33 Broken Glass 1

Aslan duduk dalam diam begitu ia tiba di sasana milik Bang John. Ia termenung sambil menatap langit-langit sasana tersebut.

"Yang tadi beneran Leon bukan, ya?" tanya Aslan pada dirinya sendiri. "Kemana aja dia selama ini? Kalo Leon ada di sini berarti Mama--" Aslan kembali terdiam setelah bermonolog seorang diri. Ia kemudian menghela napas panjang. Ingatannya melayang pada peristiwa yang menyebabkannya harus terpisah dengan Leon, meski mereka berdua sama-sama tidak menginginkan hal tersebut.

----

Kala itu Aslan dan Leon hampir berusia sepuluh tahun ketika kedua orang tuanya mulai sering terlibat adu mulut akibat kondisi keuangan keluarga mereka yang semakin terpuruk.

"Kamu kepala keluarga, tapi apa yang kamu lakukan buat keluarga ini? Setiap hari kamu cuma duduk di rumah. Sementara saya, saya harus mengurus kamu, anak-anak, rumah. Saya juga yang pontang-panting pinjam uang sana-sini untuk makan kamu dan anak-anak," bentak Ayu Laksmi. Ibu dari Aslan dan Leon kepada suaminya, Mario Pangestu.

"Lantas kamu mau saya melakukan apa? Saya juga sudah banyak menghubungi teman-teman saya untuk minta pekerjaan. Tapi memang belum ada lowongan pekerjaan," sahut Mario.

"Pakai wajah kamu itu untuk mencari uang seperti kamu menggunakan wajah itu untuk menggoda saya. Saya sampai harus kehilangan segalanya gara-gara kamu," timpal Ayu. Ia lalu melirik sinis pada suaminya itu. "Saya ngga peduli kalo kamu harus jual diri untuk memenuhi kebutuhan saya dan anak-anak. Setidaknya itu lebih baik daripada saya harus melihat kamu hanya duduk-duduk menunggu pekerjaan dari teman-teman kamu yang ngga berguna itu."

Mata Mario membulat mendengar ucapan yang keluar dari mulut Ayu. "Jaga mulut kamu Ayu. Saya ini masih suami kamu."

Ayu menggeleng sambil memelotot pada Mario. "Kalau kamu masih mau saya anggap sebagai Suami, jalani tanggung jawab kamu selayaknya seorang Suami. Kalau kamu seperti ini terus, lupakan saja status kamu itu," tegas Ayu. Ia kemudian berjalan keluar dari rumah kontrakan sempit mereka.

Aslan dan Leon yang mengintip kedua orang tuanya dari balik kamar, terkesiap begitu melihat Ibu mereka keluar sambil membanting pintu dengan cukup keras. Perlahan Aslan menutup pintu kamar tersebut. Keduanya kemudian duduk berdampingan sambil bersandar pada pintu tersebut. Mereka menyandarkan kepalanya ke kepala satu sama lain.

"Kalau Mama pergi gimana?" tanya Leon pada Aslan.

"Mama ngga akan pergi," jawab Aslan. "Mama cuma keluar sebentar."

Leon menghela napas mendengar jawaban yang diberikan Aslan. Ia tahu, ucapan yang keluar dari mulut Aslan hanya sekedar penghiburan bagi mereka berdua. Keduanya sudah terlalu sering menyaksikan kedua orang tuanya bertengkar belakangan ini.

Saat keduanya sedang kembali terdiam, tiba-tiba pintu kamar tersebut diketuk. "Kalian mau makan, ngga?" tanya Mario pada dua jagoannya itu.

Aslan dan Leon kompak berdiri dan segera membuka pintu kamar mereka. Keduanya tersenyum sambil menatap Ayah mereka yang ada di balik pintu.

"Kita mau makan apa, Pa?" tanya Leon.

"Makan soto," jawab Mario sambil tersenyum lebar. Ia kemudian mengajak Aslan dan Leon untuk duduk di tengah rumah kontrakan yang mereka tempati. "Tunggu sebentar, ya." Ia kemudian berjalan ke dapur untuk menyiapkan makanan bagi Aslan dan Leon.

Tidak lama kemudian, Mario muncul dari dapur dengan membawa dua mangkuk makanan. Dia segera meletakkan kedua mangkuk tersebut di hadapan kedua anak kembarnya itu.

Aslan dan Leon saling tatap begitu melihat isi mangkuk yang disediakan ayahnya untuk mereka. Aslan menatap ayahnya dengan tatapan bingung. "Katanya mau makan soto, Pa?"

Mario tersenyum canggung menanggapi pertanyaan Aslan. "Sotonya dalam bentuk mie instan. Maaf, ya, adanya cuma ini."

Aslan dan Leon kompak menghela napas mereka. Rasa-rasanya belakangan ini mereka lebih sering makan mie instan ketimbang makanan lainnya. Meski begitu mereka tidak banyak protes karena mereka sudah sering melihat orang tuanya bertengkar. Mereka akhirnya menyantap mie instan rasa soto buatan Ayah mereka.

Mario memandangi dua jagoannya yang sedang makan di hadapannya. Ia merasa bersalah karena ia tahu kedua anaknya itu harus sering mendengarkan pertengkarannya dengan Ayu. Menikah di usia muda memang bukan pilihan keduanya. Seandainya saat itu Ayu tidak mengandung, mereka pasti sudah meraih mimpi mereka masing-masing saat ini.

Sambil memandangi Aslan dan Leon, Mario kembali teringat pada masa-masa awal pernikahannya dengan Ayu yang terjadi tidak lama setelah mereka lulus sekolah menengah atas. Keduanya harus merelakan masa muda mereka untuk bekerja keras sembari membesarkan anak kembar mereka.

Dengan berbekal ijazah SMA, Mario bekerja apa saja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga kecilnya. Sementara Ayu mengurus Aslan dan Leon di rumah. Meski sulit dan tanpa dukungan dari keluarga, mereka berdua bisa melalui masa-masa itu.

Namun, kesialan kembali menimpa mereka ketika Mario bertemu kembali dengan salah satu temannya. Temannya menawari Mario sebuah skema bisnis yang sangat menggiurkan bagi Mario kala itu.

Dengan iming-iming untung besar, Mario menggunakan uang tabungan keluarga mereka untuk memulai bisnis bersama temannya meski Ayu tidak setuju. Menurut pandangan Ayu, tidak mungkin ada bisnis yang akan meraih untung besar dalam waktu singkat. Namun Mario bersikukuh, ia beralasan itu untuk menjamin masa depan Aslan dan Leon.

Pada akhirnya untung tak dapat diraih dan rugi pun tak bisa dihindari. Teman Mario membawa kabur semua uang milik Mario. Keuangan keluarga Mario seperti kembali di titik awal. Namun, kali ini terasa lebih berat daripada sebelumnya karena pengeluaran mereka yang semakin banyak seiring dengan Aslan dan Leon yang sudah bersekolah.

Sejak peristiwa itu, Mario dan Ayu kerap kali terlibat adu mulut. Pertengkaran keduanya sudah bagaikan makanan sehari-hari bagi Aslan dan Leon. Setiap kali kedua orang tua mereka bertengkar, mereka akan segera masuk ke dalam kamar dan duduk berdua sambil mendengarkan ucapan yang keluar dari mulut orang tua mereka.

"Pa, aku boleh nambah?" sela Leon.

Ucapan Leon serta merta membuat Mario tersadar dari lamunannya. Ia langsung menatap Leon. "Kamu mau nambah?"

Leon mengangguk cepat.

Mario kemudian mengalihkan perhatiannya pada Aslan. "Kamu juga mau nambah?"

Aslan menjawab pertanyaan ayahnya sambil mesam-mesem sembari menganggukkan kepalanya.

Mario tersenyum simpul. "Sebentar, ya. Papa buatkan lagi." Ia kemudian kembali beranjak ke dapur dan membuat mie instan untuk Aslan dan Leon.

Sementara Mario kembali membuatkan mie instan untuk, Aslan dan Leon bermain bersama di ruang tengah kontrakan mereka. Diam-diam Ayu mengintip dari luar rumah kontrakan mereka. Ia memikirkan bagaimana nasib Aslan dan Leon nantinya jika keuangan keluarga mereka tidak membaik. Ia menghela napasnya lalu berpaling.

Ayu kemudian berjalan pergi meninggalkan rumah kontrakan tersebut. Ia ingin menenangkan dirinya. Pertengkarannya dengan Mario semakin lama semakin membuatnya tertekan. Kalau pun ia memilih untuk meninggalkan Mario, ia memikirkan bagaimana ia harus menghidupi kedua anak kembarnya tersebut.

****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys

and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist yang berisi musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.

avataravatar
Next chapter