webnovel

CHAPTER 1 : Sayonara, Mizuki!

September 2015

Pagi mulai menjelang di saat aku sudah keluar dari kamarku. Mentari menyingsing bersinar membiaskan cahaya di setiap sudut dunia.

Kepalaku pusing sekali pagi ini. Rasa-rasanya, cidera yang aku alami sepertinya kambuh kembali. Cidera yang aku dapatkan setelah kecelakaan eksperimen di basecamp.

. . . .

Suatu sore hari, dimana semua murid telah pulang dari sekolahnya, kecuali aku, Mizuki, dan Leon yang masih mengerjakan eksperimen di laboratorium rahasia kami di sebuah gudang kecil di dekat sekolah.

Gudang itu kami jadikan sebagai basecamp kami tiap jam pulang sekolah maupun hari libur. Tempat kami belajar, dan bereksperimen tentang segala sesuatu yang menurut kami perlu kami coba.

Dan sore itu, kami mencoba memainkan sebuah permainan yang menurut website di sebuah darkweb dikatakan bahwa permainan itu mematikan. Permainan itu bernama Charles Talkin' Charles.

Dimana cara memainkannya adalah orang dengan jumlah ganjil harus berdiri di tengah sebuah pentagon yang dibuat dengan sebuah simbol di tiap sudutnya. Lalu di sudut itu juga harus disediakan sebuah cermin menyesuaikan jumlah orang. Kebetulan jumlah kami adalah ganjil. Tiga orang. Maka cermin yang kami letakkan juga berjumlah tiga.

Setelah tertata, lampu kami matikan. Dan kami menyalakan lilin yang kami pegang masing-masing satu lilin dengan menghadap cermin.

Permainan ini dimulai dengan menarik nafas tiga kali, kemudian memejamkan mata dan menyebutkan tiga kali nama Charles di hadapan cermin tanpa menghirup nafas. Setelah itu bukalah mata, lalu dekatkan lilin ke cermin.

Permainan dianggap berhasil jika cermin berubah retak dan pecah. Tetapi, hampir lima detik kami menunggu tidak terjadi apa-apa.

"Tidak berhasil. Mungkin saja, di website itu hanyalah permainan lelucon." Ujar Leon.

"Mungkin saja." Aku mengangguk.

Tapi…

"Teman-teman, lihat ini…" Mizuki mendekat ke arah cerminnya.

Aku dan Leon pun mendekat ke arahnya. Kami amati serta perhatikan dengan seksama. KREK…KREK… Perlahan cermin dihadapan Mizuki retak dengan sendirinya.

"Berhasilkah?" gumam Mizuki yang merupakan perempuan sendiri di geng kami.

PRAAAANK!!!!!!! Cermin itu tiba-tiba terpecah! Kami terjungkal ke belakang! Sakit sekali rasanya. Samar-samar aku melihat sebuah siluet hitam tinggi besar tiba-tiba menyeret Mizuki dari sebuah portal yang terbentuk dari rangka cermin yang terpecah.

"Mi…zu…ki…" Ujarku lemas.

Aku melihat Mizuki menahan dirinya agar tidak ditarik oleh sosok itu. Dia meronta-ronta. Sementara Leon, dia terkapar dengan luka dari pecahan cermin tersebut. Aku mencoba berusaha bangun untuk menggapai Mizuki. Namun badanku terasa berat sekali. Akhirnya aku mencoba merangkak sedikit demi sedikit.

"MIZUKI!!! Teriakku.

"AKIRA!!! TOLOOONG!!!" Mizuki ditarik paksa memasuki portal.

BUG!!! Serasa seperti di pukul benda keras di kepala. Aku kembali terjungkal ketika hampir menggapai portal. Lalu aku pun terkapar. Setelah sebuah cahaya menabrak kepalaku ini, pandanganku mulai gelap.

Esok paginya, aku sudah berada di rumah sakit. Samar-samar aku melihat sekitarku. Tiba-tiba saja, aku teringat akan Mizuki.

"AKIRA!!! TOLOOONG!!!"

"MIZUKI!!!!" Teriakku seketika bangun.

Sontak teriakanku membuat seisi ruangan merapat ke ranjangku. Ada dokter, dua perawat dan kakakku, Satou Hajime.

"Tenanglah Akira." Ujar Kak Hajime.

"Tarik nafas panjang…lalu hembuskan…" Dokter dan perawat mencoba menenangkanku.

Setelah nafasku teratur, aku mulai bertanya kepada Kak Hajime. "Dimana Mizuki? Apa yang terjadi padanya?"

Kak Hajime hanya terdiam. Dia tidak menjawab sepatah kata pun.

"Kak! Dimana Leon dan Mizuki?!" Tanyaku lebih keras demi mendapatkan jawaban dari Kak Hajime.

"DIAMLAH!" Bentakkan dari mulut Kak Hajime membuatku diam seketika.

"Sebenarnya apa yang telah kau lakukan bersama kedua temanmu, Akira?!" Kak Hajime menundukkan kepalanya. Ia sama sekali tidak menatapku.

"A…Kami…" Aku mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi.

Belum juga aku menjawabnya, tiba-tiba seorang pria berperawakan tinggi dengan jas rapi dan topi fedora-nya memasuki ruanganku. Sepertinya dia tidak asing bagiku. Plester di pipinya itu, adalah ciri khasnya. Dia adalah…

"Selamat pagi, Akira. Aku adalah Detektif Oguri. Senang bisa melihatmu sudah terbangun dan selamat dari insiden mengerikan itu." Ujar Detektif Oguri dengan senyuman khasnya yang selalu memperlihatkan gingsulnya itu.

"Insiden…meng…mengerikan?" Gumamku lirih.

"Aku turut berduka cita untuk temanmu, Mizuki Aoi. Pemakamannnya akan dilaksanakan besok pagi." Tuturnya.

"Mizuki…tidak mungkin…apakah ini nyata?" Gumamku dalam hati.

"Tuan Satou, bisakah saya berbicara empat mata dengan Akira?"

Kak Hajime mengangguk dan beranjak keluar ruangan. Hanya ada aku dengan Detektif Oguri sekarang.

Dia mulai memperhatikanku dengan seksama. Sebelum akhirnya membuka percakapan kembali.

"Akira, bolehkah aku menanyakan sesuatu?"

Pertanyaan Detektif Oguri hanya aku jawab dengan anggukan pelan.

"Baiklah. Sebenarnya ada beberapa pertanyaan yang ingin aku ajukan. Namun, karena kondisimu saat ini, sepertinya tidak semuanya bisa aku ajukan."

"…" Aku masih menunggu apa yang mau ditanyakannya.

"Untuk kesekian kalinya, ada kasus seperti ini terjadi. Namun itu berada di luar wilayah Jepang. Dan apa yang terjadi padamu juga teman-temanmu itu, adalah peristiwa kesepuluh yang terjadi belakangan ini. Dan tidak ada yang selamat dari peristiwa itu. Namun, ternyata kali ini ada yang selamat, yaitu dirimu dan satu temanmu yang sedang krisis sekarang."

"Leon…" Lirihku.

"Pertanyaannya, sebenarnya apa yang kalian lakukan sehingga ini semua terjadi?"

DEG! Aku mulai teringat akan kejadian sore itu. Semua, cermin, aku, Mizuki, Leon, pentagon,….Charles.

"CHARLES!" Tegasku.

"Siapa Charles?"

"Ka…kami…sedang mencoba permainan bernama Charles Talkin' Charles, lalu…lalu…semua itu terjadi begitu saja. Cermin…retak…pecah…dan…" Aku menggenggam erat kepalaku mencoba mengingat kengerian itu.

"Dan apa, Akira?"

"Mizuki…" Aku sangat merasa ketakutan sekali ketika mengingat itu.

"Apa yang terjadi dengan Mizuki?"

Sakit sekali! Kepalaku! AAAARRRGGGGHHH!!!!

Detektif Oguri lekas keluar memanggil dokter tatkala aku berteriak histeris. Paranoia ini, sangat menikam pikiranku. Mizuki! Maafkan aku! Mizuki!!!!

. . . .

GWAAAH! Air yang baru aku basuhkan bercucuran dari wajahku. Kepala ini, masih sangat pusing sekali. Sudah satu minggu sejak Mizuki pergi. Sementara Leon, dia masih kritis di rumah sakit.

WUSSSH… Tiba-tiba saja aku melihat sekelebat bayangan hitam melintas dari sampingku. Apa itu? Entahlah. Sejak kejadian itu, duniaku serasa berbeda. Sepertinya, dunia ini lebih sempit dari yang kukira.

Sepertinya, aku…aku bisa melihat mereka yang ada juga tiada.

"Mizuki…" Gumamku ketika melihat Mizuki berdiri di ujung halaman belakang.

"Sayonara, Akira…" Ujarnya lirih diikuti dengan senyumannya yang anehnya bisa aku dengar dari jarak yang cukup jauh ini. Kemudian dia lenyap bagai asap.

Sayonara, Mizuki.