1 Chapter 1: Good Morning Arjoona (Volume 1: Arjoona Harristian)

Bunyi alarm pagi membangunkan Arjoona Harristian untuk memulai hari nya. Ia menggeliat beberapa kali mengurut kepalanya dan mencoba meraih kesadarannya sebelum benar-benar membuka matanya. Semalam adalah mimpi yang buruk bagi Joona. Apa yang lebih buruk dari bertemu mantan pacar yang sudah memiliki kekasih baru dan tak ada yang dilakukannya selain pamer?. Dan Arjoona yang malang masih mencintai mantan kekasih yang sudah pernah ia lamar dulu, Dessy Anggraini.

"aahh...hari apa sih hari ini?!" sembur Joona bosan sambil menoleh ke samping. Ia mendengus melihat jam meja yang menunjukkan waktu dan hari serta tanggal. Setelah lima menit barulah Arjoona bangun masih dengan kaos T shirt grey blue dan celana sweatpants hitam. Ia mencuci muka dan menyikat giginya. Mematikan tap air lalu memakai hoody dan mengganti dengan celana kargo pendek dibawah lutut. Ia memakai sepatu memasang headset sport bluetooth dan akan memulai olahraga seperti biasa.

Setiap hari, Arjoona akan joging di sekitar rumahnya tinggal. Ia tinggal disebuah rumah yang dulunya adalah gudang gula kecil. Ia memodifikasi sehingga bisa menjadi tempat tinggal yang layak untuknya di Jakarta. Terletak di pinggiran ibukota tempatnya tinggal cukup ramai karena dekat dengan perkampungan tapi lingkungan rumahnya karena bekas pabrik maka dikelilingi oleh sebuah lapangan yang cukup luas. Ia sudah membeli seluruh tanah di depan rumahnya dan sekarang mobil sedan tuanya parkir di depan rumah.

Arjoona terus berlari meneruskan jogingnya sambil memakai hoody. Warga sekitar yang melihat beberapa kali menegur Joona yang tersenyum ramah.

"Pagi mas Joon!" sapa seorang bapak yang sedang menyiram tanamannya tetangga yang diberi senyuman oleh Arjoona.

"Pagi pak Rahman" balas Joona masih terus berlari. Arjoona juga tersenyum pada beberapa ibu-ibu yang pagi-pagi sudah duduk bergosip.

"Pagi mas Joona." Arjoona hanya menunduk sekali dan mengangguk. Ibu-ibu itu cekikikan.

"Aduh disenyumin mas Arjoona pagi-pagi tuh kayak kesiram aer...dingin...." celetuk salah satu ibu yang dilewati Joona

"Iya, tu anak udah ganteng, ramah yang bikin gak kuat lesung pipi nya, alamak." ibu-ibu lainnya tertawa mendengar.

Arjoona menyelesaikan putaran jogingnya setelah sekitar lebih dari 35 menit berlari. Ia kembali ke rumah seperti biasa bersiap memulai hari bekerja di perusahaan Inggris yang memproduksi peralatan elektronik, Winthrop Electronics. Winthrop Electronics adalah salah satu anak perusahaan dari Winthrop Corporation yang berpusat di Inggris dan membuka pabrik nya di Indonesia.

Arjoona adalah seorang engginer fisika dan elektro. Dia yang genius punya gelar master di dua bidang itu dan punya kehidupan lain ketika malam hari. Arjoona punya bakat musik yang tidak biasa. Selain bisa menciptakan dan merancang sebuah benda, ia juga seorang rapper underground. Dalam seminggu ia tampil menghibur pengunjung salah klub musik hiphop di Jakarta. Klub yang bernama Anthem itu sudah mengkontrak Joona sebagai rapper yang tampil 3 kali dalam satu minggu.

Masuk ke dalam rumahnya, Joona yang masih berkeringat menyingkap hoody nya lalu mengambil sebuah remote dan langsung menyalakan musik.

(song background: That's What I Like – Bruno Mars)

Sambil Arjoona membuka hoody nya, ia mengambil segelas air lalu meminumnya sambil terus mendengarkan Bruno Mars menyanyikan lagu. Setelah selesai, ia pun masuk ke dapur dan membuka kulkas. Arjoona dengan cekatan menyiapkan beberapa bahan untuknya sarapan.

Mencairkan butter, memanggang roti sebelum mengoleskannya dengan saus pasta tomat lalu meletakkan beberapa toping yang ia suka. Keju, papperoni dan menutupnya dengan telur. Sarapan sederhana ala chef tersaji di piringnya. Arjoona mengambil tempat duduknya menuangkan jus buah dan mulai sarapan sendiri sambil mendengarkan musik.

Begitu rutinitasnya setiap hari sebelum ia bersiap masuk kerja seperti biasa. Sebagai insinyur ia hanya berpakaian seperti biasa. Celana dan kemeja tanpa dasi dengan kontainer kertas rancangan desain yang dibawa setiap hari. Laptop dan beberapa alat penunjang lainnya yang ia masukkan ke dalam ransel. Ia membuka mobil toyota corona buatan tahun 2000 dan bersiap akan ke perusahaan tempatnya bekerja.

Tiba di parkiran perusahaan tepat pukul 8 pagi, Arjoona Harristian turun dari mobil dan langsung disapa oleh wakilnya sebagai ketua serikat pekerja di perusahaan itu, David Tarigan.

"Pagi bang Joon, ah seger banget kayaknya hari ini abang aku yang satu ni!" sapa David dengan gaya bicara khas anak medan nya yang masih kental. Padahal ia lahir dan besar di Jakarta tapi logat bataknya tidak hilang. Arjoona hanya tersenyum mengunci mobilnya.

"Tiap hari kalimat lo itu itu aja, gak ada yang laen?" balas Joona sambil berjalan. David yang lebih pendek merangkul Jonna yang lebih tinggi darinya.

"Ah apa lagi lah yang bisa ku bilang selain abang ganteng kayak bintang film mandarin." Joona menyenggol David yang tertawa melihat Arjoona yang hanya senyam senyum saja. Mereka masih terus berjalan bersama hingga masuk ke area pabrik. Kantor Joona terletak di lantai tiga pabrik eletronik itu. Ia adalah kepala divisi rancangan dan pengawasan produksi. Ada ratusan pekerja dan buruh lepas berada di bawah pengawasannya.

Tugas dan pekerjaan Joona adalah merancang, mendesain hingga pengawasan produksi produk sebelum masuk ke bagian quality control untuk di uji cobakan.

"Bang kalo kau bosan, kau panggil sajalah aku dibawah, kasian juga kau sendirian diatas, gak ada yang mulus-mulus bisa kau lihat hahaha" ujar David sambil tertawa menggoda Arjoona. Joona hanya menggeleng dan tersenyum sambil terus menaiki tangga menuju kantornya. Belum membuka pintu, seorang gadis menghampiri Joona.

"Pagi kak Arjoona, ini Tiara bawain sarapan dan kopi buat kakak," ujar seorang gadis bernama Mutiara memperlihatkan senampan makanan dan secangkir kopi.

"Wah makasih banyak Tiara, kamu baik banget, tapi kakak udah sarapan," Tiara langsung mengerutkan keningnya dan cemberut. Ah Joona paling tidak suka mengecewakan orang lain jadi ia pun melongok ke bawah melalui railling di sampingnya. Terlihat David bersama beberapa orang masih berbicara.

"David, " panggil Joona berteriak dan David melihat keatas

"Sini lo!" Joona menyuruh David untuk naik ke atas. Begitu naik, senyum David langsung melebar ketika melihat Tiara di depannya. Namun Tiara yang tidak tau apa-apa malah mengerutkan keningnya.

"Ada apa bang?" tanya David lalu melirik pada Tiara di depannya

"lo udah sarapan belom?" David menggeleng, Joona langsung tersenyum.

"Nah kebetulan, Tiara bawain sarapan tapi gue udah makan dirumah jadi ini buat lo aja, kan daripada mubazir gak bagus," ujar Joona disambut cengiran David yang kegirangan. Ia dapat sarapan dari gadis yang ia sukai. Tiara menyambutnya dengan wajah terkejut tidak percaya Joona malah memberikan sarapan buatan kepada David.

"Tapi kak..." Tiara ingin protes tapi begitu Joona melihatnya ia tidak jadi bicara

"Kenapa, kamu gak keberatan kan Tiara?" tanya Joona, Tiara terpaksa menggeleng dengan wajah tidak ikhlas. Tapi David sangat ikhlas menerima sarapan dari Tiara.

"Aduh Tiara, aku jadi gak enak nih sama kamu" Tiara akhirnya hanya menyengir dan Joona hanya mengatupkan bibirnya menahan tawa. Tiara yang mendengus kesal sambil tertawa sinis akhirnya memberikan nampan sarapan itu pada David dan langsung pergi. David kecewa melihat sikap Tiara yang bahkan tidak mengucapkan selamat makan padanya. Joona menepuk pundak David lalu mengajaknya ke dalam kantornya.

"Masuk!" ajak Joona membuka pintu. David mengangguk dan masuk sebelum Joona dibelakangnya menutup pintu.

"Ah bang, Tiara itu suka nya sama kau bang, bukan aku." Joona hanya mendengus tertawa kecil.

"Gue kan udah bilang, gue anggap dia udah kayak adik gue sendiri, gak lebih." David mengangguk dan mengambil kursi untuk mulai sarapan.

"Udah lo makan aja, gue ikhlas ngasihnya," tambah Joona lagi sambil sedikit tertawa. David tersenyum dan mulai makan. Joona memulai pekerjaannya hari ini dengan membuka gulungan kertas rancangan smart TV terbaru miliknya. Arjoona masih sedikit agak konvensional meski ia bisa menggunakan aplikasi khusus komputer untuk merancang dan menggambar tapi menurutnya gambar rancangan buatan tangan adalah yang terbaik.

"Bang, nanti malam kau tampilkah di klub?" tanya David selesai mengunyah sambil minum.

"Kenapa, lo mau liat gue perform?" tanya Arjoona sambil mulai duduk dan melihat kertas-kertas design nya.

"Iya sekali kali kan aku bisa ngasih dukungan ke abang." David masih mengaduk nasi nya sambil bicara. Arjoona mengerutkan kening lalu berbalik melihat David di belakangnya.

"Emang nya gua ikut lomba nyanyi apa, lagipula lo kan gak suka hiphop, ngapain lo nonton gue ngerap?"

"Kalo abang yang tampil biarpun abang nyanyi dangdut pun aku tonton" Arjoona tertawa sambil menggeleng kepalanya.

"Ah lo ada ada aja, gimana nyokap lo, udah baikan?" tanya Arjoona sambil menggambar. David menghela nafasnya dengan berat.

"Gitulah bang, mamak ku harus di operasi kata dokter, cuma itu jalan satu-satunya." Arjoona mengangguk dan melepaskan nafas.

"Gue akan ngomong ke perusahaan buat ngasih pinjaman ke elo, oke!" David tersenyum.

"Makasih bang, abang emang paling the best lah." Arjoona hanya mendengus sambil tersenyum.

Usai sarapan David langsung keluar dari ruang Arjoon yang merupakan atasannya dan kembali bekerja sebagai pengawas pekerja bagian produksi. Arjoona mulai memindahkan hasil rancangan nya ke layar komputer di ruangannya. Jika sudah begini ia bisa betah berjam-jam mengotak atik laptop dengan sebuah layar besar di dekatnya. Hingga sebuah dering telpon berbunyi membuyarkan pemikirannya.

"Ya, divisi design"

"..."

"Sekarang?"

"Oke, saya kesana." Arjoona meletakkan telpon kantor kembali ke tempatnya dan menghela nafas. Ia menunda semua pekerjaannya, CEO perusahaannya kini memanggil dirinya untuk pergi ke bangunan perkantoran yang tak jauh dari pabrik tempatnya bekerja. Mereka berada di gedung yang terpisah.

Arjoona memakai jaketnya, mengambil handytalkie lalu berjalan keluar. Di jalan keluar ia bertemu lagi dengan Tiara, gadis yang tadi pagi memberinya sarapan sekaligus bekerja di bagian administrasi divisi produksi. Ia tersenyum manis pada Arjoona dan Joona membalasnya.

"Ah Tiara, tolong kalo ada yang cari kakak bilang kakak ke gedung CEO ya." ujar Arjoona sambil berjalan keluar gedung.

"Oh iya kak, nanti Tiara sampein," balasnya masih tersenyum sangat manis pada Arjoona.

"Makasih ya." Arjoona langsung berjalan keluar dan disapa oleh beberapa orang pekerja yang melewatinya.

Setelah berjalan kurang lebih hampir 10 menit, ia sampai di lift karyawan yang akan membawanya ke lantai paling atas dari menara Winthrop, ruang CEO berada. Tiba di gedung perkantoran itu beberapa karyawan wanita sempat tersenyum pada Arjoona yang melewati dengan senyuman lesung pipi yang ramah. Arjoona melewati kantor PA CEO perusahaannya dan mengetuk pintu ruangannya.

"Maaf mbak Anggi, saya disuruh masuk ke ruangan CEO," ujar Arjoona pada PA sekaligus sekretaris CEO Winthrop Electronics. Wanita yang berusia hampir 40 tahun itu tersenyum manis pada Arjoona.

"Oh iya, pak Gerald yang panggil kamu." Arjoona mengerutkan keningnya. Gerald Winthrop ada di Indonesia? Untuk apa? Arjoona akhirnya hanya mengangguk saja. Ia mengikuti wanita bernama Anggi itu masuk ke ruang utama CEO.

Arjoona masuk setelah Anggi datang dan menyapa bos nya CEO Winthrop Electronics, Steven Juliandra.

"Pak Steven pak Gerald, Arjoona sudah datang," ujar Anggi sambil tersenyum dan kedua pria yang tengah berdiskusi itu mengangkat wajahnya melihat Arjoona yang sudah berdiri di depan mereka.

"Oh Arjoona, silahkan, pak saya permisi keluar," ujar Steven pada Gerald yang memberi anggukan. Steven dan Anggi akhirnya keluar bersamaan. Maka tinggallah Joona dan Gerald di ruangan itu.

Gerald Winthrop adalah pemilik Winthrop Corporation sekaligus pimpinan tertinggi salah satu perusahaan multimilyaran dolar itu. Perusahaan itu bergerak di berbagai bidang, dari elektronik, otomotif hingga pertanian. Gerald sendiri sudah berumur hampir 70 tahun tapi ia masih kuat berpergian melihat dan mengawasi berbagai perusahaannya di seluruh belahan dunia. Baginya Indonesia adalah negara yang spesial karena disini ia telah menyelamatkan seorang anak dari panti asuhan yang hampir membuatnya terbunuh. Ia adalah Arjoona Harristian, seorang anak laki-laki yatim piatu yang bahkan tidak mengetahui siapa orang tuanya.

Sejak Gerald mengadopsi Arjoona yang hampir seumuran dengan cucunya, Gerald memberi kehidupan baru pada Joona yang saat ia temukan baru berusia 10 tahun. Keadaan Joona sangat mengenaskan saat itu, panti asuhan yang merawatnya membiarkannya kelaparan berhari-hari. Ia tidak diberi pakaian yang layak dan tidak bersekolah. Namun anehnya ketika ia diberi kesempatan bersekolah, posisi Joona bahkan melebihi anak-anak seusianya. Ia langsung masuk kelas 5 SD begitu di daftarkan. Sebelum lulus SMA dan mengikuti tes intelegensia, ia mendapat skor 148 untuk IQ nya. Sepertinya itu alasan kuat mengapa ia sangat cepat bisa menyerap pelajaran apapun.

Sejak saat itu dia diberi seseorang yang menjaga seperti layaknya pengasuh di sebuah rumah yang tidak begitu besar hingga ia bisa mencari penghasilannya sendiri dan membeli rumahnya saat ini. Pengasuh Joona kini sudah lama meninggal. Joona sudah menganggapnya seperti ibunya sendiri. Arjoona memang berbeda. Ia tidak terlihat seperti orang Indonesia kebanyakan. Kulitnya putih, matanya sipit tapi wajahnya bukan wajah mandarin lebih mirip perawakan orang-orang asia tenggara. Tubuh tingginya mencapai 187 cm dengan tubuh yang tidak terlalu kurus, masih berotot khas orang asia. Ia punya lesung pipi yang kentara di kedua belah pipinya, hidung yang kecil tidak mancung, dan bibir yang penuh.

Yang akan nampak jelas terlihat pertama kali orang melihatnya adalah aura dominan namun seksi. Ditambah dengan suara agak serak dan berat ala pria maskulin dan profesi lainnya sebagai rapper, menjadikan ia terlihat sangat seksi dan tampan. Ia tidak punya sifat badboy seperti mungkin kebanyakan pria, tapi sesungguhnya ia punya sisi lain yang bisa ia keluarkan pada wanita yang ia sukai.

Arjoona masih mengatupkan kedua bibirnya menunggu apa yang hendak dikatakan oleh bos besarnya. Gerald masih memeriksa beberapa dokumen sebelum menyuruh Arjoona untuk duduk di depannya. Arjoona kemudian duduk sambil meletakkan kedua tangannya di pangkuannya.

"Gimana pekerjaan kamu? kamu betah disini?" tanya Gerald sambil tersenyum tipis.

"Yah, begitulah, terima kasih atas kesempatannya." Gerald mengangguk.

"Aku panggil kamu kemari karena ada yang harus kita bicarakan." Arjoona mengangguk.

"Aku ingin memberi kamu kesempatan besar untuk pindah Amerika dan menjadi CEO di Winthrop Motors." Arjoona mengerutkan keningnya. Apa-apaan ini?

"Bapak pasti sedang bercanda ya, ini prank ya?" Arjoona heran sambil menuduh bosnya ingin mengerjainya. Gerald tersenyum dan tertawa kecil.

"Apa itu istilah anak muda sekarang? Prank?" balasnya sambil tertawa. Arjoona tidak mau membalas ia yakin bos nya mungkin ia cuma mabuk.

"Joona, aku akan memberi kamu 50 persen saham Winthrop Motors jika kamu menyetujui syarat-syaratnya," ujar Gerald lagi dengan senyum licik.

"Begini, dua hari lagi akan ada pergantian CEO di perusahaan ini, Steven akan pindah ke Inggris dan membantuku disana, jadi CEO perusahaan ini akan digantikan oleh cucuku satu-satunya." Arjoona mengangguk. Ia masih menyimak apa yang sebenarnya hendak dikatakan oleh bosnya.

"Besok cucuku Clarine Winthrop akan tiba dari Inggris, dia sudah pernah tinggal di Indonesia dulu tapi kalian belum pernah bertemu, jadi lusa dia akan resmi menggantikan Steven." Arjoona mengangguk lagi. Sebelum Gerald memulai lagi pembicaraannya, Arjoona mulai bertanya.

"Lalu apa hubungan pergantian CEO dengan ku pak Gerald?" Gerald mulai tersenyum lagi.

"Ehhm begini Joona, aku sudah bilang diawal tadi bahwa aku akan memberi 50 persen saham Winthrop Motors untukmu tapi dengan satu syarat." Arjoona mengerutkan keningnya, perasaannya mulai tidak enak. Bos nya ini agak nyeleneh orangnya, jadi itu membuatnya khawatir.

"Kamu harus menikah dengan cucuku Claire." mata Arjoona langsung membesar. Ia berdiri dan berteriak.

"APAA?!"

avataravatar
Next chapter