1 Prolog

"Sepertinya kita harus memancing lebih banyak ikan lagi atau perut kita tidak akan terisi, Jun." Aku berbicara menatap kepiting kecil di punggung tanganku, matanya seolah berkata padaku "tidak denganku sobat, itu masalahmu sendiri."

Hari ini angin bertiup lumayan kencang, ini memudahkanku untuk pergi ke tengah laut dengan rakit buatanku sendiri. Tentu saja aku pergi sendirian. Aku meninggalkan Juni di dalam toples dari batok kelapa di pantai. Jika aku membawa Juni bersamaku, ia akan terombang-ambing atau tak sengaja terlempar olehku dan kemudian tenggelam ke dasar laut. Saat itu terjadi, aku tidak akan punya teman bicara lagi.

"Sudah berapa hari aku berada disini? Apakah ini hari ketiga?" Awan berbentuk lumba-lumba di langit terlihat bergerak lamban karena tertiup angin. Ombak-ombak kecil di bawahku seperti seorang ibu yang menimang anaknya untuk tidur. "Semakin lama aku disini, semakin aku bingung. Apakah aku mulai bosan atau mulai terbiasa menghadapi keadaan ini?". "Apa aku harus mulai menciotakan kehidupan sendiri disini? Ah.. itu ide yang bagus, aku akan menjadi presiden pulai ini" monologku banyak terucap saat aku merasa bosan karena menunggu ikan memakan umpanku. Tidak ada orang yang tak mengharapkan pertolongan akan segera datang saat dirinya dalam masalah, termasuk aku. Hanya saja aku tak ingin ambil pusing dan mencoba menghadapi kenyataan bahwa tempat ini mungkin tidak diketahui oleh semua orang di dunia, tapi tidak terlalu buruk untuk ditinggali manusia. Aku pun bukan orang penting yang dikenal banyak orang. Bahkan mungkin tidak ada orang yang menyadari aku hilang, tapi setidaknya disini aku bisa hidup dengan caraku sendiri.

Aku pikir memakan ikan segar itu baik-baik saja, sama halnya saat aku memakan sushi. Ini tidak buruk, ditemani pemandangan air laut yang mulai surut, cahaya matahari sore yang lembut, alas pasir pantai yang halus. Tapi dihari ketiga ini aku menginginkan sesuatu yang baru. Aku berencana masuk kedalam hutan pulau ini. Sekejap aku mengira akan ada sesuatu yang sangat berbahaya didalam sana. Tapi siapa yang menyangka akan ada sesuatu yang sangat berharga dan menyenangkan juga disana?. Pikiran itulah yang membuatku meninggalkan Juni dan mendorongku masuk ke hutan pada akhirnya.

"Harusnya aku tunggu sampai besok pagi saja. Aku baru sadar aku ini orang yang sangat tidak sabar." Aku mencari kayu dan daun-daun kering juga batu untuk membuat obor. Aku belajar cara bertahan hidup di alam lewat variety show yang aku tonton. Terdampar di pulau tak berpenghuni tidak terlalu asing bagiku. Secercah cahaya sudah berhasil aku buat. "Tunggu... apa aku kelelahan?" Aku menggosok mata dan mencoba fokus kembali. Aku jelas-jelas hanya memegang satu buah obor, tapi mataku melihat banyak obor disana. Pikiranku kesana kemari mencoba menerjemahkan situasi ini. "Aku bukan satu-satunya orang di pulau ini, aku harus minta pertolongan, haruskah aku kesana?, bagaimana jika ada seorang pemburu atau orang jahat lainnya? akankah aku dijadikan santapan olehnya?." Terjemahan-terjemahan ini membuat kakiku terangkat, berjalan menuju obor-obor. Sampai akhirnya aku melihat sebuah bangunan mirip coffee shop di kota, namun mengusung konsep amat sangat primitif dan back to nature. Tempat apa ini? apa benar ada orang selain diriku? bagaimana jika hanya ada tulang belulang disana? atau alien? mungkin seekor harimau? Haruskah aku masuk atau kembali ke pantai saja?

avataravatar