webnovel

39. HAL ANEH DI KAMAR CLAIRE

Leon benar-benar di buat pening ketika ada sebuah kejadian yang dia ingat tadi malam tepat kamar adiknya. Kenapa bisa pintu kaca balkon Claire hancur, pecah hingga menjadi bubuk? Sedangkan adiknya sudah terlelap tidur di atas kasurnya? Ketika Leon berlari menuju balkon tersebut keadaan sepi tidak ada orang maupun hal lainnya yang dapat ia curigai.

Tidak mungkin pecah dengan sendirinya, kan jika tidak di lempari oleh sesuatu?

"Soal pintu itu aku bisa beli dan benerin. Kak Leon, ga perlu mikirin hal ribet kayak gini." timpal Claire yang sudah menghabiskan sarapan paginya.

Leon meneguk susu hangat yang telah di buatkan oleh adiknya. "Kakak, heran saja kenapa bisa kaca itu pecah sedangkan tidak ada penyebab aslinya."

Claire mencoba untuk mengingat hal apa yang telah terjadi tadi malam. Padahal Ryan sama sekali tidak menampakkan dirinya di balkon, tempat paling hantu lelaki itu sukai. Tidak mungkin juga ada orang jahil yang memecahkan pintu kaca balkonnya, kan?

Leon menatap serius dan mengambil tanggapan, "Kalau maling, mereka pasti akan masuk tanpa membuat kebisingan."

Claire sebagai orang yang menjadi pemilik kamar harus bertanggung jawab dan bisa menyelidikinya. Lagi pula kenapa bisa ia tidak mendengar sedikit pun kerusuhan di kamarnya? Apa pengaruh obat luka yang di berikan oleh Dokter untuk kakinya? Tuturan dari Kakak nya juga ada benarnya. Tidak mungkin kalau maling akan melakukan hal itu.

"Sepertinya hari ini harus memasang CCTV." Leon meraih handphone nya, menghubungi seseorang di sana. Claire tidak akan berdiam, kebetulan kakinya juga sudah merasa baikan.

Beruntung di rumahnya banyak kamar yang kosong, Claire jadi masih bisa untuk istirahat tadi malam. Sepertinya hal ini Claire diam-diam mencari tahu kenapa pintu kacanya tiba-tiba pecah.

"Claire, pulang sekolah nanti jangan dulu ke rumah, ya. Kakak, yang akan menjemput kamu." peringatan itu membuat Claire menghela napas. Kakak nya pasti akan berpikir kalau ia akan di antarkan oleh Vero.

Claire mengangguk saja sebagai jawaban. Irisnya melirik cepat saat ada siluet yang melintas pesat dari arah ruang tamu menuju kamarnya. Perasaannya mulai tidak enak. Apa asap hitam itu adalah penyebabnya? Tetapi untuk apa? Claire juga tidak di celakakan olehnya.

"Claire, kamu kenapa diem aja?" Leon menegur ketika wajah adiknya yang berubah seperti melihat sesuatu.

Cewek itu menggeleng. "Aku udah kenyang. Kak Leon, lanjut sarapan aja."

Leon tiba-tiba menghentikan kunyahan di mulutnya, ia menatap Claire dengan raut yang resah. Seketika lengannya tremor entah karena apa, Leon menelan ludahnya susah payah. Kepalanya menengadah ke seluruh ruangan di sana, Leon kembali menatap iris Claire yang terlihat kosong.

"Claire, apa kamu melihatnya … lagi? Kakak, ngerasain ada yang lain dari ruangan ini."

>>>>>>>>>>>

Vero mendecak sekaligus tidak menyangka kalau hari ini justru hutang pada teman-temannya lunas begitu saja. Kemarin Vero tidak bertanya karena memang ia tahu kalau para temannya pasti mengertikan. Lagi pula mereka sudah di ingatkan bahwa Vero akan membayarnya dengan cicilan kecil.

Tetapi justru sekarang Vero bingung dan heran. Kenapa bisa Claire membayar seluruh uang temannya? Tanpa bilang padanya mengenai itu. Tegasan darinya benar-benar di hiraukan dan di anggap angin. Claire adalah orang yang membantunya lagi dalam kesusahan.

Vero harus lakukan apa pada cewek itu? Tidak ada pilihan lain kecuali ia membayar semua itu dengan cicilan juga. Ia akan gunakan uang jajan bulanannya untuk bisa melunasi uang yang sudah Claire keluarkan.

"Udah, lah. Lo harusnya bersyukur, Ver." celetuk Bagas menepuk pelan bahu temannya.

Doni mengiyakan. "Gue juga kalau ada duit banyak pasti bantu, sayangnya tabungan gue masuk dalam patungan kemaren. Maaf, Ver."

Vero mendengus. "Gue juga ngerti, calm. Kalian cukup ada di deket gue udah jadi penyemangat, kok. Yang penting dua temen gue selamet dan masih bisa kumpul kayak gini terus."

Bagas dan Doni merasa terharu sekali mendengarnya. Mereka tidak pernah sekali pun melihat Vero hingga mendapatkan kesusahan yang tengah di rasakannya. Beruntung sekali ada Claire yang dengan sedia membantu hingga menolong mereka bertiga sampai saat ini mereka benar-benar merasakan syukur.

Tuhan masih memberikan kesempatan hidup untuk mereka.

"Claire, kenapa lakuin ini? Padahal gue udah cegah dan minta dia buat ga bayarin uang sewa itu." Vero semakin di buat gerah. Pasalnya ia pun sudah merasa tidak enak dengan semua yang telah Claire lakukan.

Doni bahkan sangat memahami keadaan keduanya. Kalau saja mereka tidak ada niatan untuk menyewa bangunan tua itu, pasti semuanya tidak akan kacau seperti kemarin. Claire juga tidak akan celaka. Musibah kemarin memang di luar dugaan, siapa yang akan tahu jika mereka akan bernasib buruk.

"Oh, ini anak dari Ibu yang tukang selingkuh."

Tiga cowok itu menolehkan kepala. Bagas menatap tidak suka, ia menunjuk sembarang. "Heh, lo cewek uler yang bisanya nyinyir terus. Hidup lo kayaknya kurang bersyukur banget ampe selalu ngurusin orang." cetusnya bak mengajak bertengkar.

Vero menurunkan lengan Bagas. "Gas, stop. Kita udah ga ada urusan lagi sama dia, ga perlu ambil pusing."

"Oh, ya? Bukannya urusan kemaren belum selesai? Kenapa lo langsung ciut? Akhirnya takut, ya? Sama gue." Lidia tersenyum senang melihat raut-raut sedih dari tiga orang itu, kecuali Bagas yang sudah mulai tersulut oleh emosi yang tertahan.

Doni mendengus. "Ver, kita mendingan cari udara seger di lain tempat. Di sini hawa panas, kayaknya banyak setan." cibiran itu lolos membuat Lidia melotot lebar.

"Lo semua di sini itu cuma virus aja! Kenapa ga musnah sekalian!" amuk Lidia masih melebarkan kedua mata.

Vero mengulas senyuman. "Di mana-mana orang yang buruk itu yang harus musnah! Lo ga ngerasa kalau ucapan lo ngarah ke diri sendiri?"

Bagas dan Doni terpingkal seketika mendengar jawaban dari Vero. Cewek itu mendengus sambil menghentakkan kakinya kesal dan melongos pergi begitu saja tanpa membalas kata lagi.

"Ajib! Lo bisa juga tuh bales nyinyiran dia, Ver." ujar Bagas merangkul Vero yang masih mengulas senyuman.

"Kalau dari ucapan siapa juga yang bakal kalah. Gue kemaren kena jebak itu karena cara licik dia aja." ungkapnya sambil menepis lengan Bagas. "Bau keringet lo, abis ngapain dah?"

Bagas cengengesan dengan raut malu. "Abis maen bola tadi, sorry. Hehe."

Doni menggeleng pelan. "Lagian tangan lo kenapa ga bisa diem, sih?"

"Kebiasaan gue emang begitu, kayak ga tahu aja."

Iris Vero teralih ketika melihat Kepala sekolah yang berjalan cepat di ujung lorong sana. Entah kenapa Vero rasa ada yang aneh dari gelagatnya. Apa ada hal penting sampai harus melewati lorong sekolah yang jarang di gunakan oleh para murid di sana?

"Ver, lo kenapa?" tanya Doni saat melihat Vero yang hanya diam.

Cowok itu melirik kedua temannya bergantian. "Guys, kayaknya kita harus selidiki … Kepala sekolah."

Creation is hard, cheer me up!

Carrellandeouscreators' thoughts
Next chapter