujud ini.. jadi untuk kali ini, aku akan memberitahumu..." dia mengambil napas, Putri Kehancuran dari Kedaulatan Felix, Elizabeth Lou Felix IV. Lalu. "Kami dari Independensi, menyebutnya sebagai wujud 'Spirit atau roh'. Spirit atau roh adalah salah satu dari dua ras yang berada di dunia Desime. Dalam bentuk sihir langka, memanggil makhluk untuk meningkatkan energi sihir astral adalah merupakan kemampuan dari 'Teknik Pemanggilan'. Roh-roh ini terikat dengan dan melayani masing-masing penyihir yang memiliki atribut sihir sama dengan mereka. Atribut sihir di bagi menjadi beberapa elemen sesuai kriteria, yaitu merah adalah Api, biru adalah Air, kuning adalah Bumi, dan hijau adalah Angin," katanya terjeda. 

Wujud seperti kunang-kunang bercahaya kuning «Spirit Bumi» itu berhenti di depan wajahnya, Elizabeth.

"Setiap roh memiliki kekuatan sihir yang sangat besar dan dapat meningkatkan kekuatan tuannya sendiri sihir dan mantra," sembari mengatakannya, Elizabeth menggerak-gerakan bibirnya atau mulut seperti sedang mengatakan sesuatu yang membisik.

Saat itu, gemuruh hebat bergema dari tempatku berpijak. Ini adalah sebuah raungan yang lebih padat daripada peledak Amonium sebelumnya dan membuat tanah bangkit di hadapanku.

"Apakah ini, kemampuan pemanggilan dari Spirit Bumi? Apa yang membuat gerakan itu tiba-tiba—?" tanyaku, lalu spontan melihat ke arah bawah. Hampir seolah-olah ada sesuatu yang sedang merangkak keluar dari bawah tanah.

Tanah rerumputan ini membengkak ke atas, menggabungkan tumpukan bumi dan rumput seakan bergerak dengan kemauannya sendiri. Membuat tumpukan itu membentuk menjadi bentuk Humanoid, memiliki penampilan atau karakter yang menyerupai manusia.

"Apakah ini kekuatan sihir astral bumi?" 

Setetes keringat di kepalaku jatuh melalui pinggiran telinga. Tungkai kakiku refleks mundur selangkah ke belakang, hanya untuk berjaga-jaga. 

Terlebih aku tidak membawa kedua pedang suciku karena tertinggal akibat terdesak di bawa oleh Elizabeth ketempat ini. Jaraknya mungkin sudah terlalu jauh hingga 1 Kilometer dari tempat awal kami berada.

"Kamu penasaran? Tidak lebih seperti skuadron rata-rata. Tapi kamu berhasil menahannya agar tidak menangis."

"Meski kau mengatakan itu, bagaimana dengan makhluk humanoid yang ada di depanmu itu? Sepertinya dia bergerak atas kemauannya sendiri?"

"Menjadi hidup," di isyaratnya, bumi bergetar dan daerah di sekitar menjadi gelap akibat bayangan yang menghalangi pandanganku darinya.

Golem itu menebas rumput saat setelah selesai terwujud, sementara gadis itu melompat dan bertengger di bahunya. Dengan pakaian khusus dibuat untuk pertempuran, dia juga dilengkapi seragam penyihir astral. Menggunakan arsitektur seolah menyatu dengan alam, di tenun dengan serat logam emas—bahan yang bahkan bisa menahan serangan nonfisik seperti api dan es. Itulah kenapa, Elizabeth tidak bisa merasakan dingin es yang diolahnya sendiri.

"Jangan salah menilainya," katanya sambil menyentuh pinggang. "Ini merupakan hasil ciptaanku, Ruin Golem." Elizabeth memasang wajah percaya diri.

"Golem Kehancuran? Ah, aku percaya itu. Kau sengaja ya, memberikan nama makhluk humanoid itu agar terdengar mirip seperti dirimu." Mendengar dari nama makhluk bumi itu, membuatku sedikit terkekeh-kekeh.

"B—bisa dikategorikan itu adalah benar dan juga salah. Tapi bolehkah aku bertanya sesuatu? Sebelum pertarungan ini dimulai?"

"Mengapa tidak? Beri aku pertanyaan." Kataku lumrah keadaan.

Dari melihat sorot matanya, mengarah pada bagian tubuhku. Aku bisa menebak pertanyaan itu, dia pasti menanyakan alasan kenapa aku tidak membawa kedua pedangku. Karena kebiasaanku di dalam medan pertempuran adalah selalu menggenggam kedua pedang suci.

"Dimana kedua pedangmu? Apakah kamu ingin bertarung denganku tanpa senjata?"

"Hanya itu? Aku sudah menebaknya terlebih dahulu. Selain menggunakan pedang, aku juga melatih keterampilan dalam vitalitas." Kataku meremehkan, dan mengambil kuda-kuda.

Aku mengubah pijakan, dengan kaki sedikit terbuka samping kiri dan kanan. Kedua tanganku menggenggam sejajar dengan bagian depan awak antara dada dan perut.

Mulai dengan memfokuskan target »Elizabeth«, mengabaikan Golem itu terlebih dahulu. Karena aku baru menyadari sesuatu; golem tidak akan berpindah tempat jika tidak diberi perintah olehnya. Ini merupakan hal yang sengaja tak diberitahukannya padaku. Karena itu adalah kelemahan si penggunanya.

Tapi.

"Mulailah, serang dia!" Elizabeth memerintahkan golem batu berwarna coklat itu, lalu menunjukkan kalau perintah itu mulai bereaksi.

Rerumputan di sekelilingnya mulai berantakan. Tepat dibawah pijakannya bumi mulai runtuh, ketika golem itu baru saja terbang melintas di udara. Dalam visinya, ketika tinju golem itu mendarat ke bumi menimbulkan suara gemuruh yang menggema di bawa tanah.

Dalam tingkat refleks di atas rata-rata, dan juga gerakan golem itu terlalu lambat, aku mampu menghindari serangan itu dengan mudah.

"Sudah kuduga, serangan seperti itu tidak terlalu cukup untuk menghancurkanmu," masih di dalam posisinya, yaitu bertengger di atas bahu golem. 

Elizabeth seperti bergumam sesuatu lewat sentuhan tangan berada di pundak golem.

"Bagaimana, dengan ini—" tinjuan yang sama terjadi. Namun lebih cepat daripada sebelumnya.

Ketika tinju itu mendarat, seketika tercipta bekas tinju di tanah akibat serangan yang mendadak tadi itu lumayan kuat. 

Tidak hanya itu, pandanganku menjadi samar-samar oleh debu pasir yang menyebar kemana-mana. Namun, aku sudah menunggu saat-saat seperti ini. Dan berhasil menghindarinya

"Barusan, apakah kau meningkatkan daya serangannya?" 

"Itu benar sekali. Selain memberikan aku kekuatan, roh spirit dan aku bisa saling terhubung. Itu artinya, aku bisa membagi kekuatan sihirku padanya."

"Datang dan kembalilah padaku!" Aku mengucapkan kalimat itu dengan nada keras. 

Tidak lama selama beberapa detik, suatu benda tajam terbang dan melayang menuju udara, meninggalkan tempat asalnya. Itu adalah kedua pedang suci, yaitu Claymore. 

Pada saat ini, dewan Kaisar telah memodifikasi kedua pedang suci tersebut melalui Departemen Pengembangan Senjata dengan sistem mekanisme. Sebuah sistem mekanisme imperium yang canggih dibuat untuk melawan kekuatan astral yang tidak bisa di tebas, seperti kamuflase dan ruang waktu.

Dalam rentang waktu singkat, aku berlari menuju arah yang berlawanan mengambil kedua pedang yang melesat maju dengan kecepatan tinggi. Ketika melihat ujungnya, aku pun melompat untuk meraihnya.

Setelah kudapatkan, aku berbalik badan kembali ke arahnya.

"Aku terkejut. Ternyata anjing Imperial juga bisa menggunakan teknik pemanggilan, untuk mengembalikan senjata kepada pemiliknya."

"Tapi itu bukanlah sepemikiran yang rasional. Dulunya, kedua pedang ini hanyalah pedang biasa. Karena perubahan zaman yang semakin meningkat, kedua pedang ini di modifikasi menjadi pedang mekanisme. Sehingga kedua pedang ini menjadikan senjata militer terkuat Imperial."

"... Heh," jawabannya mengejek. "Kalau begitu, aku akan memastikannya sendiri."

Tanah menggeliat di bawahnya seolah-olah itu hidup.

Tiba-tiba terlintas di pikiranku. Apakah itu Golem ketiga? Aku bersiap mengambil kuda-kuda dengan kedua pedang yang kini kugenggam. Tetapi tidak terduga aku benar-benar salah kaprah—melainkan benda lainnya yang menembus tanah kepermukaan.

Itu tombak yang terbuat dari tanah: Dari beberapa lusin proyektil tajam berbentuk seperti peluru ini terbang dengan kecepatan luar biasa dari permukaan tanah.

Melihat itu suatu pertanda bahaya, aku melompat berjungkir balik lebih tinggi dari kepala golem. menangkis misil dengan pedang mekanik warna perak dari tangan kanan.

Aku perlu mengayunkannya dengan kecepatan yang sama. Dengan mengukur jarak lintasan tembakan dari yang tak terhitung jumlahnya—ini merupakan kesempatan emas untuk mengambil selektif menurunkan pengarahannya, menepisnya dengan satu pukulan dari pedang mekanik warna hitam.

"... Apakah kamu memotong jalan melalui serangan tak terlihat?!" Spontan Elizabeth heran.

"Seperti biasa, kau selalu lengah." Kataku menepis.

Jika aku cukup ceroboh untuk menganggap senjata-senjata itu berada di tingkatan yang sama dengan golem, ujung tombak itu sudah pasti dengan mudah menggores ku.

Tetapi aku telah menebasnya dengan pedang mekanik — dan juga tidak dengan cara yang kasar.

"Pedang macam apa itu?" Sampai saat ini, dia masih bingung.

"—Bilah mekanik, penebas ruang waktu," jawabku cepat. Lalu. "Bilah mekanik hitam, penebas ruang waktu memiliki kemampuan untuk mencegat kekuatan Astral. Jika aku dapat mengunci ruang waktu dalam lintasan yang benar, aku dapat menebas siapapun dari kekuatan Astral mereka."

"M—mencegah kekuatan Astral?... Itu seolah ancamanmu agar membuat diriku takut. Jika itu benar adanya, maka seluruh Kekaisaran akan mengaduk rata mereka secara massal."

"Ini satu-satunya produk yang asli. Mereka tidak akan bisa membuat yang lain."

"Dan kamu memberitahuku bahwa prajurit tanpa nama adalah pemiliknya."

"Hitam ini, aku tidak mendapatkannya dari Kekaisaran. Aku menerimanya dari seseorang, yang telah tiada."

"..." Elizabeth melihat pedang itu ngeri.

Hampir tidak dipercaya olehnya. Tapi aku tidak berbohong. Aku telah mengumpulkan sebanyak mungkin dari tatapannya tak tergoyahkan.

Itu memaksa dirinya untuk bertanya: "Lalu, apa kekuatan dari pedang putih, kalau begitu?"

"Tajam," aku dengan setulusnya mengatakan jawabannya atas wawasannya. "Bukan berarti aku menjawabnya. Kita tidak punya waktu lagi, matahari akan segera terbit."

"Hhm," dia mengangguk paham, "... Diam, dan hancurlah!" Elizabeth menyalak, membuka lebar mulut kecilnya. Wajahnya membuat amarahnya yang jelas. "Berkobarlah pada impianmu!"

"Kata-kata yang bijaksana." Aku mengibaskan debu di pedang kembar dan memburunya.

Dia menunjuk ke arah golem, yang hancur berkeping-keping di bumi. Kemudian meregenerasinya memadatkan setiap gumpalan tanah di udara. Setelah membentuk tombak baru, dia menghujaniku dari atas. Tapi, kali ini aku tidak memotongnya ataupun menangkis serangannya. Sebaliknya, tujuan ku untuk memantulkan rudal kembali ke arahnya.

"Itu mustahil!"

"Kau bilang tidak ada kata mustahil bagimu."

Elizabeth melompat dari bahu golemnya. Untuk sesaat, perhatiannya dialihkan oleh tombak yang menyerempet pipinya, dan aku menutup jarak antara mereka.

"Kamu lengah." Memotong melarikan diri, aku menahan ujung mata pedang ke lehernya.

"... Agh! Ada apa? Cepat bunuh aku. Ini kesempatanmu untuk menang." Wajahnya memerah karena kaget dan terhina saat dia menggigit bibirnya.

Dia ternyata sedikit lebih pendek dariku. Sekarang setelah ku memandangnya dengan baik, dia tampak lebih halus dan kurus jauh yang kuperkirakan. Sejenak aku memikirkannya beberapa kali. Pada akhirnya, aku menurunkan ujung mataku dari lehernya.

"... Bunuh aku," dia mengulanginya tanpa berpikir. "Ada apa? Kenapa kamu tidak segera membunuhku?"

"Kau pikir, apakah ada gunanya sekarang? Kita sedang berada di dunia lain. Aku tidak bisa membawamu ke tanah kekaisaran untuk dijadikan tawanan karena kita berada di sini. Membunuhmu? Aku tidak suka bertarung dengan cara yang tidak manusiawi."

"Serang aku. Aku tidak cocok—penyihir Astral dan anjing Imperial. Aku lebih baik mati daripada menjadi tahanan kamu."

"Oh ... eh, yah ..." mataku berpaling dari wajahnya.

"Jika kamu ingin menginterogasi aku, maka kamu dapat mencoba yang terbaik untuk menyiksa aku, atau melemparkanku ke danau, atau apapun yang kamu inginkan."

Dia telah salah menilai situasi. Pada saat ini, itulah yang benar-benar kuyakini.

Tujuanku hanyalah untuk melakukan negosiasi perdamaian. Jika aku memenjarakan penyihir ini, satu-satunya hal yang akan dia lakukan adalah menyiagakan ras murni.

"Apa yang kamu tunggu? Bunuh aku!"

"—" 

Aku tidak dapat mengatakan sepatah katapun. Aku tidak bisa membuat kemajuan dengan cara ini. Aku harus mengalihkan perhatiannya, atau membuatnya seolah-olah tidak sadar dan meninggalkannya bersama Zain-san. Sejenak pikiranku menjauh dari gadis itu.

"Agar aku mengira kamu benar-benar akan mengalihkan pandanganmu dari musuh bebuyutanmu... kamu tidak berdaya, lemah!"

Bahkan wajahnya tidak begitu siap menyambut kematian. Bagaimana caranya agar aku bisa keluar dari situasi ini.

"Kamu bisa menggunakannya sebagai pelarian seorang tawanan."

"Apa? Apakah kamu dengan jujur berpikir kalau aku akan dibekukan ketakutan dengan tidak lebih ancaman pedang kamu?"

Aku melihatnya perlahan mengambil pedati dari balik seragamnya itu. Di pedangnya dengan kain robek, dia menjebak senjata itu dalam jalinan kain. Dia menggunakan sisa roknya untuk menghalangi penglihatannya.

"Aku adalah Penyihir Kehancuran yang ditakuti para anjing Imperial. Wajar bagiku untuk terbiasa dengan pertarungan magis dan tangan kosong."

Dengan pakaiannya yang robek dan robek, dia ditinggalkan dengan apa yang pada dasarnya rok mini. Di tangannya terpegang sebuah belati, yang dia sembunyikan di bawah rok panjang yang sebelumnya.

"Enyahlah!" Dia mengayunkan pisau kecilnya melintas di wajahnya, memotong kain roknya ujungnya yang tajam, mengarah langsung ke arahku— "... Urg?!"

Dia telah menjatuhkan aku keras ke tanah, menjepitku.

"... Aku ... mungkinnn!"

"Kamu hampir menangkapku. Membungkus pedangku dengan kain, lalu mencoba membutakan penglihatanku saat kau menyerang dengan belati, ya? Lengah dan licik, apa itu yang menjadi kebiasaanmu?"

Aku kaget, masih tidak tahu kapan dia akan menindas. Menekan sendi bahunya, menghembuskan napas pendek.  

"Aku tidak pernah membayangkan akan ada orang dengan skill seorang pembunuh di antara para penyihir."

"... Tapi kamu masih berhasil mengesampingkan serangan mendadakku seolah itu bukan apa-apa—dan melumpuhkanku. Siapa sih dia di dunia ini?"

Gadis itu menggertakkan giginya.  

Pertarungan kami selesai sampai di situ. Aku tidak tahu kedepannya pertarungan apa yang akan menghadang di masa yang jauh sana. Aku dan Elizabeth akan tetap bertahan hidup di pulau ini— bukan di dunia yang tidak dikenal ini. Kami berdua harus bekerja sama, dan saling bersekutu, mencari jalan agar bisa kembali ke dunia asal kami.

Pertarungan di pagi buta ini cukup melelahkan, terlebih lagi untuk Elizabeth. 

Aku sangat kagum dengannya. Selain kecantikannya, dia mempunyai sebuah tekad kuat dalam hidupnya. Dan aku bisa merasakan hal itu. 

Cahaya mentari menyinari seluruh tubuh kami yang penuh dengan kotoran tanah. Kami terduduk diam memandang langit yang berwarna biru muda dan awan-awan familiar melayang di atas.

Aku melihat ke arah Elizabeth. 

Rambut keunguannya bercahaya di bawah sinar mentari dan berdesir dengan angin sepoi-sepoi seperti helai sutra. Mata ungu kilaunya bermartabat dan anggota tubuhnya porselen pucat dan hampir tampak tembus cahaya. Pipi dan bibirnya sehat. Di padukan fitur-fiturnya yang sempurna, memberinya pesona genit yang berselera — elegan.

Dengan memulai langkah baru, aku dan Elizabeth kembali seperti biasa. Dan melanjutkan kehidupan di dunia ini.

Berlanjut...

Note; selalu berikan dukungan pada Authornya, dengan cara memberikan «vote» kalian. Agar si Author lebih bersemangat dalam melanjutkan ceritanya!