10 Keputusan Yohana, Zevanya

Gayatri benar-benar tak habis pikir dengan gerak-gerik atasannya, Yohana. Rasanya baru beberapa hari lalu Ia meminta Gayatri bekerja saja sendiri mengusut kasus korupsi Kartasena dan dua lainnya. Tapi sore ini, mendadak Gayatri disodorkan sebuah rekaman audio berdurasi panjang yang disebut Yohana adalah rekaman percakapan antara pria bernama Lintang Aji Adiwilaga dan pengacara perusahaan keluarganya, Sandy Triadi.

"... cukup Saya dan Bu Naira yang menjadi saksi ..."

"... Saya akan kembali ke Sierra Leone dalam dua hari, setelah Saya memastikan Mama Saya aman disini ..."

Rekaman itu terhenti kemudian, tepatnya dipotong sebelum ke segmen-segmen audio selanjutnya. Namun sampai sini, sudah banyak pertanyaan terkumpul di kepala Gayatri.

"Ada apa dengan Sierra Leone?" tanyanya pada Yohana.

"Tempatnya bekerja. Kamu pasti sudah tahu kan kalau profesi orang bernama Lintang ini seorang dokter?"

"Ya, Saya tau. Dia dokter anak," jawabnya yakin. Oh tentu saja, risetnya sudah cukup jauh dan mendalam soal pria itu.

"Menurut pencadian Kamu, dimana Ia bekerja?"

"Dia bekerja di American Child Protection, Denver, Colorado. Baru-baru ini seharusnya dia lulus dari John Hopkins."

Yohana menggeleng, menyerahkan satu bundel dokumen dalam kertas A4 pada Gaytri, "Sepertinya Kamu kurang mengupdate. Selain di rumah sakit anak itu, dia juga dokter di pedalaman Afrika. Dia bekerja dalam satu proyek kesehatan global dibawah WHO," jelasnya.

Gayatri mengerutkan dahinya, serius membaca dokumen-dokumen cetak itu, "Saya tau soal proyek ini, durasinya setengah tahunan, berpindah pindag lokasi, dan kalau begitu berarti ..."

"Untuk periode ini di Sierra Leone."

"Ya, betul. Menariknya disini adalah, berdasarkan rekaman audio itu, Lintang adalah benar anak dari Juan Erlangga yang 'diamankan' dari musuh politik dan bisnis ayahnya," lanjut Yohana ke substansi berikutnya.

"Untuk apa dia disembunyikan identitasnya? Itu yang membuat Saya tertarik menyelidiki orang ini, Bu Yohana. Apakah ada aset tertahan atau tersembunyi juga yang masih berkaitan dengan proyek itu?" tambah Gayatri. Akhirnya, ada juga seseorang yang mengerti jalur pikirnya selama ini.

Yohana mengangguk, "Ya, benar sekali. Kita juga perlu menyelidiki Kementrian ELH lebih jauh sebelum orang bernama Lintang ini."

Gayatri mengerutkan dahi, "Lintang menyelidiki Kementrian ELH? Sejak kapan? Bagaimana juga Anda bisa tau?" tanyanya beruntun.

Yohana menghela nafasnya panjang, "Kamu pikir Saya hanya diam menyaksikan Kamu bekerja? Tidak, Gayatri. Selama ini Saya menyelidiki seseorang yang sepertinya jauh dari jangkauan Kamu," ujarnya misterius.

"Siapa?"

"Saya fokus pada orang lain, sementara Kamu pada target utamanya. Saya sudah lama mengincar Sandy Triadi ..."

Gayatri benar-benar tak mengerti.

"Dibanding Lintang, Sandy jauh lebih banyak tahu soal Juan Erlangga, pun Kartasena Energi. Saya juga curiga jika suatu saat ... orang ini akan berbelok menjadi pengkhianat, karena Juan sangat mempercayainya."

"Jadi yang mana fokus Anda? Lintang atau Sandy?"

"Dua duanya. Saya akan mengurus Sandy, dan Kamu, lanjutkan yang sudah dilakukan, selidiki Lintang."

****

Belum sempat seluruh pakaiannya keluar dari koper, Lintang malah harus kembali berkemas untuk keberangkatannya esok hari ke Sierra Leone. Sejak pagi pria itu sibuk, mengurus beberapa berkas legal, tempat tinggal Naira, dan memperbarui pengajuan personil dan fasiilitas tambahan proyek kesehatan global yang dipimpinnya itu.

Ponselnya tiba-tiba berdering ditengah keheningan dekat tengah malam. Lintang sampai terperangah kaget karena suaranya jadi menggema di ruangan kosong nan luas kamarnya. Rupanya lagi-lagi, orang yang sama.

Zevanya Louise is calling ...

Lintang menghela nafasnya sejenak, mengatur posisi duduk ternyaman, karena dipastikan Zevanya akan mengomel sepanjang percakapan, "Halo, Ze?"

"Haloooo! Kemana aja sih Kamu!"

Nah kan.

"Aku gak kemana-mana kok, kerja kayak biasa, cuma sibuk aja," kilahnya cengengesan. "Gimana gimana? Ada apa, Ze? Ini udah mal ..." Lintang mengatupkan mulutnya, hampir saja keceplosan. Perbedaan waktu antara Sierra Leone dan Los Angeles tidak sampai 12 jam kontras.

"Udah apa? Bisa-bisanya Kamu tuh nanya ada apa ya, Lintang! Kamu tuh udah gantungin Aku, gak ada kabar, mau jadi laki-laki tukang ghosting?" omelnya tanpa jeda nafas. Lintang sampai terkekeh sendiri mendengarnya, "Iya, maaf yaaa. Aku sibuk, serius. Kamu tau sendiri Aku gak bisa ada distraksi kalau kerja," ujarnya, pintar sekali mencari alasan.

Hanya terdengar helaan nafas berat dari Zevanya.

"Ze? Gak ketiduran kan? Masih nafas?"

"Diem deh."

Lintang tertawa-tawa saja, "Yaudah deh, Aku mau dengerin Kamu misuh-misuh aja kalau gitu," ujarnya seraya membaringkan diri di tempat tidur.

"Lin ..."

"Hm, kenapa?"

"Maaf yang kemaren, Aku langsung aja marah tanpa ngertiin Kamu gimana ..."

Lintang tersenyum simpul, "Iya, Aku juga ya. Tapi Aku bakal jelasin kok nanti."

"Hm."

"Makasih loh, Kamu ... udah jauh lebih dewasa sekarang. Meskipun Aku sih yang cari gara-gara."

"Ya emang!"

Lintang kembali tertawa, "Masih aja galak sih Non. Gak kangen apa sama Saya?"

"Ya kangen. Kalau gak kangen gak akan di teleponin terus, biar aja dimakan kudanil Afrika sana!"

"Tapi kan Aku gak dideket Sungai Nil."

"Kata siapa kudanil cuma ada di Sungai Nil?"

"Kata Aku, soalnya sama-sama 'Nil' ..."

"Ih apaan sih gak jelas banget jadi orang."

Terlalu random, Lintang hanya tertawa menanggapi judesnya Zevanya malam ini, "Kamu kok gak istirahat? Udah malem kan di US? Tidur gih," titahnya.

"Jangan dulu. Ada yang mau Aku omongin sebenarnya sama Kamu, soal pekerjaan." Zevanya terdengar berjalan, pun menarik kursi kerjanya. Lintang hanya menunggu, "Ada apa? Problem di kerjaan Kamu?"

"Bukan. Hari ini Aku dapat undangan, dari WHO Global Health Program, proyek yang lagi Kamu kerjakan katanya lagi butuh personel medis tambahan kan? Ahli Gizi?"

Ah, Lintang tahu kemana arahnya.

"Ze ..."

"Jangan larang Aku, ya. Kali ini aja, tolong."

Lintang mengusap wajahnya kasar, "Zevanya, Aku gak mau Kamu pergi ke Afrika. Situasi disana pun lagi gak bagus, kondisinya kali ini beda, makanya Kami sampai minta militer atau penjagaan khusus. Kamu ngerti gak maksud larangan Aku apa?"

"Iya, Aku ngerti. Tapi Aku gak mau nurut."

"Ze ..."

"Apa yang Kamu khawatirkan sebenarnya? Manajemen aja merekomendasikan Aku, masa Kamu gak mau sih?"

"Ck! Susah ya ngomong sama Kamu tuh."

"Kamu yang susah! Aku mah tinggal berangkat."

"Tinggal berangkat? Maksudnya?"

"Udah Aku sign kontraknya."

Lintang benar-benar tak habis pikir, hanya bisa menggelengkan kepalanya dramatis, "Zevanya, Aku marah ya sama Kamu. Kenapa gak mau dengerin sih?"

"Emang Kamu mau dengerin Aku juga? Kan enggak toh? Fair aja Kita."

"Ze ... kayaknya Aku salah banget ya kemaren mundurin jadwal nikah? Kamu jadi berani gini?" tanya Lintang, sudah pasrah saja nada bicaranya.

Zevanya malah tertawa, "Iya! Ini hukuman buat Kamu. Tapi harusnya Kamu seneng dong ada Aku. Biar ada yang nemenin Kamu makan, nonton drama korea, tidur ..."

"Kamu berani tidur sama Aku? Oke, fine!" potong Lintang antusias. Bercanda tentu saja.

"Gak ya! Aku tau kok Kita tidurnya di mess gitu."

"Ya kan bisa aja."

"Diem, Lin."

Lintang semakin tertawa, "Iyaa iya. Yaudah, Aku izinin Kamu ke Sierra Leone. Tapi tolong nih ya, Aku udah bilang dari awal ..."

"Apa?"

"Harus kuat fisik dan mental. Aku minta dua hal sama Kamu, jangan sakit, dan dibawa senang aja kerjanya. Bisa kan?"

avataravatar
Next chapter