webnovel

07. Phoenix with corridor

"Gimana keadaan lo? " Gerald bertanya pada pria yang ada di atas ranjang rumah sakit itu.

"Membaik, badan gue lemas semua."

"Apa kata dokter? " tanya Gavin yang ikut menimbrung.

"Gue hampir pulih sepenuhnya, dokter cuman nyuruh gue istirahat."

"Buat apa istirahat, lo udah tidur satu tahun lama nya." sahut Eza.

"Dia koma, bukan tidur." ucap Kenzo seraya memukul bahu Eza "Aw, sakit anjing."

"Kecelakaan gue bukan kecelakaan murni." pria di atas ranjang itu berucap.

"Kita udah tau." Gerald.

"Ya, gue yakin kalian pasti udah tahu, terus kalian apain tuh cowok?" tanya pria itu.

"Cuman kasih sedikit pelajaran." Karel.

"Kalian ngak bunuh dia? " pria itu menaikkan sebelah alisnya.

"Awal rencana kayak gitu, tapi gue yakin lo juga pengen bunuh dia dengan tangan lo sendiri." jelas Arsa.

"Right, gue udah sadar sekarang, jadi mau kapan balas dendam? "

"Lo harus pulih total, fokus aja sama kesembuhan lo." Kenzie.

"Kenzie benar, nggak usah terburu-buru, kita punya banyak waktu buat bunuh Riki. " timpal Gerald.

Riki Athaya Yogaswara, penyebab terjadinya kecelakaan satu tahun lalu yang dialami oleh salah satu anggota Phoenix hingga membuatnya koma. tidak, bukan hanya salah satu anggota Phoenix, tapi—

"Cewek yang gue boncengin, gimana kabarnya? "—bersama seorang gadis.

Suasana tiba-tiba hening, hingga Eza membuka suara " Dia meninggal di tempat."

"Apa?! dia meninggal?... Disya? " pria itu bertanya dengan raut khawatir.

"Dia sempat mengalami drop beberapa saat, tapi sekarang dia udah baik-baik aja." Gerald.

"Disya tahu soal gue? "

"Cuman Phoenix yang tahu."

Pria di atas ranjang itu terdiam sebentar, sebelum akhirnya terkekeh sinis "Dia udah buat gue koma, buat seorang gadis yang ngak tahu apa-apa meninggal, dia juga udah buat Disya drop." pria itu mendengus kecil sebelum melanjutkan ucapannya,

"Lo akan mati, Riki."

☘☘

Hari Senin, Disya maupun remaja lainnya kembali memulai rutinitas– sekolah. rutinitas yang dilakukan pelajar dari senin hingga jumat.

Disya memarkirkan mobilnya di parkiran, gadis itu berjalan menuju kelas sendirian, memamerkan senyum saat ada orang menyapanya, walaupun sebenarnya ia malas. tapi mau bagaimana lagi? dia harus menunjukkan sopan santunnya, mengingat dirinya baru lima hari sekolah di sini.

Disya mendapatkan teman-temannya tersenyum ke arahnya, ternyata Karin, Dara dan Velyn sudah berada di dalam kelas lebih dulu. Disya memang berangkat lebih siang hari ini.

"Gue kira lo nggak sekolah." ucap Dara.

"Bangun kesiangan." jawab Disya seraya meletakkan tas-nya.

"Untung ngak telat, bentar lagi juga upacara." Velyn.

"Lo ngak nerima terroran itu lagi kan? " tanya Karin.

"Di bilang terroran juga bukan sih sebenarnya, walaupun gue agak takut, pengirimnya ngak ngirim barang-barang aneh." sahut Disya.

"Jadi, lo dapat kiriman itu lagi apa nggak? "

"Ngak, udah gue bilang kan? mungkin cuman orang iseng."

"Iseng sampai masuk rumah? " desis Velyn.

"Yang penting gue ngak menerima kiriman itu lagi kan? " bela Disya.

"Udah bell, ayo ke lapangan. " ajak Dara di angguki yang lain.

"Gawat! " seruan Disya membuat langkah ketiganya terhenti, bahkan membuat murid yang lewat menoleh ke arahnya. ya, mereka berada di koridor saat ini.

"Kenapa? " tanya Dara.

"Gue lupa bawa topi."

"Kok gitu? lo bisa dihukum kalau ketahuan." ucap Velyn yang ikut panik mendengarnya.

"Itu dia, gue harus gimana?

"Ngak papa, lu baris dibelakang Velyn, biar enggak kelihatan. "

sela Karin memberi saran.

"Lo yakin nggak bakal ketahuan? " tanya Disya yang terdengar ragu.

"Tenang aja, Velyn tinggi." Dara berucap sambil tersenyum.

"Ada inti Phoenix." ucapan Velyn mengalihkan perhatian ketiganya.

Inti Phoenix berjalan dengan gagahnya, murid-murid menyingkir ke arah pinggir koridor, di ikuti Disya dan teman-temannya.

"Ngapain mereka ke sini? mereka ngak ikutan upacara apa? " Disya berbicara sepelan mungkin, sebenarnya gadis itu masih merasa takut pada mereka, mengingat kejadian beberapa hari yang lalu.

Sedangkan Karin menyerngit "Maksud lo? "

"Ya maksud gue ngapain mereka kesini? berlawanan arah lapangan kan? " Karin tidak menanggapi Disya, Karin maupun yang lain terlalu fokus pada inti Phoenix yang berjalan mendekat ke arah mereka.

Nafas mereka tercekat, saat inti Phoenix berhenti tepat dihadapan Disya dan teman-temannya. berhenti?!

Disya merasakan jantungnya berdegup kencang saat Gerald dan inti Phoenix lainnya menatapnya. berbeda dengan murid lain yang tampak kaget, mereka lebih kaget lagi saat inti Phoenix menghampiri Disya, jangan tanya bagaimana Disya, Gadis itu hampir pingsan saat Gerald berada tepat di hadapannya.

Semua murid memekik histeris saat Gerald memasangkan topi ke kepala Disya, sedangkan Disya melotot kaget.

"K, kak Gerald? " Disya bercicit gugup, tentu saja.

"Ya? Jangan sampai dihukum, kalau baris nyari tempat teduh" disaat Disya gemetar gugup, Gerald berucap dengan tenang nya.

"H, hah? "

"Biar ngak kepanasan."

"H, hah?

"Kalau kepanasan atau kecapean bilang."

"Hah? " Disya semakin tidak mengerti, maksudnya apa ini?

Disya merasakan dingin saat tangan Gerald meraih pergelangan tangannya, mengelus nya sesaat, kemudian mengecup punggung tangannya singkat.

"Bye." Gerald mundur dua langkah, digantikan Kenzie yang mendekat.

"Kalau ada apa-apa bilang." ucap Kenzi seraya mengusap pelan kepala Disya, Kenzie pun mundur. giliran Arsa yang maju, pria itu hanya mengusap kepalanya tanpa mengatakan apapun, begitu juga Kenzo, Eza, Karel dan Gavin.

Terakhir giliran Regan pria itu mengusap pipi Disya lembut "Bye."

Disya memandang cengo punggung inti Phoenix yang menjauh, tidak sadar bahwa dirinya tengah ditatap tajam oleh murid lain. setelah inti Phoenix hilang sepenuhnya, Disya mengalihkan pandangan pada teman-temannya yang juga tengah melotot tajam kepadanya.

"Kita butuh penjelasan! "

☘☘

Disya dan yang lainnya saat ini berada di kelas, upacara selesai pada beberapa menit yang lalu. kasus Disya dan inti Phoenix menyebar dengan cepat, membuat setiap langkahnya mendapat tatapan tajam dari pengagum Phoenix, sedangkan Disya hanya bisa menunduk, selain karena risih, gadis itu tak suka jadi pusat perhatian. sepertinya sudah pernah mengatakan itu di part sebelumnya, ditegaskan kembali bahwa Disya tak suka jadi pusat perhatian.

"Gue serius, gue nggak pernah kenal mereka sebelumnya." dan inilah yang terjadi sekarang, Disya yang berusaha mencoba menjelaskan.

"Terus tadi apa? di cium tangan segala, oh my god." Dara yang heboh, jangan lupakan Velyn yang masih histeris.

"Demi apapun gue baper."

"Lo yakin gak pernah kenal mereka? coba ingat-ingat lagi, siapa tahu lo pernah amnesia, atau pernah geger otak, atau apapun itu? " Karin si gadis kalem dan dewasa kini kehilangan kepribadian nya.

"Gue ngak pernah geger otak, amnesia ataupun sebagai nya. gue serius ngak kenal mereka, bahkan pertemuan pertama gue sama Phoenix cuman di kantin doang, waktu kalian jelasin ke gue siapa Phoenix, dan setelah nya gue ngak per-nah... "

"Lihat kan? lo diam." teriakan Dara membuat beberapa pasang kata menoleh kearah nya.

"Ngak usah teriak." desis Karin.

"Lo pernah ketemu lagi sama mereka setelahnya? " tanya Velyn sedikit berhati-hati.

"Hari kedua gue sekolah, gue ketemu mereka pas mau ke toilet."

"Mereka nyapa lo?"

"Ngak nyapa, tapi—"

Drtt Drtt

"Siapa? " tanya Dara yang mendekat.

"Ngak tahu, nomor ngak di kenal."

"Cepet angkat, loudspeaker." titah Velyn.

"Hah? "

"Loudspeaker aja." timpal Karin yang juga penasaran. Disya menggeser tombol hijau, membuat panggilan nya terhubung, tidak lupa menekan tombol loudspeaker nya.

"H, halo? "

"Pulang sekolah temuin gue di parkiran." Disya dan yang lainnya sedikit cengo mendengar suaranya, sangat familiar. namun Disya tak ingin salah orang, akhirnya gadis itu bertanya "Siapa? "

"Gerald."

"KAN?! "

☘☘