webnovel

The Tread Of Destiny

Altheda Estrella seorang gadis remaja dengan kehidupan yang biasa-biasa saja. Kehidupannya yang sederhana, dan sebatang kara tidak menyurutkan semangatnya untuk menyelesaikan pendidikan setinggi mungkin. Hingga akhirnya Altheda berhasil menyelesaikan studinya, dan baru saja diangkat menjadi seorang dokter muda di salah satu rumah sakit ternama, Singapura. Namun, sepertinya benang takdir tidak berpihak padanya. Altheda harus meregang nyawa karena menyelamatkan seorang dosen dari penembakan. Sungguh disayangkan, nasibnya yang malang membuat pendidikannya selama bertahun-tahun harus sia-sia. Seakan-akan dipermainkan oleh takdir. Altheda terbangun dengan sakit kepala yang menyerang teramat sangat. Kilasan ingatan tentang seorang gadis remaja yang teraniaya dengan caranya sendiri, tetapi malah dituduh sebagai biang keladi silih berganti menghantam pikirannya. "Azalea ... Terimakasih telah memberikan kesempatan buat gue untuk tidak membuat 21 tahun gue sia-sia, juga ... Gue akan mengubah sudut pandang lo tentang hidup, Lea. Hidup bukan hanya terfokus dengan perhatian orang lain, pria, keluarga, ataupun teman-teman lo yang tidak satupun berguna itu, tetapi juga tentang bagaimana merajut masa depan agar menjadi lebih berguna." Altheda tersenyum miring, menatap wajah seorang gadis yang bernama Azalea Caleste dengan lekat. Wajah dari tubuh yang akan digunakannya, mulai dari sekarang dan nanti! "Gue Altheda Estrella S. Akan mendapatkan kebahagiaan dengan cara gue sendiri dengan tubuh lo, Lea." Satu hal yang tidak pernah diketahui siapapun sampai Altheda meregang nyawa--Rahasia terbesarnya. *** Salam.Scorpio

Baby_Scorpio18 · Fantasy
Not enough ratings
6 Chs

TTOD:six

Sekarang di sinilah mereka semua berada. Arya, Azalea, Vincent, Lucian, Alita, serta seorang pria paruh baya dan cucunya--Alexander Cassian Wesley. Mereka duduk di satu meja yang sama dengan perasaan yang berbeda.

Vincent, Alita, dan Lucian yang dirundung rasa takut dan gelagapan karena aura intimidasi yang diberikan oleh pria paruh baya dan Alex terus saja menundukkan kepalanya tak berani menatap. Terutama Lucian, entah bagaimana ceritanya dia bisa terjebak di satu meja yang sama dengan sang kakek buyut--Arthur Wesley.

Didalam hatinya Lucian merutuki kebodohan Alita. Gadis itu terlalu ceroboh karena langsung menerima begitu saja ajakan dari sang kakek buyut tanpa mempertimbangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Memikirkan hal itu benar-benar membuat Lucian kesal.

Jika ketiga orang itu tengah merasa gugup dan takut. Beda cerita dengan Azalea, gadis itu merasa sesak di dadanya. Di hadapannya tengah berdiri seorang pria yang selama ini selalu dihindarinya  dan dia adalah penyelamatannya--Alexander. Dan yang tak kalah membuat jantungnya berdetak seratus kali lipat dosen kebanggaannya--Sir Arthur, tengah duduk diantara mereka dengan tampang datar dan dingin. Sangat jauh berbeda dengan ekspresi yang selalu pria paruh baya itu berikan pada Altheda.

Tak ingin membuat rasa sesaknya semakin menjadi-jadi, serta rasa penasarannya yang terus saja berkelut di dalam pikiran. Akhirnya satu kata lolos begitu saja dari bibir tipisnya, "Sir."

Semua orang menoleh pada Azalea. Menatap gadis itu dengan pandangan yang berbeda, jika Alita, Vincent, dan Lucian menatap Azalea dengan raut bingung. Maka Alex dan Arya menatap gadis itu penasaran, siapakah gerangan yang ingin gadis itu sapa-- Alex atau Tuan Arthur. Sedangkan Arthur, ia menatap gadis dihadapannya dengan lekat.

Bukan tanpa alasan Arthur menatap Azalea dengan tatapan yang berbeda. Sebab, tak banyak yang memanggilnya dengan panggilan yang formal dengan seperti itu di Indonesia, bahkan bisa dikatakan hanya satu orang. Murid kesayangannya dan wanita yang akan menjadi calon cucu menantunya--Altheda. Tetapi sekarang gadis itu telah tiada.

"Siapa kamu?" tanya Arthur spontan.

Alexandre memicingkan matanya. Menatap lekat wanita yang diketahuinya sebagai tunangan dari keponakannya--Lucian. Lalu, apakah kakeknya tidak tahu siapa gadis ini? Tidak! Tidak mungkin kakeknya tidak mengetahui siapa gadis ini. Apa mungkin kakeknya ingin menguji kemampuan gadis ini.

"Bukankah kamu tunangan bocah ini?" Alexandre bertanya pada Azalea. Namun gadis itu hanya melirik sekilas tak berniat menjawabnya lalu kembali menatap lurus ke depan, berhadapan langsung dengan Arthur.

"Izinkan saya memperkenalkan diri secara resmi, akan sangat tidak sopan jika saya hanya duduk bersama Anda tanpa memperkenalkan diri, Sir. Saya Azalea Caleste Wyatt, satu-satunya cucu keluarga Wyatt yang diakui. Senang berkenalan dengan Anda, Sir." Azalea menjulurkan tangannya yang terbuka menunggu untuk diterima dengan senang hati oleh Arthur.

"Aku tahu cara pikir dari otak kecil itu. Karena seseorang yang selicik kamu aku pernah mengenal satu, anak muda. Jadi ... Apa tujuanmu untuk mendekatiku?"

"Tak banyak. Saya hanya ingin mendapatkan tempat yang lebih baik ketika berada di kelas anatomi satu tahun lagi, Sir. Saya yakin kita akan bertemu dalam jangka waktu hitungan bulan, tentang berapa lama Anda melihat saya nantinya. Semua tergantung dari seberapa lama Anda ingin melihat saya di kelas Anda."

Arthur menyunggingkan senyum tipisnya. Sudah dua tahun--dua tahun lebih dirinya tidak pernah menemui seseorang dengan pola pikir yang sama dengan Altheda-nya. Gadis yang cerdas dan tidak menyembunyikan keinginannya. Gadis yang tidak akan memikirkan trik-trik licik hanya untuk merebut perhatiannya. Gadis yang hanya akan menghujani dirinya dengan kata-kata pedas nan sarkasnya. Arthur tertarik dengan gadis ini--sangat tertarik.

"Jangan menganggap remeh diriku, Nak. Buktikan jika kamu pantas untuk menjadi siswi yang mendapatkan tempat terbaik di kelasku," balas Arthur dengan senyuman miring khasnya yang sontak membuat Lucian menggigil ketakutan.

"Aku menyukai sifat percaya diri ini, Sir." Azalea melepaskan jabatan tangannya dengan Arthur. Disertai senyum manis yang memabukkan beberapa pasang mata yang melihatnya.

"Kakak ... Apa maksudnya kakak akan mengambil kelas anatomi? Bukankah kakak akan melanjutkan sekolah bisnis. Kak, nanti ayah marah sama kakak, jika tidak mematuhinya," Alita menasehati Azalea. Ia tidak ingin kakak perempuannya ini kembali mendapatkan amukan sang ayah hanya karena membangkang.

Azalea berdecih pelan. Gadis yang tidak tahu malu, jelas-jelas tangan sudah bergetar ketakutan tetapi masih mau mencoba mencari muka. Kalo begitu, sepertinya Azalea bermain sebentar dengan gadis ini tidak akan ada ruginya.

"Orang cerdas akan mengurus kehidupannya sendiri, dan orang dengki akan mendikte langkah orang lain. Memang sesuatu yang cocok, dungu dan bodoh, kasihan sekali!" ejek Azalea.

"Apa maksud lo?" jawab Lucian cepat tak terima dengan ejekan yang dilontarkan oleh Azalea.

"Cih." Azalea berdecih sinis. Bukankah sudah dia katakan, orang dungu akan mengurus kehidupan orang lain. Lihatlah contoh nyatanya, baru saja Azalea berucap si dungu langsung menjawab. "Benar-benar kasihan," imbuh Azalea miris.

"Sudahlah lupakan tentang itu. Sekarang ayo kita lanjutkan acara makan siang ini, karena saya masih ada kegiatan lainnya. Selain itu, Lucian kau harus ikut denganku. Tingkah lakumu memalukan sekali," ucap Arthur menengahi sekaligus memberikan perintah pada cucu buyutnya.

"Baik, Kek."

"Iya Tuan."

"Hemm."

"Sebenarnya aku sudah tidak lapar lagi. Tapi ... Baiklah jika Anda memaksa."

Ting... Suara sendok dan garpu ditekan lebih kuat pada piring makan yang ada dihadapannya. Arthur menatap wajah Azalea lebih dalam. Kata-kata ini, kata-kata songong yang selalu diucapkan oleh Altheda. Bagaimana mungkin mereka terlihat begitu sama, tetapi jelas-jelas wajah mereka berbeda. Dan Altheda telah dimakamkan di pemakaman keluarganya. Arthur sangat tahu itu.

"Sepertinya kau harus segera menghilangkan sifatmu yang satu itu, Anak muda."

Azalae terkekeh geli. Masih sama--wajah yang selalu dia ingat setelah insiden itu masih memiliki sifat yang sama. Bahkan entah mengapa dia merasa seperti dejavu dengan pembicaraan mereka  yang baru saja terjadi.

Makan siang telah selesai. Azalea menatap Arya dengan tatapan puppy eyes-nya. "Apa?" tanya Arya sembari mengelus pelan surai hitam Azalea.

"Ayo kita pulang, Uncle. Dan bisakah kita langsung pulang ke mension saja. Maksudku ... Bukankah semuanya bisa Uncle atur setelahnya, kepalaku sedikit sakit," adu Azalea dengan senyuman manis.

Vincent kembali menatap Azalea aneh. Berbagai pertanyaan hadir di benak Vincent. Mension? Mension apa? Apa maksudnya kembali ke mension keluarga Wyatt? Tapi kenapa? Bukankah selama ini Azalea selalu menolak dengan keras kembali ke keluarga Wyatt.

"Maksud lo apa? Lo gak berencana kembali ke mension paman Arya, kan Lea."

"Lo siapa?" tanya Azalea sarkas.

"Jangan keterlaluan Azalea! Gue kakak lo, jika lo lupa."

"Benarkah?"

"Lo-"

"Sudahlah, Sayang. Ayo kembali, jangan buang tenagamu. Tuan Arthur, Alex, kami pergi. Selamat siang." Arya berpamitan pada Tuan Arthur dan sahabatnya--Alex. Kemudian berlalu sembari memapah pelan tubuh Azalea dengan penuh kehati-hatian tanpa menoleh yang lainnya.

"Tunggu." Azalea menghentikan langkahnya, lalu berbalik. "Lucian, dengan pertemuan kita kali ini. Gue menjawab permintaan lo dari dua bulan yang lalu, kita ... Akan memutuskan pertunangan."

Bengkulu, 04Oktober2021

***