webnovel

The Remarriage

Hana Kaniana terpaksa memilih meninggalkan Aksa setelah keguguran. Usianya yang masih dua puluh tahun harus bisa mengambil sebuah keputusan berat dalam hidupnya. Meninggalkan suaminya karena merasa tidak tahan dengan keluarga neneknya Aksa yang terlalu kepadanya. Pergi ke LA untuk merubah nasib. Kuliah perfilman dan akting hanya untuk mencapai populeritas agar dia bisa menunjukkan pada keluarga Aksa. "Kau masih istriku, aku belum menceraikanmu," ucap Aksa pada Hana setelah lima tahun mereka berpisah. Apakah Hana bisa menggunakan kesempatan kedua kalinya saat Aksa kembali padanya?Apakah Hana akan lari lagi?Berhasilkah Hana untuk menunjukkan kesuksesannya? Bisakah dia membuktikan pada semua orang kalau dia layak menjadi istri Aksa? Temukan kisahnya di "The Remarriage". Cover : Tubagus Ikuti akun IG untuk mengenal lebih dekat penulis Vantheglang_rifdaz. Jangan lupa follow akun penulis di Webnovel untuk mengetahui lebih banyak karya lain

Van_Theglang86 · Urban
Not enough ratings
416 Chs

Menemui Pak William

Beberapa hari kemudian, mereka masih disibukkan dengan pekerjaan di Hotel. Baik Aksa dan Daniel memang berusaha keras untuk membuat Hotel Mahesa menjadi hotel terbaik tahun ini. Meski dibalik semua kerja keras mereka, selalu terselip seutas rindu yang tak bisa mereka tahan.

"Daniel, apakah aku bisa ada waktu untuk menemui Pak William di Singapura?" tanya Aksa pada Daniel yang sedang sibuk di mejanya membuat beberapa materi presentasi untuk meeting nanti.

"Sebentar Pak!" Daniel kemudian memeriksa jadwal Aksa di tabletnya.

"Besok hari setelah jam sepuluh Bapak bisa pergi ke sana," jawab Daniel setelah memeriksa jadwal Aksa.

"Oke, pesankan tiketnya. Tapi kamu bisa ikut menemaniku kan?" tanya Aksa ragu dengan kesibukan Daniel yang lain.

"Sepertinya tidak bisa Pak, kali ini Bapak harus pergi sendiri ke sana tanpa saya!" jawab Daniel namun fokusnya masih pada keyboard dan monitor komputernya. Aksa melihat ada sesuatu yang ganjil di atas layar monitor Daniel.

Setelah melihat dengan teliti barulah Aksa tertawa terbahak-bahak atas apa yang dilihatnya. Rupanya Daniel mencetak foto Intan dan menempelkannya di layar monitor. Mungkinkah itu sebagai alat penyemangat Daniel saat bekerja.

"Bapak jangan ngetawain saya, saya yakin Bapak juga pasti sebentar lagi akan pasang foto istri Bapak di atas meja Bapak," timpal Daniel yang tahu pasti Aksa menertawakan itu.

"Opppps ... kau tahu saja. Mumpung sedang bahas ini, carikan aku bingkai kecil cantik untuk foto Hanaku itu!" pinta Aksa tak berperikemanusiaan.

Daniel hanya menepuk jidatnya sendiri karena permintaan Aksa barusan.

"Oke, tidak apa-apa kalau akau berangkat sendiri besok." Tapi Aksa seperti kecewa karena Daniel kali ini tidak bisa menemaninya karena kesibukan dia meng-handle pekerjaan dadakannya itu.

"Nanti saya pesankan tiket pulang perginya Pak," sambung Daniel.

"Oke."

Kemudian Aksa kembali lagi ke meja kerjanya. Melanjutkan pekerjaan dan tanggung jawabanya sebagai Presdir Hotel Mahesa.

***

Sebelum berangkat ke Singapura, sebelumnya Aksa menghubungi Pak William dulu untuk membuat janji bertemu dengannya. Kemudian Aksa diminta untuk datang langsung ke perusahaan firma hukunya yang berada di jantung pusat ibukota negara Singapura itu.

Aksa sudah menginjakkan kakinya di sebuah gedung berlantai 7 nan megah. Gedung ini adalah gedung firma hukum milik Pak William. Dengan langkah pasti namun dengan hati yang masih diliputi dengan berbagai macam kekhawatiran yang datang, Aksa kemudian berjalan menuju resepsionis dan mengatakan kalau dia ada janji bertemu dengan Pak William.

"Maaf Pak atas nama siapa?" tanya pegawai resepsionis itu.

"Aksa Mahesa."

"Tunggu sebentar, saya telepon sekretarisnya dulu!"

Setelah menunggu beberapa lama, resepsionis kemudian memberikan sebuah kartu pass**code untuk tamu.

"Silakan Bapak menuju lantai 7 dengan menggunakan kartu masuk itu di pintu lift sebelah selatan Pak, mari saya tunjukkan!" seru pegawai itu kemudian menunjukkan jalan pada Aksa. Menuju sebelah selatan gedung, nampak ada beberapa pintu akses masuk lift dengan menggunakan pintu otomatis dengan menggunakan kartu yang memiliki bar code untuk bisa masuk seperti yang dipegang Aksa. Pintu akses itu dijaga oleh security gedung yang bertugas menjaga pintu akses khusus itu

"Terimakasih sudah mengantar," ucap Aksa pada resepsionis yang sudah mengantarnya.

"Sama-sama Pak," balas resepsionis itu kembali lagi ke tempatnya.

Aksa kemudian menempelkan kartu pass**code-nya pada pintu akses itu sehingga palangnya terbuka otomatis dan Aksa bisa melaluinya dengan aman. Setelah itu dia berjalan menuju pintu lift khusus sepertinya. Dan tidak semua orang bisa menggunakan jalur ini, hanya orang-orang tertentu saja kali yang bisa memakai pintu lift ini.

Lift terbuka, lalu Aksa masuk dan menekan tombol angka 7. Pintu lift kemudian bergerak naik menuju lantai tujuh, lantai tertinggi dari gedung ini. Semakin mendekat dengan lantai 7 Aksa semakin deg-degan untuk bertemu Pak William melebihi akan menemui seorang gebetan.

Pintu lift terbuka dan dia sudah sampai di lantai 7. Kemudian Aksa berjalan dan menyusuri sebuah koridor jalan. Aksa mengikuti koridor itu yang kemudian membawanya menuju sebuah ruangan. Terdapat sebuah sofa tamu, beberapa pajangan keramik berukuran besar. Ada sebuah pintu besar di depannya terdapat sebuah meja besar dan ada seorang wanita cantik di balik mejanya.

"Selamat siang Pak, Apa Anda yang bernama Bapak Aksa Mahesa?" tanya ramah wanita cantik itu. Sepertinya memang dia adalah sekretarisnya.

"Iya betul."

"Anda sudah ditunggu Pak William di dalam," ucap sekretaris itu kemudian membukakan pintunya untuk Aksa.

"Terimakasih."

Aksa kemudian masuk ke dalam ruangan Pak William. Dia kemudian disambut oleh seorang laki-laki usia lima puluh tahunan yang menyambutnya dengan ramah.

"Silakan ... silakan duduk!" sambut Pak William.

"Terimakasih Pak, apa kedatangan saya menganggu kesibukan Bapak?" tanya Aksa basa-basi.

"Ah tidak juga, orang tua ini sudah tidak bisa lagi terlalu sibuk, duduk di kantor pun hanya sekedar mengawasi anak buah, tidak ada yang membuat saya sibuk selain itu, haha," kata Pak William.

Kesan pertama Aksa bertemu dengan Pak Wiliam. Orangnya ramah, humble, dan tidak kaku seperti biasa orang seusianya.

"Maaf kalau Aksa datang tiba-tiba."

"Lho kenapa minta maaf Aksa, saya sudah menunggumu sudah lama. Hanya saja memang saya tidak menemui duluan, karena itu memang sudah permintaan dari almarhum Papamu, kalau sebelum usia tiga puluh lima tahun, saya jangan menemuimu dulu."

"Tapi saya sekarang sudah tiga puluh lima tahun lebih, kenapa Pak William tidak menemui saya."

"Itu karena kamu belum menikah, jadi saya belum bisa menemuimu."

"Oh, jadi memang Papa yang memintanya seperti itu."

"Mungkin Papamu mengira kalau sudah tiga puluh lima tahun, kau sudah mempunyai seorang istri."

"Aku sudah menikah lima tahun yang lalu Pak,hanya saja belum menikah resmi karena memang ada suatu hal yang tidak bisa saya ceritakan."

Pak William nampak manggut-manggut. Kemudian terdengar pintu diketuk dan dibuka. Nampaklah sekreataris tadi datang membawa nampan berisi dua cangkir teh. Dan setelah menyajikan teh, sekretaris itu kemudian kembali lagi ke ruangannya.

"Sebentar saya sudah keluarkan surat wasiat Papamu yang sudah saya simpan di brankas setelah dua puluh lima tahun lebih lamanya." Pak William kemnudian berdiri dari tempat duduknya dan mengambil sebuah dokumen yang sudah dia siapkan di meja kerjanya.

Aksa semakin deg-degan karena benar kata mamanya kalau memang ada surat wasiat dari papanya.

"Ini dokumen surat wasiat dan surat yang ditulis oleh Papamu," Pak William kemudian menyerahkan semua berkas dalam satu buah amplop besar. Dengan tangan gemetaran Aksa kemudian menerima amplop yang Pak William serahkan. Perlahan Aksa kemudian membuka segel amplop itu dengan tangan yang berkeringat dingin. Pak William memperhatikan wajah Aksa yang tegang saat membuka amplop itu dengan tersenyum.

Bersambung ....

Jeng jeng jeng jeng ....

Zoom in

Zoom out

Semua kamera menyorot wajah Aksa ala-ala sinetron.

Apa isi amplop itu?