1 99 - Akhir

Seseorang berlutut di atas sebuah bukit seakan sedang berdoa. Wajah orang itu penuh luka seperti tubuhnya, senjata dan zirahnya yang rusak tak bisa lagi diperbaiki bahkan oleh sihir terbaik yang dimilikinya.

Namun ekspresi kesakitan si pria tidak datang dari seluruh luka di tubuhnya atau bahkan tusukan tombak tepat ke jantungnya yang sudah pasti akan membunuhnya.

Apa yang membawa rasa sakit luar biasa kepadanya adalah rasa bersalah besar di hatinya. 

Keraguan di hatinya sudah membuat dirinya kehilangan begitu banyak hal dalam seluruh tahap hidupnya.

Di ketiadaan yang pernah dia sebut hati itu dirinya bersumpah untuk tidak mengulangi semua kesalahannya sekali lagi.

Sebuah batu permata indah yang sedari tadi dia genggam di tangannya yang leluasa dia cengkram lebih erat, memandang sekitarnya lebih dekat lagi; dirinya tersenyum lelah untuk terakhir kali.

Setiap mayat yang mengelilinginya perlahan disinari mentari pagi yang datang dari arah tempat asalnya. Sebuah rumah dekat lautan yang berbau garam dan ikan.

Di hati kecilnya itu ada keinginan untuk pulang ke rumah, meminta maaf kepada kedua orang tua yang sudah dikecewakannya.

Meminta maaf pada orang tua sang kekasih atas ketidakmampuannya untuk melakukan apapun juga.

Tapi tidak. Dia tidak akan kembali untuk membawa kegagalannya.

Sang pria akan mengulang semuanya dan memperbaiki semua kesalahan yang membawanya pada akhir menyedihkan seperti ini.

'Maafkan aku… aku...' pikirannya semakin sulit terbentuk saat kesadarannya pergi jauh lebih cepat.

Sinar mentari yang semakin mendekat pada bukit kecil dari sekumpulan mayat itu seakan menyimbolkan waktunya yang tersisa.

Dan dengan semua kekuatannya yang tersisa, hanya ada satu pikiran di kepalanya: 'aku akan memperbaiki segalanya.'

Seakan menunggunya menyelesaikan permintaannya, sinar sang mentari akhirnya menabrak wajahnya.

Sinar hangat yang indah itu memantul di mata dinginnya yang menyala merah membara oleh tekad di dadanya yang berlubang oleh tombak musuh-musuhnya yang sudah menjadi mayat mendahului dirinya.

Kemudian, dia pun menjadi bagian dari mereka. 

Sang pria terjatuh menabrak tumpukan mayat yang merupakan perbuatannya dan dunia berputar ulang untuknya.

Jiwanya melayang ke udara, pergi dibawa entah kemana oleh keajaiban permata yang sudah berniat mengabulkan permintaannya.

Dia melihat semua kejadian sebelumnya, lingkaran sihir berlapis-lapis miliknya kembali utuh, zirah dan senjatanya kehilangan ukiran kunonya.

Para prajurit berjalan menjauh darinya yang terus berdiri disana hingga matahari berputar ke timur tenggelam dimakan semesta.

Akhirnya dia pula ikut mundur, bergerak tidak beraturan ke belakang kembali pada saat dimana mayat kekasihnya tidak dia kubur.

Terus mundur ke belakang, melihat kepala sang kekasih kembali tersambung dan mereka berdua tersenyum bahagia atas rasa senang luar biasa di hati keduanya.

"Anna…" Dirinya sendiri yang dia tonton secara terbalik itu berbisik sebelum dia tidak mencium bibir sang kekasih.

Mendengar nama itu, dirinya tersenyum pahit menonton.

Bahkan hingga sekarang dia juga bisa dikejutkan oleh sang kekasih.

Nama kekasihnya ternyata sama saja dieja terbalik, sebuah trivia kecil yang membakar kembali hatinya yang sudah mati.

Kejadian yang membuat rasa bersalah luar biasa memenuhinya, mengingatkannya pada ekspresi ketakutan orang-orang yang pernah dan mungkin masih menghormatinya itu berusaha sekuat tenaga menghadapinya; tahu betul bahwa semua usaha mereka sia-sia.

Sebuah usaha sia-sia yang sangat nyata, karena sungguh bahkan tidak para dewa bisa menghentikannya. 

Kebenciannya pada kekaisaran menjadi semakin panas bersama dengan kesadaran itu.

Bahwa kekaisaran dengan segala pengetahuan mereka terhadap kemampuannya masih mengirimkan prajurit untuk mengejar dan menghampirinya.

Semua orang yang pernah menyewa jasa dirinya harusnya mengerti betul bahwa tak ada yang bisa menghentikan dirinya.

Itulah sebab dia dibayar dengan begitu mahal untuk jasanya, karena keberadaannya berarti kemenangan yang mutlak pada pihak yang memilikinya sebagai teman.

Pikirannya sibuk melayang, tak lagi sadar kemana tubuhnya dibawa pergi oleh keajaiban yang digunakannya untuk membengkokkan semesta sesuai keinginannya.

Dia melewati semuanya secara terbalik. 

Menatap kejadian sehari-hari berubah menjadi jauh lebih ajaib dari biasanya.

Musim dingin menjadi musim gugur, musim gugur menjadi musim panas dan musim panas menjadi musim semi.

Dirinya melihat daun naik kembali dan menempel ke dahannya, binatang tidak lahir ke dunia.

Dia menatap kematian menghilang dan digantikan kehidupan seluruhnya sebelum mereka mencapai ketiadaan tanpa perlawanan yang nyata.

Dia mencapai akhir dunia, melihat sihir nyata yang menjadi asal segalanya.

Mendengarkan kata-kata kuno yang diucapkan para dewa untuk membentuk dunia secara terbalik dan dia mencapai akhir dari semuanya.

Tak ada dewa disana, waktu bahkan masih belum ada di dunia.

Semua yang ada adalah tiada. Semua yang tercipta adalah tidak ada, segala suara adalah kesunyian tak bermakna.

Kemudian dia ditarik kembali ke depan melewati semua yang sudah dia lewati, melayang perlahan melewati kegelapan melalui terowongan gelap tanpa tuntunan atau hal apapun yang bisa dia lihat.

Melihat para dewa muncul dari konsentrasi Mana yang hampir sama kuatnya dengan semesta dalam kelahiran mereka.

Dirinya mendengar kata-kata kuno dinyanyikan pada semesta dan Mana nyata yang melayang di seluruh kekosongan semesta, menggoda kedua aspek itu untuk bengkok permanen pada keinginan para dewa yang semakin banyak jumlahnya.

Dia melihat planet ditaruh di tempatnya, bintang pertama terlahir ke dunia.

Semuanya terjadi begitu perlahan, kehidupan pertama muncul bersama keinginan para dewa.

Datang dari ukuran paling kecil yang tak terlihat mata perlahan menjadi semakin besar bersama dengan jumlah Mana yang mereka simpan dalam tubuh mereka.

Dia menatap musim berubah secara normal, menjadi lebih cepat setiap kalinya dia melewati satu musim menuju musim lainnya.

Makhluk hidup pertama di dunia sudah mencapai tanah, memiliki tangan untuk menggapai buah-buahan yang tumbuh di atas pepohonan yang perlahan tapi pasti menutupi tanah dengan daun dan dahan mereka dalam usaha pepohonan untuk menusuk angkasa.

Dia melihat kelahiran seekor rusa di depan matanya, begitu lembut dan lemah; membuatnya ingin melindungi bayi rusa yang sudah bisa berdiri dengan keempat kakinya sendiri itu.

Semuanya, semuanya dia nikmati dalam masa yang terasa seperti selamanya.

Berusaha sekuat tenaga untuk tak pernah lupa ada tujuan dan keinginannya di dunia.

Lalu berhenti.

Entah kenapa atau bagaimana, dia akhirnya berhenti juga.

Tidak lagi melayang di kekosongan yang tak terbatas luasnya, melainkan berada di tempat bercahaya yang sama membutakannya dengan kegelapan yang dia nikmati sebelumnya.

Sesuatu mengikat jiwanya, mengoreksi energi sihirnya yang semakin terkontrol setiap kalinya.

Dia buta, sebagai penggantinya adalah indera pendengarannya yang muncul tiba-tiba meski jauh lebih lemah dari penglihatannya.

Menyebabkan semua yang menjadi temannya adalah kesunyian yang pasti di dalam sana.

Dia menunggu; melupakan segalanya.

avataravatar
Next chapter