webnovel

Sisi Gelap Sang Bidadari

Putri Sephora berjalan menyusuri istana Haggen--istana kerajaan para bidadari--di malam hari. Iris hijau emerald-nya mengedar ke seluruh arah, terlihat mencari sesuatu. Sesaat langkah Putri Sephora langsung terhenti ketika teringat suatu hal.

Wanita itu membalikkan badan dan menatap para pelayan yang sedari tadi mengekori dari belakang.

"Berhenti mengikutiku, kalian pergilah!" titah Sephora dengan menatap datar para pelayan yang menunduk hormat, tanpa membantah barang sedikitpun, para pelayan itu segera berbalik memutar arah dan meninggalkan Sephora sendiri.

Sebelah sudut bibir Sephora tertarik ke atas. Wanita itu mulai melanjutkan langkah dengan senyum yang menghiasi bibir pucatnya.

Sephora berbelok, ia membawa langkah menuju taman bagian belakang istana yang menjadi tempatnya sehari-hari. Tempat itu sepi, sangat sedikit orang-orang yang berlalu lalang, itulah yang menjadi alasan putri mahkota dari kerajaan Haggen itu tertarik untuk menjadikan tempat ini sebagai tempat berburu mangsa.

Sephora mendudukan diri di bawah pohon rindang dengan mata yang terus mengedar ke seluruh arah, cukup lama menunggu hingga akhirnya sebuah senyuman miring langsung terbit di bibir pucatnya.

Sephora berdiri, menyembunyikan diri di balik semak-semak, tidak terlihat kesulitan dengan gaun malam semata kaki yang tengah ia gunakan, dirinya sudah sangat terbiasa. Iris hijau emerald yang tadi tampak dari matanya kini seketika berubah menjadi memerah.

Sephora mengendus, aroma pekat darah kaumnya tercium sangat jelas. Putri mahkota kerajaan Haggen itu menjilat bibir bawahnya dengan mata yang tidak lepas menatap seorang pelayan yang hanya berjarak beberapa meter dari tempatnya bersembunyi saat ini.

Cukup lama mengamati, Sephora mengangkat tangan, hendak mengeluarkan kekuatan untuk menghisap darah kaum bidadari tersebut. Tapi niatnya ia urungkan ketika merasakan kehadiran bidadari lainnya di sini. Sephora kembali menurunkan tangan, ia merunduk dan kembali bersembunyi di balik semak.

Irisnya yang masih menyala merah menatap tiga pelayan lain tengah mendekati target-nya itu, ke-empatnya pun berbincang-bincang sebentar hingga akhirnya berjalan bersama.

Sephora mengepalkan kedua tangan, mata merahnya berkilat tajam, mengerikan. Giginya bergemelatuk menahan amarah bercampur rasa kesal.

Sial! Sial! Sial!

Ia gagal!

Sephora menggigil kecil, bibir pucatnya menghitam dan perutnya terasa sangat sakit menandakan jika saat ini ia benar-benar lapar. Sejak dua hari ini ia tidak pernah berhasil mendapat asupan darah dari kaum-nya, entah kenapa setiap akan beraksi, pasti ada saja yang menggagalkan rencananya.

Cukup! Sephora sudah tidak bisa menahan rasa laparnya lagi akan darah kaumnya.

Wanita itu meneliti sebentar keadaan sekitar, taman belakang istana ini cukup sepi. Aman. Tidak ada seorangpun yang berkeliaran atau menjaga. Sephora berdiri dari persembunyiannya, menegakkan diri lalu mengeluarkan sayapnya.

Sephora secepat kilat mengepakkan sayap dengan cukup kesulitan,

tubuhnya yang menggigil kelaparan menjadi penyebabnya.

Wanita itu segera bersembunyi di ranting pohon dengan dedaunan rimbun ketika dua orang penjaga istana sedang berkeliling. Menunggu beberapa saat hingga kedua penjaga itu menghilang dari jarak edar.

Sephora menghembuskan napas kasar, lalu wanita itu kembali mengepakkan sayap menjauh dari istana Haggen, menuju hutan belantara yang merupakan perbatasan antara istana dengan pemukiman warga Haggen.

Jika dia tidak bisa mendapatkan mangsa di istana, maka Sephora tidak akan menahan diri untuk memangsa warga yang nantinya ia temui.

Auman singa liar dan hewan-hewan buas lain di dalam hutan belantara ini sama sekali tidak membuat wanita itu takut. Sephora terus terbang dengan mata menjelajah ke bawah sana, mencari target yang bisa ia hisap darahnya saat ini juga.

"Mangsa yang segar," desis Sephora begitu melihat seseorang di bawah sana berjalan keluar dari hutan menuju pemukiman. Aroma darah seorang dara yang masih suci membuat Sephora menatapnya dengan kilat lapar. Malam ini dia akan makan seorang dara, tidak seperti hari-hari biasanya di mana ia menikmati darah pelayan yang sudah menikah.

Secepat kilat, sebelum bidadari belia itu mencapai pemukiman, Sephora terbang ke bawah dan menangkap gadis itu. Dalam sekejap, gadis belia itu sudah ia ikatkan pada sebuah pohon besar di dalam hutan.

Sephora tersenyum iblis ketika melihat raut ketakutan gadis belia itu ketika menatapnya.

"Pu-putri Shepora," lirih gadis itu tercekat.

"Ya, kau benar sekali. Ini aku, Sephora,"--sahut Sephora terkekeh senang--"kau akan menjadi santapan segarku malam ini," lanjutnya kemudian dengan wajah yang berubah menjadi menakutkan, matanya semakin menyala merah.

"Pu-putri, a-ada apa denganmu? To-tolong lepaskan aku," mohon gadis itu ketakutan melihat tuan putri yang selalu mereka puja itu terlihat berbeda dan menakutkan malam ini.

Gadis belia itu berusaha mengeluarkan sayap agar bisa terbebas dari sana.

"Kau tidak akan bisa terbebas dari jeratan kekuatanku," ujar Sephora tertawa iblis, menatap remeh gadis belia yang berusaha mengeluarkan sayapnya itu.

Tanpa menghiraukan apapun lagi, Sephora mengangkat tangan, menghisap darah gadis belia itu menggunakan kekuatan yang ia miliki.

"Argh!" Sephora mengerang kesakitan ketika tangannya terhempas ke samping begitu saja, bahkan sebelum dia menghisap darah kaumnya tersebut.

Sephora mengangkat wajah, mendapati seseorang yang terbang sepertinya namun tanpa sayap, jangan lupakan jubah hitam dengan tudung di kepalanya. Sephora mengendus, mengernyit ketika aroma itu terasa asing di indra penciumannya.

"Jangan mengangguku, atau aku akan menghabisimu juga," tegas Sephora datar, tangannya kembali terangkat untuk menjalankan niat awalnya.

"Kurang ajar!" Sephora berteriak marah ketika lagi-lagi aksinya di gagalkan oleh orang di balik jubah hitam panjang itu.

Sephora menyingkirkan seseorang itu ketika hendak mendekati target-nya. Berhasil, dia termundur beberapa langkah.

Pertarungan di antara keduanya pun tak terelakkan, keduanya terbang berputar-putar, saling menyerang.

'Siapa dia! Selama ini tidak ada kaum bidadari yang bisa melawan kekuatanku,'~batin Sephora tak percaya.

Ternyata kesempatan itu di gunakan seseorang berjubah itu untuk mendekat ke mangsa Sephora.

Sephora membelalak. Hendak menyerang namun terlambat. Seseorang di balik jubah itu sudah menancapkan taringnya pada leher gadis belia itu. Menjauhkan wajah dan akhirnya target awal Sephora kini sudah berubah menjadi buih, lalu menghilang.

"Beraninya kau!" teriak Sephora kesetanan. Kali ini, ia tidak mendapatkan asupan darah lagi, dan semua karena seseorang di balik jubah itu.

Secepat kilat Sephora mengeluarkan kekuatan, membuka tudung itu. Sesaat setelah tudungnya terbuka, seseorang itu menghilang secepat angin.

"Dia seorang ... pria?"--Sephora bergumam dengan mata menatap arah menghilangnya pria bertudung jadi-- "tapi, darimana dia memiliki kekuatan sebesar itu untuk melawanku?"

Tanpa sengaja, iris merah Sephora yang masih menyala itu menangkap sesuatu yang berkilau di bawah sana. Terlihat menarik, hingga akhirnya Sephora memutuskan untuk terbang turun ke tanah.

Sephora menunduk, mengambil benda berkilauan yang ternyata berasal dari mata cincin berwarna merah. Sephora menengadah sejenak, lalu kembali menatap cincin di tangannya.

"Sepertinya cincin ini milik pria itu," gumam Sephora menatap lekat.

Sephora memutuskan mengenakan cincin menarik itu, ukiran serta mata cincin yang terlihat indah itu tidak pernah ia temukan di kerajaannya.

"Karena kau sudah mengambil mangsaku, cincin ini akan menjadi milikku," ucap Sephora lalu benar-benar memasangkan cincin itu ke jari manisnya.

Sephora sedikit terkejut, ketika cincin itu ia kenakan, cincin tersebut langsung mengecil, menyesuaikan ukuran jarinya.

"Hei, Pria. Ku harap cincin ini benda berhargamu. Kau sudah melahap santapan suciku tadi, semoga kau juga merasa kehilangan cincin indah ini," gumam Sephora tersenyum miring.

Lalu dia mengepakkan sayap, sepertinya malam ini akan ia habiskan untuk berburu. Sedari tadi makan malamnya selalu gagal, kali ini tidak lagi.