webnovel

Chapter 4: Shock

Aku mendengar sayup-sayup suara percakapan orang.

Mataku masih berat untuk dibuka. Akan tetapi rasa takut menuntunku untuk perlahan-lahan membukanya.

Di mana ini? Kenapa langit-langitnya rendah sekali? Kenapa semuanya bergoncang?

Baru kusadari setelah kedua mataku terbuka sepenuhnya bahwa kini aku berada dalam sebuah mobil.

Sial.

Aku diculik.

Kepalaku terasa pusing luar biasa. Sepertinya ini akibat kepalaku yang membentur jok mobil dengan cukup keras. Orang tadi melemparkanku begitu saja ke dalam mobil sialan ini.

Yang lebih parah adalah, aku menyadari jika kedua tanganku terborgol dengan kencang ke arah belakang. Kedua kakiku juga diikat oleh sesuatu, terasa seperti tali tambang atau sejenisnya, aku tak tahu pasti karena posisiku sekarang ini adalah telentang. Yang pasti ikatan itu kencang sekali karena kakiku terasa luar biasa sakit dan kesemutan. Mulutku juga tertutup rapih oleh lakban.

Dengan berani ku coba memaksakan diriku untuk bangun agar dapat melihat dengan jelas apa yang terjadi. Walau pun rasanya sulit sekali karena aku harus menyeimbangkan tubuhku dalam keadaan kaki dan tangan yang tak dapat bergerak.

Untungnya usaha itu pun membuahkan hasil. Aku berhasil duduk dan melihat apa yang ada di depanku.

3 orang laki-laki duduk di depanku.

2 orang di depan, 1 orang di sisi tengah, dan memang betul aku duduk di kursi paling belakang. 2 diantara mereka tertawa-tawa seraya meminum... entahlah. Terlihat mencurigakan. Sementara 1 orang sebagai pengemudi hanya duduk dan menatap lurus ke depan. Mereka belum menyadari bahwa aku sudah sadar sampai akhirnya mata si pengemudi itu bertatapan dengan mataku di kaca spion.

“Lihat ke belakang,” ucapnya. Seketika itu pula kedua rekannya melihat ke arahku.

“Hey, nona tajir melintir. Sudah bangun rupanya. Tidur nyenyak?” salah satu dari mereka bertanya padaku.

Orang itu berbadan agak subur, dengan perut membuncit. Tangan kanannya ia letakkan di belakang kursi si pengemudi. Orang itu mengenakan kaus lengan pendek berwarna hitam yang menampakkan tato-tatonya yang mengerikan. Senyumnya sangat sinis dan kentara sekali bahwa ia sedang mengejekku.

Aku tak bersuara.

Berbagai pikiran mengerikan muncul di benakku.

Kemana aku akan dibawa? Apa yang mereka inginkan dariku? Sudah berapa lama aku dibawa oleh mereka?

Aku harap seseorang melihatku tadi, sehingga orang itu dapat meminta tolong pada siapa pun.

Ayahku ... Apa ayah tahu kalau aku sedang dibawa oleh orang asing ini? Apa ayah mencariku?

“Perjalanan kita sebentar lagi sampai. Jangan tidur lagi.” Laki-laki yang berada tepat di depanku berkata seraya menenggak minuman berbotol kaca di tangannya.

Perjalanan terasa amat panjang. Mereka hanya makan dan minum sepuas mereka tanpa mempedulikan kehadiranku di sini. Tenggorokanku terasa kering sekali. Melihat air putih yang pengemudi itu minum, ingin sekali aku ikut meneguknya barang satu-dua kali.

Kedua tangan dan kakiku sudah pegal luar biasa. Kurasa kulitku akan lecet parah akibat borgol dan payahnya mulutku sama sekali tak berguna saat ini. Coba saja kalau tak ada lakban sialan ini, pasti aku akan langsung teriak sekeras-kerasnya agar dapat didengar oleh orang lain.

Tanpa sadar air mata menetes di pipiku.

Setelah beberapa waktu yang cukup menyiksa, akhirnya mobil ini perlahan-lahan mengurangi kecepatannya. Mereka bertiga membuka pintu dan turun. 2 dari mereka yakni si pria bertubuh gendut dan pria yang menyetir mobil tadi beregegas menyeretku turun. Di lepaskannya ikatan di kedua kakiku.

Tubuhku bergidik ngeri walau pun kakiku kini bisa bergerak leluasa.

Mereka berdua memegangi kedua tanganku erat dengan posisi tanganku yang masih terborgol ke belakang.

Orang-orang itu menyeretku memasuki sebuah rumah megah berwarna putih yang pelatarannya sangat luas. Di kanan kirinya terdapat 2 pohon palm yang cukup rindang. Rerumputan halamannya berwarna hijau subur dengan beberapa sangkar burung berjejer di sekitarnya. Belum sempat aku memeta lagi keadaan sekitar, mereka sudah terburu menyeretku masuk ke dalam rumah.

Begitu memasuki rumah, satu kata yang terbayang dalam pikiranku adalah istana.

Ya, menurutku rumah ini terlihat seperti istana. Luas dan megah.

Jadi untuk apa aku dibawa ke sini?

Mereka berdua menghentikan langkahnya di tengah ruangan. Otomatis langkahku juga terhenti.

“Halo Bos!” sapa penculik yang bertubuh tinggi menjulang.

Orang yang di sapa Bos itu muncul dari balik pintu. Seorang laki-laki. Tubuhnya tegap berotot dengan tato yang mendominasi hampir sekujur tubuhnya. Ia berwajah keras. Salah satu wajah paling mengerikan yang pernah kulihat. Di pipi kirinya terdapat bekas luka yang menjalar sekitar 10 cm yang semakin menambah kesan buruk pada orang itu. Dengan 3 tindikan di masing-masing telinganya, wajahnya menyiratkan keangkuhan.

Aku menciut melihatnya.

“Kerja bagus,” serunya. Ia berjalan kearah lelaki yang yang menculikku tadi dan menepuk pundaknya keras.

“Tak salah aku memilih kalian.”

Ia memindai anak buahnya satu per satu dengan mata merahnya hingga tatapannya berhenti padaku yang meronta hebat. Jangan pikir aku tak melakukan apa pun. Aku melawan sekuat tenagaku.

“Halo bocah.” Ia mengusapkan tangan kasarnya pada pipiku. Aku memalingkan wajah secepat kilat. Bergidik karena takut dan jijik akan kuku-kukunya yang nyaris mengeruk kulit wajahku.

“Takut? Atau jual mahal?” Ia tersenyum sinis. “Bawa dia ke tempat kemarin.”

“Oke,” sahut salah satu dari mereka. Setelah itu aku langsung diseret memasuki rumah lebih dalam.

Aku meronta-ronta lebih keras lagi. Aku tak ingin dibawa ke tempat-entah-apa itu.

“Diam!” bentak orang yang menyeretku.

Kami menaiki beberapa anak tangga dan tibalah di depan pintu berwana putih di ujung ruangan. Pria itu melepas lakban yang membalut mulutku dalam satu tarikan. Aku menahan rasa perih saat ujung bibirku berdarah.

Ia membuka pintu itu dan mendorongku masuk dengan kakinya. Aku jatuh terjerembab. Pria itu meninggalkanku begitu saja. Dikuncinya pintu itu dari luar sebelum aku bisa bangkit mengejarnya. Aku mengumpat keras-keras. Terperangkap di kamar asing dengan posisi tangan terikat bukanlah hal bagus.

Siapa pun tolong aku.