webnovel

31. SESUATU YANG MENCURIGAKAN

Claire tidak bisa menunggu Kakak nya dengan waktu lama, dia harus mengirim langsung bukti video itu pada Leon dengan segera. Yang penting Leon tahu bagaimana piciknya orang yang sudah dia percaya. Claire tinggal menunggu reaksi Kakak nya setelah mengetahui kebusukan Wisnu yang sebenarnya.

"Aduh." Claire terkejut saat bahunya di senggol oleh seseorang hingga terjatuh. Namun sebelumnya ada sekelebat bayangan hitam seperti dimensi lain, di sana terdapat sosok perempuan yang menjerit kesakitan di sertai tangisan pilu.

"Maaf, Claire. Saya tida sengaja." Claire di bantu berdiri.

Cewek itu mendongak. "Ga pa-pa." ucapnya singkat.

"Sekali lagi saya minta maaf, ya." ujarnya membuat kepala Claire mengangguk dua kali.

"Kalau begitu saya duluan."

Claire menatap punggungnya yang mulai menjauh. Entah kenapa sekilas bayangan tadi membuat Claire curiga. Apa ada suatu hal yang sedang di sembunyikannya?

"Ryan, tadi malem bilang kalau kepsek mencurigakan akan ada korban baru?" dia menjeda. "Apa mungkin bayangan itu orang yang sedang di sekap tadi? Tapi kenapa dia menjerit?"

Apa mungkin ucapan hantu itu benar?

"Kepala sekolah itu emang sejak awal buat aku ga nyaman."

Claire mengingat ucapan Ryan. "Apa ini pertanda aku harus percaya?"

Dengan cepat Claire mulai melangkahkan kakinya mencoba untuk bisa mengikuti arah Kepala sekolah yang tergesa hingga tadi menabrak bahunya. Claire harus menyelediki terlebih dahulu sebelum benar-benar mengikuti saran Ryan. Hantu lelaki itu memang hanya menyuruh untuk Claire mengintai, tetapi ternyata justru Kepala sekolah tersebut masuk ke dalam ruangannya.

"Loh, aku kira bakal belok ke arah utara. Jalan sana kan menuju lab, komputer." Claire mendadak bingung. Biasanya bayangan apapun Claire dapat menebaknya langsung, tetapi kenapa sekarang seolah teori untuknya?

"Tapi waktu nabrak aku beliau kan dari … gudang lama yang sempat jadi perbincangan orang. Apa mungkin …"

Claire mencoba untuk mengingat jeritan perempuan itu di bayangannya. Tempat yang gelap seperti ruangan yang di sengaja tidak memiliki celah cahaya. Bagaimana bisa Claire menebaknya di tempat apa. Hanya warna hitam dengan wajah perempuan yang sudah terlihat babak belur.

Pakaiannya sih … Claire mendapati seragam yang bukan seperti miliknya. Apa mungkin itu adalah murid dari sekolah lain? Karena apa Kepala sekolah sampai menyiksanya hingga di perlakukan seperti itu? Pastinya ada sebab di balik murkanya Kepala sekolah Claire.

"Soal ini harusnya aku bisa tangani."

Claire menarik napas halus dan memilih untuk berbalik badan. Dia akan ke kelasnya saja daripada nanti terlambat masuk. Ujian harian masih berlangsung sejak dua hari kemarin. Seluruh murid tidak ada yang menyangkal seolah pasrah dan menerima.

Claire bersyukur juga tidak ada kejadian aneh lagi seperti pertama akan ujian. Sedari kemarin kelasnya tenang dan damai. Sesosok yang sering bernyanyi di bangku paling belakang pun tidak menampakkan diri, entah kemana yang jelas itu lah yang di inginkan oleh Claire.

Mereka bisanya mengganggu Claire yang sibuk belajar. Walau hingga sekarang makhluk itu tidak tahu kalau Claire bisa melihat mereka serta teman lainnya. Claire sudah sangat malas dan tidak akan pernah lagi berurusan ketika nanti masalahnya dengan Ryan selesai.

"Hai, Claire." sapa Vero membuat langkah Claire terhenti. "Lo abis dari ruangan kepsek, ya?" tanyanya sambil melirik.

Vero tidak ada urusannya dengan masalah yang harus Claire hadapi nanti. Takutnya cowok itu yang celaka ketika Claire lengah.

"Engga. Aku lewat aja."

Vero menautkan alis. "Masa, sih? Gue lihat tadi lo merhatiin ruangan kepala sekolah kita." dia menjeda, kepalanya mencondong dan membisik, "Apa ada sesuatu yang mencurigakan?"

Claire menatap tajam. "Bukan urusan kamu."

>>>>>>>

Lidia menghalang jalan Vero saat tiga cowok di depannya akan berbelok menuju kantin.

"Ngapain lo nenek sihir halangin jalan kita?" sambur Bagas menatap tak suka.

Lidia tersenyum tipis. "Heh, gembrot lo diem aja."

Bagas melotot. "Dari pada lo cungkring gada gizi!"

"Gue sexy! Lo aja yang ga tahu cewek modis kayak gue!"

Vero mendelik. Lidia percaya diri sekali mengatakan hal itu. Walau memang nyata tetapiVero tidak juga mengiyakan lontaran cewek itu.

"Gimana, Vero? Lo udah dapet apa yang lo mau dari gue?"

Satu pertanyaan yang membuatnya tertampar. Entah kenapa Vero merasakan kalau Lidia ini sedang memancing emosinya. Vero tidak mungkin melanggar ucapannya sendiri. Sudah pasti dan sangat yakin oleh ucapan Claire padanya, bahwa dia tidak akan melanjutkan misinya itu.

"Kepo amat lo jadi manusia." tutur Doni saat baru saja Vero akan menjawabnya.

Lidia melipat kedua tangannya di depan perut. "Oh, ya? Tapi bukannya kalian semua yang mulai kepo duluan ke gue?"

Doni mengeraskan rahangnya merasa kesal. Bagas yang berada di sampingnya sudah siap meninju dengan kepalan kuat lengan kanannya.

"Gue kalah. Karena emang percuma juga, lo bebas nyangka menang lagi atau engga." sahut Vero yang di tatap aneh oleh dua temannya.

"Eh, eh. Kaga begitu maksudnya." Bagas menengahi, namun Lidia tertawa sinis.

"Apa lagi gembrot?!"

"Gue berisi! Bukan Gembrot! Dasar lo kurang gizi!" Bagas terlusut membalas cemoohan Lidia.

"Berani lo bilang gitu sekali lagi, gue ga akan segan kasih lo hukuman setimpal!"

Doni mendecak. "Hidup lo itu emang, ya. Penuh banget sama ancaman yang ga mutu. Gimana pun juga kita cowok, ga ada yang bisa ngalahin sekali pun itu elo!"

Vero menghela napas halus. Teman-temannya pasti sudah mulai kesal dan ingin menghajar.

"Kita langsung aja ke kantin, ga usah dengerin radio rusak ini." suruh Vero melangkah, namun kaki Lidia terjulur mencoba jahil. Vero meloncat langsung karena sudah pasti cewek itu akan berbuat aneh padanya.

"Ajib bisa ngehindar gitu lo, Ver. Padahal nyaris kena dan bisa aja lo jatoh." ujar Doni yang melihat jelas.

Lidia menghentakkan kakinya merasa kesal. "Lo semua emang cowok lemah. Ngambil kunci di rumah gue aja milih yang kawe."

Vero menatap cepat. "Jadi gue ga usah balikin?" awalnya terkejut, tetapi dia berusaha untuk tenang dan menjawab seolah tidak merasa bersalah.

"Ambil aja buat si gembrot. Gue banyak kunci cadangan!" Lidia mengibas rambutnya sebelum pergi meninggalkan mereka bertiga.

"SUH! SUH! SUH!" usir Doni dan Bagas serentak.

"Sumpah, Ver. Kalau dia bukan cewek udah gue putusin lehernya."

"Lah, gue pengen jait mulutnya."

Dua temannya menggerutu, mengungkapkan kekesalannya itu.

"Gue udah tebak kalau dia emang rencanain yang kita ga tahu. Mungkin karena gue yakin kalau rahasia dia bisa terbongkar depan publik."

Bagas mengangguk. "Dia kan ratu busuk, picik banget. Kayaknya isi otaknya itu penuh sama hal-hal aneh yang buat kita rugi."

"Cewek centil itu pasti udah tahu aslinya kalau kita mau selidiki rumah itu. Atau mungkin sebelum kita ke sana dia udah siapin rencana itu supaya kita di katai bodoh?"

"Gue yang bodoh. Lidia, punya seribu satu rencana yang bahkan bisa aja buat kita celaka."

Like it ? Add to library!

Carrellandeouscreators' thoughts
Next chapter