webnovel

The Next Godfather

Semilir angin membelai rambut pirang Delilah yang diikatkan bando hitam polos senada dengan warna bajunya. Angin yang sama juga lembut membelai rambut coklat James yang tengah menegaskan dirinya di depan Delilah.

"Kenapa kamu mengatakan semua ini padaku?" tanya Delilah dengan suara lembutnya yang khas.

"Karena kamu tidak mengenalku. Aku ingin kamu mengenalku," jawab James masih teka melepaskan pandangannya. Delilah menarik napas dan melepaskannya perlahan. Pandangannya mulai menunduk dan terlihat segurat rasa bersalah karena sikapnya pada James selama ini.

Mata James lalu melirik pada Grey yang berada agak jauh dari mereka. Grey menyunggingkan seutas senyuman misterius di ujung bibirnya. Dan James membalas meski tak kentara. Jika ada yang lebih licik dari James Harristian maka mungkin itu adalah rubah. Ia mulai paham caranya menyentuh hati Delilah, gadis itu sesungguhnya memiliki hati yang besar. Dan James tengah memanfaatkannya.

"Ayo... yang lain sudah menunggu," ajak James lantas menggandeng tangan Delilah menariknya berjalan ke arah rumah peristirahatan di atas bukit tak jauh dari area pemakaman. Sesampainya di dalam rumah kayu yang nyaman itu, beberapa anggota yang telah berada disana memberi hormat pada James dengan berdiri dari tempat duduk mereka.

Seperti biasanya ia akan menempati meja makan di tengah ruangan itu setelahnya seluruh anggota akan duduk kembali. Beberapa pelayan lalu masuk dan menghidangkan menu makan siang untuk puluhan anggota elit yang datang sementara anggota lain yang levelnya lebih rendah akan makan di luar ruangan. Hal itu karena kapasitas tempat yang terbatas.

Beberapa pasangan anggota mafia Daga Nero mapun Il Rosso mulai berbisik-isik mengenai kehadiran Delilah bersama pemimpin tertinggi mereka. Tapi tak ada yang berani bertanya karena James paling tidak suka jika ada yang ikut campur urusan pribadinya. Bahkan untuk menjaga agar Delilah tak diajak bergosip, Grey duduk agak jauh di sisi kiri Delilah. Sedangkan James berada di sisi kanan Delilah.

Sikap tubuh James yang biasa saja membuat tanda tanya besar apa Delilah adalah pasangan atau bukan. Ia tidak menyentuh atau bersikap mesra sedikitpun selama makan siang berlangsung. James memang berbicara dengan beberapa orang dan cenderung meninggalkan Delilah sendirian yang tak mungkin ikut mengobrol. Hampir 100 persen pembicaraan adalah soal bisnis yang tak dimengerti Delilah sama sekali, jadi ia memilih diam.

Setelah bosan, Delilah memilih untuk pergi ke toilet sekedar mencuci tangan. Delilah sempat memandang dirinya sendiri di depan cermin kamar mandi kecil tapi sangat mewah itu. Penampilannya sudah sangat jauh berubah tapi dalam hati ia tak merasa keberatan sama sekali. Delilah jadi termenung mengingat kalimat James saat ia mengakui siapa dirinya.

"Mungkin aku sudah bersikap terlalu berlebihan padanya. Aku tidak tau jika dia seorang anak dari wanita... ah, seharusnya aku tidak mengucapkan kata-kata seperti malam itu. Huff, apa aku harus minta maaf?" tanya Delilah pada dirinya sendiri di depan cermin. Usai mengeringkan tangan, Delilah keluar dan terkejut saat melihat Grey ternyata sudah menunggunya di lorong. Grey sedikit membungkukkan kepala memberi hormat pada Delilah dan ia tak tau harus membalas seperti apa.

"Nona Starley, aku ingin mengatakan sesuatu padamu." Delilah diam saja mendengarkan Grey bicara.

"Apapun yang dikatakan oleh Oliver Kakakmu padamu adalah sebuah kebohongan."

"Apa maksudmu?"

"Tuan Harristian tidak membunuh Ayahmu. Aku berada disana, jadi aku tau yang terjadi," ujar Grey memberi penjelasan pada Delilah. Delilah terdiam memandang Grey.

"Kenapa kamu mengatakan hal itu padaku?" Grey sedikit mendekat namun tetap menjaga jaraknya.

"Karena Oliver sudah merencanakan untuk membunuh Tuan Harristian begitu pula dengan Ayahmu. Aku tidak ingin kamu ikut merencanaan hal yang sama, Nona Starley!" Delilah mengernyitkan keningnya.

"Ingatlah satu hal, Nona. Apapun yang terlihat dipermukaan atau yang dikatakan orang tentang Tuan Harristian, itu hanyalah kebohongan."

"Dia membunuh... apa itu bukan bohong? Dia juga pemimpin kelompok mafia dan itu juga bukan kebohongan?" Grey mengangguk.

"Iya, tapi James Belgenza sebagai James Harristian... tak ada yang mengenalnya kecuali beberapa orang dari kami. Itu sebabnya kenapa hanya ada beberapa orang dari kami yang memanggil dengan nama aslinya, agar ia tetap pada dirinya sendiri yang jauh dari sebagai pemimpin Daga Nero yang kejam seperti yang diketahui semua orang selama ini!" Grey lalu berbalik dan meninggalkan Delilah di koridor dan kembali ke ruang makan. Tinggallah Delilah disana dalam kebingungan dan keraguan. Kata-kata Oliver yang terus mengatakan jika James adalah pria jahat dan harus dihabisi kini berbanding terbalik dengan kalimat Grey yang mengatakan jika James adalah pria biasa.

"Huh... kenapa jadi seperti ini?" keluh Delilah mulai resah.

Pada peringatan kematian kali ini, James membiarkan seluruh anggotanya pulang terlebih dahulu dan ia akan menyusul pulang setelah berbicara dengan Arjoona dan Jayden di halaman belakang rumah itu. Delilah sempat menyusul dan melihat James tengah asik bicara sambil sesekali tersenyum menelepon di ponsel. Hati Delilah mulai ragu bersikap pada James. Apakah melepaskannya adalah tindakan yang benar?

"Ayo kita pulang, hari sudah sore," ujar James begitu melihat Delilah berdiri di dekat pintu belakang menunggunya. Delilah tersenyum tipis dan mengikuti James keluar dari rumah itu lalu masuk ke dalam mobil. Sebentar lagi matahari akan terbenam jadi jalanan mulai temaram.

Mobil milik Grey telah melaju lebih dulu meninggalkan James agak di belakang. James hanya memakai dua pengawal di dalam mobilnya.

Tiba-tiba mobilnya seperti terseret dan berhenti mendadak. Terdengar seperti bunyi ledakan dan mereka berhenti di tengah jalanan tanpa penerangan.

"Apa yang terjadi?" tanya James pada pengawalnya.

"Bannya pecah, Tuan!"

"Apa!" James mengernyitkan kening lalu mengeluarkan senjata dari balik jasnya.

"Periksa!" pengawal itupun ikut mengeluarkan senjata lalu membuka mobil dan hendak memeriksa. DHETT! Bunyi tembakan dengan peredam membunuh pengawal James. Darah dari kepalanya memercik ke kaca jendela mobil. Mobil James anti peluru jadi begitu dua tembakan menyasar mobilnya ia masih terlindungi.

Pengawal yang menjadi supir lantas mencoba menutup pintu di sebelahnya tapi ia kalah cepat dengan peluru dan mengenainya. Tapi pintu memang langsung tertutup.

"AAHHK!" Delilah memekik dan James langsung menariknya ke dalam pelukannya sembari menunduk.

"Kamu tidak apa-apa!" James sedikit menaikkan wajah Delilah memeriksa keadaannya. Delilah menganguk. Ia mulai menangis ketakutan terutama setelahnya tembakan beruntun menghantam sisi kiri mobil. James tetap menjaga agar Delilah tak terluka dengan menundukkan kepalanya.

James mencoba mengintip tapi tembakan masih diberikan padanya. Peluru kini berusaha menghancurkan kaca yang mulai retak.

"Mobil ini anti peluru tapi kita harus pergi dari sini, Candy!" Delilah mengangguk cepat. Ia begitu ketakutan dan meremas mantel milik James sambil menyembunyikan kepalanya ke dada James.

James membuka pintu di sebelah Delilah. Sambil masih terus menunduk, ia mendorong Delilah keluar beserta dirinya setelahnya. Begitu keluar dan masih berjongkok, James melepaskan mantel panjangnya lalu melingkarkannya dari kepala Delilah agar menutupi seluruh tubuhnya.

"Kamu tidak boleh terlihat oleh siapapun, Candy! Sembunyikan wajahmu, mengerti!" ujar James sebelum menutupi seluruh kepala Delilah dan memeluknya. Delilah tak mengerti mengapa James malah menutupinya tapi ia tak punya pilihan selain mengikuti kemanapun James membawanya.

James mencari celah dari balik mobil sambil memeluk Delilah dengan sebelah lengannya. Tangannya yang satu kemudian menembakkan ke arah yang ia yakini. Tembakan James kemudian mengenai salah satu penembak yang tak nampak karena hari mulai gelap. Lampu depan mobil akhirnya mati akibat sebuah peluru dan itu membuat gelap mulai menelan sosok James dan Delilah yang dipeluknya.

James terengah dan mengambil kesempatan itu untuk meloloskan diri. Ia masih memeluk Delilah saat menembak lagi dan berdiri berlari masuk ke dalam hutan di sisi kanan jalan.

Karena ia terus melindungi Delilah dan menembak disaat yang bersamaan, ketika ia berbalik sebuah peluru kemudian mengenai lengannya. James sempat terhempas sedikit lalu menembak lagi dan mengenai seseorang lagi.

Delilah belum tau apa yang terjadi, ia masih terus dipeluk oleh James yang kemudian berlari lagi masuk ke dalam hutan. Delilah tak bisa berlari dengan baik karena ia memakai sepatu pump heels yang membuatnya terjatuh.

James jadi ikut terjatuh dan mereka terjerembab ke sebuah lembah yang tak begitu dalam namun penuh dengan ranting pohon. James dengan cepat menarik 'permennya' itu masuk ke sebuah celah pepohonan mati lalu membekap mulutnya. Sementara di atas mereka suara derap langkah kaki makin dekat terdengar.

Next chapter