1 Tinggal Bersama??

Dia terus menatap keluar jendela memandangi dedaunan dengan pandangannya yang kosong. Hari masih begitu pagi, embun masih saja asyik bertengger di dedaunan sampai menciptakan butir-butir air yang membasahi dedaunan. Sesekali dia menghembuskan nafas mendengus tanpa alasan tertentu. Rasa bosan dari hari ke hari makin menggorogoti perasaannya. Sayanganya, meski perasaannya mulai membaik, Ayahnya masih saja bersikeras agar dia tetap dirawat di rumah sakit untuk masa pemulihan.

Tok tok tok..

"Masuk.." Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya yang masih sibuk menatap keluar jendela meski tidak ada objek tertentu yang dia fokuskan.

"Selamat pagi Tuan muda? Bagaimana keadaan anda hari ini??"

"Apa Ayahku sudah tiba??" Bukannya menjawab, dia malah balik bertanya pada supir pribadi Ayahnya yang sekarang berdiri didepannya.

"Iya Tuan muda.." Jawab laki-laki paru baya itu

"Ck.. Sudah kubilang, jangan panggil aku Tuan muda..." Dengusnya sambil beranjak dari ranjang tempat tidurnya selama dia dirawat dirumah sakit tiga hari terakhir ini.

"Tuan muda mau kemana??"

"Pak Kasim, kan aku sudah bilang jangan panggil aku Tuan muda. Bapak kan lebih tua dari aku jadi panggil namaku saja.."

"I ituu.." Laki-laki paruh baya itu terdengar sungkan.

"Ck..." Keluhnya sambil meninggalkan pak Kasim berjalan dengan cepat.

Suasana pagi dirumah sakit masih cukup sepi dari keluarga penjenguk pasien, terlebih lagi dia yang dirawat dibagian kamar VIP dimana tidak sembarang orang yang bisa lalu lalang. Hanya ada beberapa perawat dan juga dokter yang berjalan disekitar lorong dari sekat-sekat kamar inap.

"Orangtua itu.. Beraninya dia memutuskan jalan cerita hidupku kedepannya..." Dengusnya sambil berjalan mempercepat langkahnya.

Tap tap tap.. Langkah kaki itu terdengar jelas dengan sandal cepak yang dia gunakan.

"Ayahhh...." Panggilnya sambil mendorong pintu salah satu kamar rawat inap.

Laki-laki yang dia panggil Ayah barusan sampai terkejut dan nyaris melompat dari tempatnya.

"Kamu ini kenapa sampai mendobrak pintu seperti itu???" Tegurnya dengan nada suara yang berusaha dia tekan sekecil mungkin.

"Apa maksud Ayah kalau aku harus tinggal dengan perempuan?? Apa Ayah ingin menodai kesucian anakmu ini????" Tanyanya dengan nada yang tinggi.

"Sttt jangan ribut-ribut.. Nanti kakakmu terbangun..."

Dia mengarahkan pandangannya pada laki-laki yang sedang berbaring di ranjang pasien dengan oxyflow yang menempel dihidungnya karena kebutuhan oksigennya harus dibantu oleh alat untuk  tetap bernafas dengan baik dalam masa komanya.

"Bagus dong.. Bukannya dia memang harusnya dibangunkan???" Katanya santai.

"Ah iya ya.." Gumam pak Randi, Ayah dari laki-laki yang baru saja mendobrak pintu dan berteriak dengan lantang itu, juga Ayah dari laki-laki yang sedang berbaring tanpa sadarkan diri.

"Ah skip skip..." Katanya sambil melambai-lambaikan tangannya. "Ayah, aku dengar Ayah mau aku tinggal dengan perempuan itu??"

"Tahu dari mana??"

"Nara.."

"Berhenti selalu menyebut namanya. Dia Ibumu.."

"Dibandingkan Ibu, dia lebih terlihat seperti kakakku.."

"Dzakii...."

"Haisss.. Aku kesini bukannya untuk ngebahas istri Ayah. Aku kesini untuk..."

"Nak..." Randi memotong perkataan putra bungsunya. "Dia sudah tidak punya keluarga lagi, kita adalah satu-satunya yang bisa membantunya, dan lagi ini semua terjadi karena kelalaian kita.."

"Tapi kenapa aku Yah?? Kenapa dia tidak tinggal dengan kak Danish saja??"

"Kamu kan lihat sendiri, kakakmu masih belum sadar sampai sekarang dan lagi kakakmu itu sudah punya tunangan, bagaimana bisa dia tinggal dengan perempuan di rumahnya.."

"Apa aku harus punya tunangan juga biar perempuan itu tidak tinggal sama aku..."

"Bukannya begitu.."

"Kalau begitu dia tinggal sama Ayah saja.."

"Dzaki, kamu tahu kan Ayah tidak bisa menetap lama di suatu daerah karena pekerjaan Ayah. Bagaimana Ayah harus membawanya kemana-kemana? Itu akan menganggu pendidikannya.

"Kalau begitu belikan saja dia rumah sendiri.."

"Kamu tahu kan kalau dia lupa ingatan, dia tidak mengingat apapun dan hanya kita orang yang dia kenal sekarang.."

"Aku menolak.."

"Dzaki.."

"Gak, pokoknya aku menolak..."

.

.

Alfin Dzaki Favian, anak laki-laki yang berusia 16 tahun yang sekarang sedang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Umurnya yang masih sangat muda namun mendapat kejutan besar dari Ayahnya bahwa dia harus berada diatap yang sama dengan perempuan yang tidak dia kenali.

Dzaki adalah anak bungsu dari dua bersaudara, memiliki perawakan tubuh yang tinggi dan kulit yang berwarna sawo matang, alisnya yang tebal dan bulumatanya yang panjang meski tidak lentik membuat orang-orang bisa terhipnotis dengan tatapannya. Dia tipe anak yang ceria dan sedikit susah diatur, sifat periang dan humoris yang diwariskan oleh Ayahnya membuatnya supel dan mudah mendapatkan banyak teman. Dzaki hidup sendiri disebuah rumah yang disediakan oleh Randi, Ayahnya. Awalnya, kehidupannya sebagai seorang remaja sangatlah sempurna, dia tampan, memiliki fisik yang bagus, cerdas dan jelas masalah ekonomi tidak lagi diragukan mengingat Ayahnya adalah seorang pengusaha besar, namun kehidupan yang sempurna ini seketika menghilang dengan kehadiran seorang perempuan dalam kehidupannya.

Bagi seorang remaja yang baru berusia 16 tahun, tinggal bersama dengan orang asing akan sangat sulit terlebih lagi jika itu lawan jenis. Segala perbedaan antara laki-laki dan perempuan akan membuatnya kesulitan untuk beradaptasi juga gerak-geriknya harus dia batasi karena akan ada hal-hal yang tidak diinginkan jika dia ingin berlaku seenaknya seperti sebelumnya.

Dzaki melirik kakaknya yang masih berbaring lemah tanpa sadarkan diri. "Cepatlah bangun kak, Ayah sedang menyerangku sekarang dan aku butuh kakak untuk membantuku menyerang Ayah kembali.."

Bukan untuk hal itu, bukan sekedar berharap kakaknya akan membantunya melawan Ayahnya, jauh di lubuk hatinya Dzaki sangat berharap kakak satu-satunya itu segera siuman dan kembali memperlihatkan tawanya pada Dzaki, kecelakaan itu merenggut kesadaran kakaknya.

Danish Dzakwan, yang kini sedang berbaring tak sadarkan diri karena kecelakaan yang menimpanya beberapa waktu yang lalu. Dia adalah putra sulung Randi yang memiliki watak bertolak belakang dengan Dzaki. Danish pembawaannya lebih tenang, lebih ramah dan pastinya menurut dengan apa yang dikatakan Ayahnya. Danish saat ini sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas ternama. Meski tidak secerdas Dzaki, namun Danish cukup ahi dalam beberapa bidang tertentu. Usianya yang terlampau hampir 5 tahun dari Dzaki membuatnya menjadi lebih dewasa, namun bukan semata karena usia saja tapi karena memang Danish memiliki watak yang lebih dewasa. Danish sangat menyayangi Dzaki, dia perlakukan adik satu-satunya dengan sangat baik dan memberikan yang terbaik apapun itu yang bisa dia berikan pada adiknya. Ikatan persaudaraan Danish dan Dzaki sangatlah kuat, hanya saja siapa yang bisa mengira bahwa mereka bukanlah saudara kandung, dan itu hanya diketahui oleh Ayah dan Nara, Ibu tirinya saat ini.

Randi tidak pernah membeda-bedakan kedua putranya, meski sesekali dia membanding-bandingkan Danish dan Dzaki dihadapan mereka secara langsung, namun Randi tidak bermaksud untuk membuat salah satu diantaranya terluka, dia hanya ingin kedua putranya bisa menjadi seseorang yang lebih baik lagi dengan saling memahami satu sama lain.

Randi adalah seorang pengusaha yang sukses, begitu banyaknya pekerjaan yang harus dia urus membuatnya sesekali harus berpindah tempat tinggal. Awalnya dia menginginkan kedua putranya untuk tinggal bersama, namun karena kondisi tertentu yang tidak bisa ditawar-tawar akhirnya membuat Randi memberikan masing-masing tempat tinggal untuk putranya. Saat ini dia memiliki seorang istri dan belum memiliki seorang anak dari pernikahan mereka.

avataravatar