1 1. Pelarian (Prolog)

17 Oktober 2011, Hutan Pinus, Bandung.

"Lari, Nak. Lari yang jauh. Bawa adik kamu pergi, kalian harus selamat. Jangan sampai iblis itu menangkap kalian," teriak seorang wanita yang sudah bermandikan peluh dan darah yang mengucur deras dari keningnya.

"Tapi, Ibu … Ibu bagimana?" tanya seorang anak perempuan berumur 13 tahun itu dengan berurai air mata, dia enggan melepaskan tangan sang Ibu.

"Ibu harus kembali ke sana dan menolong Ayahmu. Kalian berdua harus tetap lari sejauh-jauhnya meskipun tanpa Ayah dan Ibu," jawab wanita itu, dia sudah tidak punya banyak waktu lagi karena harus kembali dan menyelamatkan suaminya yang sedang berada di ambang kematian.

"Ibu … Aku tidak mau jauh dari Ibu. Ayok ikut dengan kita, Bu," seru seorang bocah laki-laki berusia 8 tahun itu berhambur ke dalam pelukan sang ibu, dia memeluknya dengan sangat erat seolah tak akan pernah dilepaskan.

"Nak, kamu harus pergi bersama Kak Keysa. Ibu tidak bisa ikut dengan kalian karena Ibu sudah pernah berjanji kepada Ayah, hidup atau pun mati kita akan selalu bersama. Ayok, ikuti saja perintah Ibu untuk yang terakhir kalinya," pinta wanita berambut panjang itu dengan nada pilu, dia sesekali melihat ke belakang karena khawatir Iblis itu akan melihat anak-anaknya.

"Ayok, Dek. Kita harus pergi," anak perempuan tadi menarik jari jemari kecil yang masih meringkal di pinggang ibunya.

"Ayok, Nak. Sudah tidak ada waktu lagi, kamu harus pergi sekarang," wanita itu pun melepaskan pelukan anak laki-lakinya. Ini memang tidak mudah untuk seorang Ibu. Tetapi, akan lebih berat lagi kalau dia harus melihat anak-anaknya disiksa oleh Iblis itu. Dia tidak akan sanggup melihat anak-anak tak berdosa harus merenggang nyawa di depannya. Jadi lebih baik membiarkan mereka pergi sejauh mungkin, walaupun dia tahu bahwa ini mungkin akan menjadi hari terakhirnya untuk bertemu dengan mereka.

"Keysa, jaga adik kamu. Apa pun yang terjadi kamu harus tetap melindungi dia," pesan sang Ibu.

"Iya, Ibu. Aku janji," Keysa–gadis kecil itu telah berjanji sepenuh hati untuk menjaga adik kecilnya.

"Ibu … Aku tidak mau, Ibu …," bocah laki-laki tadi masih merengek sambil menangis histeris karena tidak mau berpisah dengan ibunya.

"Ayok, kita harus pergi," kata Keysa. Dia menarik paksa tangan sang adik.

"Lari, Sayang. Lari yang jauh, sejauh-jauhnya!" teriak wanita itu sebelum seorang laki-laki berjubah hitam menangkapnya.

"Lepas, Ah … Lepas," dia meronta-ronta, berusaha melepaskan diri. Namun sayang, tangan laki-laki itu sangat kekar untuk wanita lemah sepertinya. Sehingga dengan sangat mudah, laki-laki berjubah hitam dengan tudung itu menarik rambut sang wanita dan menyeret tubuhnya dengan paksa. Mata tajamnya sesekali melihat ke arah dua anak kecil yang terus berlari menjauh, seolah ingin menjadikan mereka mangsa berikutnya.

Keysa terus membawa adik kecilnya berlari sekuat yang ia bisa. Meskipun adiknya berkali-kali meronta ingin di lepaskan, tapi Keysa tak menghiraukannya dan terus berlari. Apalagi saat mereka masih bisa melihat ibunya di seret oleh Iblis kejam itu, ingin sekali rasanya berbalik dan menolong sang Ibu. Namun Keysa sadar, apa yang bisa di lakukan oleh dua orang bocah kecil tanpa tenaga ini? Yang ada Meraka justru akan di jadikan mangsa berikutnya.

"Kak, Ibu … Kak Keysa, ibu ditangkap oleh orang itu," teriak sang bocah laki-laki.

"Iya, Dek. Kakak tau, tapi Ibu bilang kita harus terus lari yang jauh, jangan menoleh ke belakang lagi," jawab Keysa. Hatinya sakit, dadanya sesak, tapi dia harus kuat demi adik kecilnya.

Mereka sepertinya sudah berlari cukup jauh karena kaki kecil mereka pun rasanya sudah sangat letih.

"Kak, aku lelan," bocah itu mengeluh, dia meminta kepada kakaknya untuk berhenti berlari barang sejenak.

"Oke, kita berhenti dulu di sini," kata Keysa. Dia membawa adiknya bersembunyi di antara semak-semak karena khawatir Iblis itu akan tiba-tiba datang.

"Setelah ini kita mau ke mana?" tanya adiknya.

Keysa menggeleng, dia sama sekali tidak tahu harus pergi ke mana sekarang. Apalagi ini sudah larut malam dan dia tidak mengenal tempat ini sama sekali.

"Kakak tidak tau harus ke mana, Dek," jawab Keysa.

Tiba-tiba mereka mendengar suara langkah kaki yang sedikit terseok-seok, "Di mana kalian bocah kecil?" teriak orang itu.

Keysa dan adiknya terbelalak, mereka saling berpandangan. Bocah laki-laki itu langsung berpegang erat pada kakaknya untuk mencari perlindungan.

"Jangan berisik," bisik Keysa sambil mengangkat jari telunjuk di bibirnya. Keysa sedikit mengintip di celah-celah semak itu untuk mengetahui siapa pemilik suara tadi.

Keysa terkejut, matanya membulat sempurna, dia sampai kesulitan menelan salivanya sendiri. Gadis itu melihat laki-laki berjubah hitam sedang berjalan mendekat.

"Dia pasti sedang mencari kami," kata Keysa dalam hati. Dia memutar otaknya untuk mencari cara menyelamatkan sang adik agar tidak tertangkap.

"Siapa, Kak?" bisik adiknya.

Keysa malah tersenyum manis sembari menggenggam tangan sang adik, "Dek, kamu harus tetep di sini ya. Jangan keluar apa pun yang terjadi," ujar Keysa dengan suara yang sangat pelan.

"Kakak mau ke mana?" tanya adik kecilnya.

"Kakak sudah berjanji kepada Ibu untuk melindungi kamu. Jadi, kakak mohon, kamu harus tetap di sini, jangan ke mana-mana sampai orang itu pergi," jawab Keysa.

Keysa berpikir bahwa dia akan mengalihkan perhatian Iblis itu agar tidak bisa menemukan adiknya. Keysa rela melakukan apa pun asalkan adiknya selamat.

Bocah laki-laki itu menggeleng, dia tidak ingin di tinggalkan sendirian. "Kakak tidak boleh pergi. Kakak harus di sini bersamaku," cegahnya.

"Kakak janji kakak akan kembali, kalau seandainya nanti Kakak tidak kembali maka kamu harus menyelamatkan Kakak dari Iblis itu. Kakak tidak akan pergi jauh darimu, Dek," ucap Keysa. Dia melihat iblis itu semakin mendekat. Sudah tidak ada waktu lagi, dia harus segera mengalihkan perhatian Iblis itu. Untuk terakhir kalinya, Keysa memeluk sang adik dengan sangat erat lalu melepaskannya.

"Kakak pergi. Inget selamatkan Kakak suatu saat nanti, kalau kamu sudah bisa melawan iblis itu," pesan Keysa. Gadis itu segera keluar dari persembunyiannya. Lalu dia menghadap sang Iblis dengan sangat berani. Walaupun sebenarnya, jantung Keysa berdegup sangat kencang, tangannya gemetaran, tapi dia tetap memberanikan diri.

"Rupanya kamu di sini bocah kecil," ucap iblis itu. Wajahnya sama sekali tidak terlihat karena terhalang oleh tudung yang di pakainya.

"Mau apa kamu? Hah!" gertak Keysa dengan sangat berani.

"Aku mau kamu. Kamu harus jadi pengganti adikku yang mati," jawab sang Iblis sambil tertawa terbahak-bahak.

Tanpa membuang waktu lagi, Iblis itu segera membopong tubuh kecil Keysa. Meskipun gadis itu sudah meronta-ronta, memukul dengan sekuat tenaga, tapi tubuhnya masih bisa di angkat dengan mudah.

"Lepas, lepaskan aku! Aku bukan adik kamu, lepas," teriak Keysa.

"Kamu memang bukan adikku, tapi setidaknya dendamku sudah terbalaskan kepada Ayahmu yang telah membuat adikku bunuh diri," suara iblis itu menggelegar sambil tertawa puas. Lalu dia melepaskan tudungnya karena berpikir kalau permainan ini telah usai. Tanpa dia sadari bahwa masih ada sepasang mata kecil yang memperhatikannya di balik semak belukar.

Tangan bocah itu mengepal sempurna, apalagi saat dia melihat dengan jelas wajah iblis itu, dia ingin keluar dari persembunyian untuk menolong kakaknya. Tapi, itu semua akan percuma karena dia hanya seorang bocah kecil.

"Lihatlah Reyhan, aku sudah bisa mendapatkan anakmu. Aku akan membuat gadis ini merasakan semua penderitaan adikku karena dirimu. Seharusnya dari dulu kamu memilih adikku bukan wanita itu, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Selamat menyaksikan balas dendamku dari akhirat sana," seru sang Iblis, seraya membawa pergi Keysa di atas pangkuannya, meskipun gadis itu terus memukuli punggungnya dengan tangan kecilnya.

Sekilas Keysa masih bisa melihat adiknya di antara semak-semak dengan mata berkaca-kaca, dia memberikan isyarat kepada adiknya untuk segera pergi jauh, suatu saat nant dia yakin bahwa adiknya itu akan menyelamatkan dia dari sang Iblis yang kejam.

avataravatar
Next chapter