webnovel

The Title: Nevtor Arc - Second Phrase

[ SINOPSIS ] Perjuangan Nevtor sang Ras Bawah masih berjalan mengikuti arus tujuannya. Meski dia gagal menjadi seorang Titlelist Magic karena ketidakmampuan ia menggunakan sihir, namun itu bukanlah akhir baginya. Kini dia harus menghadapi masa-masa baru di tempat lain. Sektor Barat. Empat dari wilayah terluas di dunia ini. Kehidupan baru Nevtor di sana sebagai tempat bernaung. Bersama teman-teman baru. Juga hal-hal yang akan mendatang. Mampukah Nevtor menghadapi masa kehidupan barunya? Yuk, ikuti kisahnya!

Nautilus_624 · Fantasy
Not enough ratings
22 Chs

Chapter 35 Visit to Clain's Hometown ( Part 2 )

"Janji!"

"Ya, kakak berjanji!"

Kakak beradik itu saling mengaitkan jari kelingking. Membuat sebuah ikrar perjanjian. Senyum pun terukir diantara keduanya. Sungguh keharmonisan keluarga yang terlihat amat dalam.

Tak lama, sorot mata gadis kecil bergaun merah muda itu berpaling padaku. Setelah sekian lama tidak mendapat sorotan, akhirnya ada yang tahu akan keberadaanku. Meski awalnya aku memang tidak ingin menganggu pertemuan keluarga di antara mereka.

"Lalu, kakak itu siapa?" Pertanyaan keluar dari mulut gadis kecil itu. Tapi yah pada akhirnya akan ada perkenalan juga. Itu memang tidaklah bisa dipungkiri.

Clain memegang pundakku, ia memperkenalkan diriku secara lugas berbumbu keceriaan di wajahnya. Di lanjutkan, pemuda itu memperkenalkan kedua keluarganya. Dari sini aku bisa tahu identitas mereka. Gadis kecil itu bernama Myna, sedangkan wanita di belakangnya Creslia.

"Kak Nevtor, apakah sahabat kakak?" Tanya Myna lagi.

"Tentu saja! Bahkan kami pernah makan bareng, loh!" Jawab Clain secara cepat. Wajah cerianya tidak memudar sedikitpun.

"Entah kenapa jika kau berkata seperti itu malah terkesan aneh," tukasku.

Kontan Myna dan Creslia tertawa kecil. Sementara itu, pemuda berambut biru dongkar tersebut kebingungan atas makna ucapannya sendiri. Kemudian, Creslia pun menawarkan diriku untuk makan siang bersama. Yah, kebetulan juga perutku sudah lapar sehabis melakukan perjalanan.

Di meja makan, perbincangan terjadi di antara mereka bertiga. Bahkan aku dituntut untuk andil dalam percakapan keluarga tersebut. Sampai-sampai angka sosialiasi-ku naik begitu pesat melebihi kapasitas yang bisa kutampung, dan aku merasa kebocoran terjadi saat ini.

Selepas makan siang, Clain beranjak dari kursi sambil mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Dia lalu berjalan mendekati dua saudarinya yang tengah sibuk membereskan piring di atas meja. Kegiatan mereka terhenti sesaat. Kemudian, pemuda itu pun menyodorkan bungkus kado berbalut pita merah dan biru yang disembunyikan di belakangnya seraya melempar senyum.

"Memang tidak banyak yang dapat kuberikan pada kalian. Tetapi ... terimalah ini dan kuharap kalian menyukainya!"

"Apa ini?" Tanya Creslia sembari mengambil kado berbalut pita merah. Di susul oleh Myna yang juga meraih kado berpita biru di tangan kiri Clain.

"Hadiah ulang tahun kalian. Yah, meski sudah terlambat sih," ungkap Clain.

Mendengar ucapan itu keduanya pun lekas membuka perlahan kotak bingkisan tersebut. Myna yang pertama berseru senang. Setelah tahu isi dari kado itu sebuah anting berwarna perak. Gadis bergaun merah muda itu pun lantas berlari ke arah sang kakak sambil mengucapkan terima kasih.

"Kalung yang indah!" Kata Creslia seraya menatap kalung emas di tangan kanannya. "Tapi bukankah ini barang yang mahal, apa kau yakin membelikan ini pada kami?"

"Tenang saja! Lagipula aku mendapatkan diskon ketika membelinya dua pasang, jadi harganya tidaklah terlalu mahal," jawab Clain yang masih mengelus rambut sang adik di depannya.

"Kau sampai membelikan barang sebagus ini, mendapati kau pulang saja itu sudah menjadi hadiah yang meriah untuk kami," ungkap Creslia.

"Kakak ini. Barang itu tidak seberapa jika dibanding dengan kalian keluargaku. Kalian melebihi apapun dalam hidupku."

Senyum terukir di bibir Creslia atas perkataan adiknya tersebut. Dia lalu berjalan mendekat dan memeluk Clain dengan hangat. Keharmonisan keluarga kembali terjadi. Hal itu mengingatkan pada sesuatu. Namun sayangnya, sesuatu tersebut tidak akan pernah kudapatkan lagi.

-----

Kami beranjak keluar rumah. Melangkah di tanah pedesaan dengan terpaan angin sejuk yang berbeda sekali dengan perkotaan. Tatkala diperjalanan, terlihat beberapa penduduk yang sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Ada pun sapaan dari pejalan kaki yang berpapasan dengan kami. Dan setibanya di tanah lapang, banyak anak-anak yang tengah asyik bermain kelereng. Mereka bahkan menawarkan kami untuk ikut bermain.

Langkah kami terhenti di ladang jagung yang terbentang luas. Hamparan yang didominasi warna kuning dan hijau. Selain itu, ada juga orang-orang yang sedang memetik jagung-jagung yang sudah masak lalu mengumpulkannya pada bakul yang berukuran besar di punggung mereka.

"Desa kami terkenal akan kekayaan hasil jagungnya. Menjadikan jagung sebagai bahan makanan pokok di desa ini," jelas Clain sembari menatap ke arah ladang.

Hm... itu kenapa semua olahan makanan yang tadi kumakan beraroma jagung. Juga mengapa nama desa ini dinamakan, Desa Carn. Itu menjelaskan semuanya.

"Oh iya, Nevtor. Ceritakan tentang desamu dan juga keseharianmu waktu di sana," pinta pemuda itu.

"Sama hal dengan desa ini. Dan hari-hari di sana hanyalah menyiram dan memberi pupuk pada tanaman. Terkadang, aku pun memancing ikan dan membaca buku di perpustakaan dalam rumahku," jelasku.

Tampaknya terlalu banyak yang kututurkan. Tapi yah, lagipula sudah terlanjur juga.

"Wah, ternyata aktifitas cukup banyak ya. Bahkan di rumahmu sendiri terdapat perpustakaan juga. Jadi itu alasan kau selalu pergi ke perpustakaan di kota."

"Ya, begitulah!"

Pandang pemuda di sampingku itu beralih ke hamparan langit yang biru dengan awan-awan putih yang bergerak searah. "Benar-benar masa yang indah ya!" Ujarnya.

Aku mengangguk pelan.

Selepas berkeliling desa, kami pun bergegas untuk kembali. Namun saat di pertengahan jalan, ada sebuah kereta melintas dan berhenti tepat di depan kami. Orang yang berada di kursi belakang pun lantas turun. Sosok pria tua berkumis tipis datang menghampiri. Tunggu ... seperti aku familiar dengan wajahnya. Nampak kukenali.

"Ternyata kau sudah kembali, Claid!" Kata pria tua itu. Perawakannya cukup berotot.

"Ya, aku sampai beberapa jam lalu," balas Claid. "Jadi, bagaimana kabar Ayah?" Tanyanya.

"Seperti yang kulihat, ayah segar dan prima!" Pria itu menunjukan ototnya yang menonjol. Cukup atletis memang.

Ternyata ia ayah dari Clain. Tetapi entah kenapa, perasaanku masih saja ada yang mengganjal. Ada hal yang terus mendorong diriku untuk mengingat-ingat siapa pria tua tersebut. Meski kenyataannya sudah terkuak, tapi sepertinya belum sepenuhnya.

"Perkenalkan ini Nevtor. Temanku di asrama!" Ujar Clain.

Aku membungkuk badan 90 derajat, "Salam kenal, Tuan!"

"Tunggu ...."

Bukannya membalas salam dariku, pria tua itu malah menatap diriku lekat. Dari sini aku merasakan jikalau dia tengah mencari informasi tentangku, sama halnya denganku yang mencoba menggali identitas dirinya. Seperti yang kuduga, bahwa kami pernah bertemu sebelumnya. Tapi di mana?

"... Bukankah ... kau pemuda yang waktu di pertambangan Sektor Selatan?"

Ketika ia menyatakan hal itu, aku turun sependapat dengannya. Jikalau kami pernah bertemu di tempat tersebut. Lebih tepatnya, beliaulah yang telah menolongku dalam mencari biji besi.

"Ayah mengenal, Nevtor?"

"Ya, ayah pernah bertemu dengannya. Saat menambang biji besi di Sektor Selatan."

"Berkat anda, waktu itu saya tertolong sekali!" Kataku.

"Tidak kusangka akan menemuimu lagi di sini, benar-benar kebetulan yang tak terduga," balasnya. "Sebelumnya kita belum kenalan. Perkenalan namaku, Calid! Kuharap kau terus berteman baik dengan Clain, Nevtor!"

"Tentu, Tuan Calid!"

Usai perbincangan itu, pria tua tersebut pun kembali menaiki kereta kuda. Kendaraan itu bergerak dan berjalan menjauh ke depan sana. Aku dan Clain pun kembali melanjutkan perjalanan yang tadi sempat terhenti. Melangkah di jalan setapak pedesaan yang masih sama suasananya.