1 BAB 1: BERTEMU BOCAH TENGIL!

"Aku takkan pernah duduk diantara orang-orang sukses ini, jika tidak pernah bertemu dengannya."

[Mile Phakphum Romsaithong]

***

"Apooooooo, pleaseeeeeeee!" Itu adalah bujukan Davikah entah yang keberapa seharian ini. Sahabat Apo yang berambut panjang sebahu itu tidak peduli apapun caranya, yang pasti kegigihannya tak pernah pudar. Davikah bahkan membelikan es krim sekantung keresek, ikut bersih-bersih kosan yang berantakan, lalu membantu mengerjakan tugas kuliahnya.

"Tapi aku bisa malu," kata Apo sambil mengaduk masakannya di dapur. Malam setelah semua kewajiban selesai, lelaki itu pun baru angkat bicara. "Bukankah semua pastry di tempatmu perempuan? Kalau ikut hadir ke acara itu pasti aku sendiri yang laki-laki."

"Uwu ...." kata Davikah malah memperparah suasana hati Apo. "Tidak masalah dong. Anggap saja kamu bintang tamunya. Lagipula, membantu toko kue ibuku pasti dapat berkah besar!" Dia merangkul bahu sang sahabat senang. Padahal, semakin dirayu, ekspresi lelaki manis itu makin tertindas. "Lagipula, siapa yang tahu kalau sepupuku akan keguguran muda. Kami sekeluarga syok, tahu. Makanya harus stay di rumah sakit. Padahal job kali ini cukup besar."

Apo pun mulai iba. Apalagi kalau seharian dia memang terbantu oleh Davikah. "Baiklah," katanya dengan senyum masam. "Tapi ini untuk baby-nya, ya. Bukan kau."

Davikah pun langsung histeris. "Aaaaaa! Makasiiiih!" katanya. Dia mempererat rangkulannya pada Apo, lalu langsung pulang untuk mengambilkan piranti masak serba biru yang digunakan untuk dresscode. Hoodie berstiker logo toko, celemek kotak-kotak dengan saku di bagian dada, lengkap peralatan dekorasi kue yang kecil-kecil.

Apo tidak tahu harus bagaimana saat menerima semua itu, tapi rasanya memang campur aduk. Pasalnya job yang didapat keluarga Davikah kali ini akan cukup heboh. Semua pastry akan didatangkan langsung ke gedung pesta ulang tahun karena si penyewa ini memang keluarga kaya.

Mereka bergerak di bidang bisnis. Dan meskipun yang ulang tahun keponakannya, tapi si bibi ini punya idealisme demi pertunjukkan kepada tamu arisan yang ikut diundang.

Semua demi mempelajari proses pembuatan kue secara langsung, katanya. So, dalam waktu kurang dari 2 jam ketujuh pegawai toko Davikah harus beraksi gila. Mereka ditugaskan membuat jamuan kue, brownies dan sebagainya sambil menikmati rangkaian acara. Sementara jika semua sudah selesai, kue baru jadi harus siap disajikan kepada mereka.

"Ini untuk sarana promosi kepada kalangan atas, juga dapat sponsor kalau memang beruntung," kata ibu Davikah. "Karena itu, maaf, Apo. Tapi aku juga meminta mohon padamu. Toh anakku bilang kau jago masak apa saja. Terlebih kue."

Kalau sudah begitu, mau tak mau Apo pun mengangguk sungkan. "Hehe, tidak apa-apa, Bi. I'm ok," katanya. Walau pada hari H, Apo benar-benar harus menahan malu karena menjadi satu-satunya pastry laki-laki.

Jujur, Apo badmood selama acara. Dia bisa tersenyum, tetapi palsu saja. Dan kalau ada ibu-ibu yang bertanya kenapa Apo jago masak, dia jawab karena suka. Padahal, ini bukan sekedar hobi. Apo menekuni bidang kuliner sejak orangtuanya meninggal di usia 15, lalu bekerja sebagai tukang cuci piring di sebuah restoran.

Bagi Apo, makanan adalah seni. Bukan hanya tentang rasa. Dan ketika dia melihat dessert yang mayoritas imut, hati Apo tergugah untuk mendalami ilmu itu sekaligus bidang pastry.

Well, segalanya bagus. Progress Apo meningkat, dan dia merasa senang dalam menjalani proses belajar. Namun, menggemari bukan berarti selalu mau dimanfaatkan seperti ini. Pasalnya, saat dia punya waktu luang, bukannya digunakan untuk belajar materi kuliah ... orang-orang di sekitar sering meminta bantuannya ketika butuh koki gadungan dadakan.

"Ahhh ... aku belum mengerjakan tugas dari Mr. Alan! Jangan sampai pulang kemalaman!" batin Apo. Usai acara, dia bahkan langsung melepas celemek tanpa berpamitan dengan Davikah. Lelaki itu pergi dari gedung begitu saja, dan hanya membawa sekantung keresek kue warna biru yang dibuatnya. Padahal, kalau Apo mau menunggu lebih lama, sebenarnya ada tuan rumah yang ingin menyawer uang kepada semua petugas pastry.

Cih, persetan. Apo lebih sayang nyawa daripada besok dibunuh sang dosen karena tidak sempat menyelesaikan soal-soal tugas.

"Ugh, ini benar-benar terlalu larut," gumam Apo kecewa. Dia mengecek jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 9 lebih, yang artinya tidak ada bis yang akan lewat di halte. Pukul 9 tadi yang terakhir. Dan kalau menyetop taksi, demi apapun Apo memaki karena lupa bawa dompet sangking gugupnya dengan waktu mepet sebelum berangkat ke gedung. "Ya Tuhan, sial sekali aku ini."

Akhirnya, Apo pun berjalan kaki. Dia ngomel-ngomel selama itu, tanpa sadar di belakang ada laki-laki paruh baya ber-hoodie yang mengikuti langkahnya.

DEG

"Siapa?" batin Apo dengan jantung yang berdebar keras. "Jangan bilang aku mau dipalak! Sumpah aku tidak punya uang!"

Apo pun terus mempercepat langkahnya. Hal yang membuat kentara kalau sadar sedang diawasi, dan itu memperparah keadaan. Dia pun berlari ketika sudah tidak tahan, dan laki-laki itu mengejarnya seperti hewan buas kepada buruan.

"AARRRRRRRHH!"

"HEI, JANGAN LARI!" teriak laki-laki itu dengan suara baritone-nya. Dari jembatan sungai, dia bahkan tetap mengikuti hingga sampai di wilayah perumahan yang berbeda.

"Hahh ... hahh ... hahh ...." Apo tidak bisa memungkiri, dia kesulitan bernapas karena belum pernah melakukan ini. Dan meskipun Davikah menelponnya untuk mencari, dia malah mematikan benda itu karena makin memperparah keadaan. "Diam kau! Jangan membuatku ketahuan!" katanya. Lalu bersembunyi di balik lorong kotor diantara dua gedung rusun.

"Hei, di mana bocah tadi?" gumam si lelaki yang mengincar ketika dia baru sampai.

Apo pun membekap mulutnya sendiri karena gugup, bahkan memperpelan napas yang berisik agar jangan sampai membuat si musuh mendengar.

"ARRRGGHHHHHHHHH!" teriak lelaki itu sebelum berbelok ke arah yang berlawanan dari tempat persembunyian Apo.

"Huffft ...." desah Apo lega. Namun, baru saja dia menoleh. Wajah lelaki mesum itu sudah ada di depan mata.

"BA!"

"ARRRRRGGGHHHHHH!!!!" teriak Apo refleks menimpuk wajah lelaki itu dengan keresek kue-nya.

BUAGHHH!!

"FUCK!"

"PERGI!" bentak Apo sebelum berlari dari tempat itu. Dia membuat si musuh murka seketika, karena krim-krim kue muncrat ke seluruh mata dan mulutnya.

"HEI, BRENGSEK-!"

BRUAGGHH! JDUGH!

Bersamaan dengan Apo yang tersandung hingga terjungkal ke rerumputan, tiba-tiba lelaki tadi dihajar seorang remaja. Apo sampai kaget karena suara gebukannya keras sekali, apalagi setelah bocah itu melakukan aksi yang terlihat totalitas.

Dengan tas ransel, tangan, kaki, bekukan, pitingan, dan bahkan ditinju berkali-kali di bagian muka ... bocah itu membabi buta hingga si pelaku pingsan.

BUAGH! BUAGH! BUAGH!

"MATI KAU!"

Darah muncrat ke wajah bocah itu, bahkan juga ke tinjunya yang ikut terluka. Namun, bukan mengeluh atau semacamnya, dia malah memanggul ransel dari tanah kembali. "Hei, Phi. Apa kau baik-baik saja?" tanyanya dengan rahang mengeras. Dilihat dari mana pun, jelas sekali dia masih emosi meski perkelahian itu sudah berakhir.

"Aaa ... aku, iya kok. Aku baik-baik saja," kata Apo yang segera berdiri. Dia menepuki baju yang terkena debu, lalu tertawa gugup. "Ahahah ... ngomong-ngomong makasih, ya. Aku benar-benar tertolong-"

"10.000 Bath dan tunai," sela si bocah mendadak. Dia berlari mendekat, lalu menodongkan tangan kepada Apo. "Mana. Kau pikir itu tadi gratis?"

DEG

"Hah?!"

Bocah itu langsung tampak jengkel dengan perubahan ekspresi Apo. "Uang, Phi. Uang. Aku sedang menagih bayaran ...."

Apo refleks memaki dalam batinnya. "Ini yang namanya lebih dari sial!" Dia langsung garuk-garuk kepala. "Ah, ya ampun. Soal itu, sorry. Aku benar-benar tidak bawa dompet. Makanya tadi aku lari daripada menghancurkan ekspektasi dan dipukuli."

Bocah itu malah mendecih malas. "Cih ... kau pikir aku percaya? Padahal aromamu harum sekali. Mana ada orang kerja tidak punya uang."

DEG

"Eeeeeeeeeehhhh?!" Apo pun langsung panik karena tubuhnya mendadak diraba-raba. Dari atas hingga bawah, si bocah kurang ajar menepuki badannya, seperti ingin mencari saku ada di mana. "Tunggu, tunggu, tunggu-ahh! Geli! Jangan, Di. Kau tidak boleh begini padaku!"

Bocah itu baru mendengus karena sungguh tidak menemukan apapun. "Ya Tuhan ... kenapa ada orang yang semiskin ini?"

DEG

"Apa katamu barusan?"

Bocah itu baru akan membuka mulutnya, tapi di belakang tiba-tiba ada mobil mewah yang melintas.

"TUAN MUDA! TUAN MUDA! BERHENTI! ITU TADI TUAN MUDA!"

"Hah?!"

"BRENGSEK SIAL! INI SUNGGUH BUKAN WAKTU YANG TEPAT!" maki si bocah yang langsung lari dari depan Apo. Dia melompati pagar taman yang tak jauh dari sana, bahkan tak peduli jika jas seragamnya tersangkut dan harus ditinggal.

Tap! Tap! Tap! Tap!

Apo tiba-tiba hanya jadi obat nyamuk. Dia dilewati sekitar 7 bodyguard yang keluar mobil. Sebab mereka hanya mengejar si "Tuan Muda.

"Ya ampun ... sebenarnya apa yang baru terjadi?" gumam Apo sebelum melanjutkan perjalannya ke rumah.

avataravatar
Next chapter