webnovel

Invitation from Prince Reign

Kayari Manayaka

Aku terdiam mencerna kalimatnya namun tak menemukan jawaban sama sekali. Keningku berkerut dan alisku menukik. "Maksudmu?" tanyaku ingin tahu apa yang ada di kepala Royce. Dia memang gila dan kami berdua memiliki mulut yang sama-sama pedas. Tapi kami berdua juga sama-sama cedas. Kadang pemikiran kami di luar yang biasa orang pikirkan. Aku mengakui bahwa dia adalah lawan yang tepat.

"Kita menikah saja setelah aku menjadi raja," katanya begitu tenang seolah itu bukan hal yang besar. Persis seperti yang aku tebak, di luar nalar.

"Wow kau gila rupanya. Kau pikir Ibumu akan membiarkan?" tanyaku tidak percaya dengan apa yang dia katakan. Kami adalah saudara tiri, sangat gila. Walaupun kadang orang-orang dalam kerajaan sengaja menikahkan anak mereka di ruang lingkup yang sama agar tidak membuat kekayaan mereka pergi ke luar.

Tapi tetap saja ini agak mengejutkan mengingat sekarang bukanlah zaman dulu. Walaupun aku juga sama anehnya, alih-alih langsung menolak dan membahas bahwa kami adalah saudara tiri, aku lebih membahas tentang ibunya yang tidak akan membolehkan. Ya, sebesar itu keinginanku untuk menjadi seorang ratu.

"Memang apa pentingnya dia? Ketika aku jadi raja, semua ada dalam kuasaku. Aku dapat melakukan segala yang aku inginkan. Termasuk menikahimu."

Aku terdiam sebentar. Memikirkan ide gila yang tidak pernah terlintas dalam kepalaku. Melantur. Tak waras. Tak sesuai norma. Royce Manayaka itu gila. Tapi—

"Baiklah ayo kita menikah dan menguasai negeri ini," jawabku yakin. Terlalu tenang.

Royce sendiri seperi kaget dengan jawabanku, sebelum akhirnya dia tersenyum sambil mengangguk. Dia tahu aku sama gila dengannya. Bahkan lebih gila darinya. "Baiklah. Kalau begitu kau harus membantuku. Mendapakan takhta."

"Tentu mudah, kalau maksudmu menghancurkan Jeremiah Reign. Aku ahli dalam hal seperti itu." ujarku sambil tersenyum licik. Tanpa basa-basi langsung pada intinya. Kami sama-sama tahu bahwa Jeremiah Reign adalah yang paling

"Baiklah kalau begitu aku akan ke selatan dulu, menemui calon raja yang selamanya akan selalu hanya akan menjadi 'calon kandidat'." Senyuman asimetris terlihat di wajah kami berdua. Ambisi, keangkuhan dan kelicikan.

***

Namun setelah pagi ini, aku menyadari beberapa hal yang tak ku pikirkan. Hal yang aku sepelekan. Jeremiah Reign memang sempurna, tapi jika semua mengacu pada hal baik, aku juga yang akan beteriak paling lantang membantah.

Dia itu seberti iblis. Dirinya tahu jelas semua yang dilakukan. Penuh perhitungan. Mematikan. Bahkan menjeratku dalam permainannya. Mendorong sampai aku terdesak. Terhimpit dan berlari.

Mungkin jika digambarkan dalam sebuah visualisasi ; setiap pagi sebelum bangun tidur, Jeremiah Reign akan melempar koin untuk menentukan siapa yang akan dia serang. Yang memujanya sebagai wujud malaikat, atau yang tergila-gila sisi buas dalam dirinya seperti iblis. Dia memiliki kedua sisi itu. Hal yang seharusnya aku antisipasi sejak awal. Namun nyatanya aku terlambat.

Secepat kilat, Jeremiah telah menjeratku.

Bahkan saat itu aku tak tahu bahwa dia sudah terbangun, membiarkanku begitu saja berlari keluar dari kamarnya. Menyaksikan dengan senyuman licik. Membuat perhitungan kapan menjatuhkanku. Satu-satunya yang membuatku dapat lolos saat itu adalah mungkin menurutnya, sesuatu yang sulit ditangkap terlihat lebih menyenangkan.

[]

Kayari berjalan tepat di samping Jeremiah Reign—pangeran bagian selatan, menyusuri lorong kerajaannya. Sorenya harus terganggu dengan ajakan pertemuan tiba-tiba. Pertama kali mendengar undangan tersebut dari tangan kanannya, Kayari tak langsung menolak begitu saja. Sekalipun dia sudah mendeklarkan pada diri sendiri untuk berhati-hati, bahkan menjauh mungkin dari Jeremiah Reign, tapi dia masih punya otak yang bekerja sangat baik untuk saat seperti ini. Jeremiah mengundangnya bahkan setelah kejadian gila yang terjadi antara mereka. Tidak mungkin hanya sekadar pertemuan basa-basi memuakan, karena malam itu dalam keadaan mabuk total akibat minuman keras dan bahkan obat-obatan yang sengaja si iblis itu siapkan, telah membuatnya mengetahui banyak hal. Mengorek sampai bagian terdalam. Tentu Jeremiah tahu bahwa kelicikan Kayari tidak kalah dari dirinya.

Dan di sinilah sekarang mereka berada. Berjalan menuju ruangan yang telah Jeremiah siapkan dengan beberapa bodyguard di belakang. Mungkin Jeremiah tahu kalau mereka hanya berdua saja, Kayari akan mempersiapkan rencana pembunuhan tanpa celah yang bahkan tidak dapat dipecahkan oleh Sherlock atau Poirot sekalipun.

"Tolong jaga jarak dariku. Lorong ini masih luas Pangeran Reign!" kecam Kayari sinis, ketika lelah berkali-kali bahu mereka bersinggungan.

Alih-alih merasa tersinggung ataupun memberi jarak antara mereka, Jeremiah malah tersenyum. Matanya menyipit, melengkung seperti bulan sabit. Manis sekali dan menenangkan. Membuat Kayari harus memalingkan wajahnya bersiaga agar tidak ikut tersenyum hanya karena itu. Sejujurnya memang Jeremiah Reign itu—manis sekali.

Ya Tuhan! Ingat dia Iblis!

"Tidak perlu tersenyum seperti itu. Tak akan mempan, Jeremiah!" sekarang Kayari tak lagi memanggil dengan embel-embel formal.

"I dont like you," tambah Kayari.

"You dont need to like me. You just need to be horny, Princess Manayaka."

Kayari sampai tersedak liurnya sendiri mendengar itu. Seenaknya sekali berbicara bahkan mengabaikan beberapa bodyguard di belakangnya. Selama ini dia kira hanya Royce Manayaka dan dirinya yang seperti itu. Tapi Jeremiah Reign—lebih dari itu. Mengatakan hal seperti itu dengan wajah seperti malaikat tanpa dosa. Seakan itu bukan hal besar. Tetap pada senyuman manis yang mengalahkan silaunya terpaan sinar matahari.

"Jadi kau ingin aku angkat kaki dari sini sekarang atau ku laporkan atas pelecehan seksual?"

"Whoa! Whoa! Santai Tuan Putri. Baik aku minta maaf. Tenang. Kita masih perlu bicara." Ujar Jeremiah dengan menyebalkannya sambil mengangkat kedua tangan.Tak membantu sama sekali meredakan amarah. Kayari memutar bola matanya jengah.

"Baiklah. Aku simpulkan bahwa kau masih marah tentang malam itu. Padahal menurutku itu seks yang sangat hebat. Jujur saja untukku itu yang terbaik selama ini kau—ok! Ok! Maaf!" Jeremiah kembali diam mengangkat tangan ketika melihat tatapan Kayari yang siap membunuhnya.

"Hanya saja mengapa kau harus seperti ini. Itu bahkan bukan yang pertama untukmu, Putri Manayaka."

Kayari kesal. Ingin mengabaikan atau sekadar memberi tatapan mematikan seperti tadi. Tapi kali ini rasanya perlu diluruskan. "Dengar Pangeran Reign yang sempurna. Kau sendiri tahu alasanku mengapa semarah ini. Bukan hanya tentang seks yang ya walaupun itu tetap saja kurang ajar. Tapi tentang bagaimana kau sengaja menjebakku. Membawaku ke atas kasurmu. Menyetubuhiku sekaligus mengorek semuanya."

"Keren, bukan?"

"Licik, iya."

"Kau lebih, Tuan Putri."

"Sigh aku benci sekali dengan orang-orang sepertimu. Semua bangsawan menyebalkan. Anggota kerajaan. Terlebih yang berdarah Selatan dan Barat. Memuakan." Kayari memandang Jeremiah dengan mengintimidasi.

Jeremiah mengangguk-anggukan kepalanya. "Ya, pria Selatan dan Barat, memang punya pesona tertentu." sarkas Jeremiah.

Tatapan Kayari langsung berubah. Memincingkan mata dengan begitu serius. Mengintimidasi. Tak menjawab apapun. Tapi jelas tatapan itu mengartikan ancaman –peringatan untuk Jeremiah. Dia harus lebih berhati-hati dalam berkata.

Pun mereka sampai di depan ruangan yang dituju. Jeremiah menoleh pada beberapa bodyguardnya--penjaga. Memerintahkan mereka bahwa tidak ada yang boleh masuk, berjaga di luar.

Cukup mencurigakan untuk Kayari. "Kau tidak akan memperkosaku di dalam, kan?"

"Kalau mau, aku akan dengan senang hati menikmatinya." Tentu artinya Jeremiah tidak akan melakukannya. Dia benar-benar sesuai apa yang dikatakan orang-orang dalam beberapa hal. Dia pria baik-baik yang mengutamakan consent. Tidak aka ada pemerkosaan jika kedua belah pihak menginginkannya, persis apa yang terjadi beberapa hari sebelumnya di saat mereka berdua berakhir di atas kasur. Sekalipun memang minuman keras beralkohol menjadi salah satu pendukung.

Kayari hanya menanggapi dengan malas. Memutar bola mata tak peduli seperti biasa. Siap membuka pintu, namun sebelum masuk dia menoleh pada Jeremiah yang ada di belakangnya bersiap masuk juga.

"Oh ya tentang seks kita. Maaf sekali, kalu menurutmu itu pengalaman terbaikmu. Untukku? Dari nomor satu sampai sepuluh, pertengahan pun tidak masuk nilai. Aku pernah merasakan yang lebih menyenangkan. Tentunya lebih besar dan panjang." Senyuman angkuh tersungging. Menginjak-injak harga diri Jeremiah

[]

Next chapter